Selasa, 14 Agustus 2018

vomiting atau muntah


VOMITING / MUNTAH
1.      DEFINISI MUNTAH / VOMITING
Muntah, juga disebut emesis, merupakan respons gejala ke sejumlah pemicu berbahaya. Muntah adalah pengusiran kuat, dan berbeda dari kembali regurgitasi-yang mudah dari isi lambung ke mulut. Meskipun tidak menyenangkan, muntah adalah fungsi penting karena rids tubuh zat berbahaya.
Muntah adalah proses kompleks yang dihasilkan dari interaksi yang terkoordinasi jalur saraf, otak, dan otot-otot sistem pencernaan. Titik pemicu utama muntah di otak disebut postrema daerah. Struktur ini terkena bahan kimia dalam aliran darah dan cairan cerebrospinal (cairan yang ditemukan di otak dan sumsum tulang belakang). Studi ilmiah menunjukkan bahwa stimulasi postrema daerah oleh berbagai macam obat serta racun bakteri, radiasi, dan kondisi fisiologis, menginduksi muntah.

2.      MUNTAH ORGANIK DAN NON ORGANIK
Muntah organic dan muntah non-organik. Muntah organik disebabkan karena adanya suatu kelainan pada sistem organ tubuh. Sedangkan muntah yang bersifat non-organik tanpa adanya kelainan di organ tubuh, contohnya karena kekenyangan atau psikogenik (psikologi).

3.      MUNTAH AKUT DAN MUNTAH KRONIK
Terdapat dua tipe muntah yaitu yang akut dan kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dari 2 minggu. Patofisiologi muntah merupakan proses refleks dengan tingkat koordinasi yang tinggi dan dimulai dengan retching. Diafragma yang turun dengan kuat dan konstriksi dari otot perut dengan relaksasidari kardia lambung secara aktif memaksa isi lambung bergerak kembali ke esofagus. Prosesini dikoordinasikan dalam pusat muntah medula yang dipengaruhi secara langsung olehinervasi aferen dan secara tidak langsung oleh chemoreceptor trigger zone dan sistem saraf  pusat.
4.      GUMOH
A.    DEFINISI
Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu (Depkes R.I, 1999).
Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan ketika beberapa saat setelah minum susu botol/ menyusui dan dalam jumlah sedikit. (Depkes R.I, 1994).
Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi dengan usia dibawah 6 bulan. Seiring dengan bertambahnya usia, yaitu sampai usia diatas 6 bulan, maka regurgitas semakin jarang dialami oleh anak.
B.     ETIOLOGI
1)      Posisi saat menyusui yang tidak tepat
2)      Anak sudah kenyang tetapi tetap diberi minum karena orang tuanya khawatir anaknya kekurangan makan
3)      Posisi botol
4)      Terburu-buru/tergesa-gesa
5)      Dan lain-lain
6)      Bayi Gumoh (Jawa) biasanya hanya untuk membersihkan sisa susu dari mulutnya. Gumoh menjadi abnormal bila jumlahnya banyak dan pertambahan berat badan tidak mencukupi.

C.    PATOFISIOLOGI
Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang setelah diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang paling rendah. Bila ada makanan yang masuk ke Esofagus atau saluran sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh. Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa muntah. Lambung bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc.
D.    TANDA GEJALA
1)      Mengeluarkan kembali susu saat diberikan minum.
2)      Gumoh yang normal terjadi kurang dari empat kali sehari.
3)      Tidak sampai mengganggu pertumbuhan berat badan bayi.
4)      Bayi tidak menolak minum.
E.     PENCEGAHANAN
1)      Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areola dan dagu payudara ibu.
2)      Berikan ASI saja sampai 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian makanan tambahan dibawah 6 bulan memperbesar resiko alergi, diare, obesitas serta mulut dan lidah bayi masih dirancang untuk menghisap, bukan menelan makanan.
3)      Beri bayi ASI sedikit-sedikit tetapi sering (minimal 2 jam sekali), jangan langsung banyak.
4)      Jangan memakaikan gurita tertalu ketat.
5)      Posisikan bayi tegak beberapa lama (15-30 menit) setelah menyusu
6)      Tinggikan posisi kepala dan dada bayi saat tidur.
7)       Jangan mengajak bayi banyak bergerak sesaat setelah menyusu.
8)      Jika gumoh di sebabkan oleh kelainan atau cacat bawaan segera bawa ke petugas medis agar mendapat penanganan yang tepat sedini mungkin.
9)      Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut bayi.
10)   Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan dahulu terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara:
11)   Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala bersandar dipundak ibu. Kemudian, punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.
12)   Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung bayi sampai terdengar suara bersendawa.
F.     PENATALAKSANAAN
1)      Bersikaplah tenang.
2)      Segera miringkan badan bayi agar cairan tidak masuk ke paru-paru (jangan mengangkat bayi yang sedang gumoh, karena beresiko cairan masuk ke paru-paru).
3)      Bersihkan segera sisa gumoh dengan tissue atau lap basah hingga bersih, pastikan lipatan leher bersih agar tidak menjadi sarang kuman dan jamur.
4)      Jika gumoh keluar lewat hidung, cukup bersihkan dengan cotton bud, jangan menyedot dengan mulut karena akan menyakiti bayi dan rentan menularkan virus.
5)      Tunggu beberapa saat jika ingin memberi ASI lagi.
G.    ASUHAN BIDAN
1)      Memberitahukan bahwa gumoh adalah hal yang harus mendapat perawatan yang baik.
2)      Menginformasikan pada ibu bahwa gumoh disebabkan posisi saat menyusui yang tidak tepat atau posisi botol yang salah
3)      Memberitahu ibu untuk memperbaiki cara minumnya, posisi saat memberikan susu dari botol dan sendawakan bayi sesaat setelah minum ASI.
5.      ETIOLOGI MUNTAH
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut :
1. Usia 0 – 2 Bulan :
a)      Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
b)      Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
c)      Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.
d)     Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
e)      Malrotasi dengan volvulus
                      80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama     kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.
f)       Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
g)      Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.

h)      Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.
i)        Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
 2. Usia 2 bulan-5 tahun.
a)      Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
b)      Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
c)      Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.
d)     Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
e)      Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
f)       Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
g)      Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
h)      Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
i)        Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya
3. Usia 6 tahun ke atas.
a)      Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
b)      Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.
c)      Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.
d)     Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
e)      Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.

f)       Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
g)      Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
h)      Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
i)        Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada waktu malam.

6.      PATOFISIOLOGI VOMITING
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
       Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah:
1) chemoreceptor trigger zone (CTZ)
2) central vomiting centre (CVC)
CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik.
Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Stimulasi terhadap pusat muntah :
1.      Stimulasi pada reseptor suprameduler
a)    Muntah psikogenik
b)   Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma,
     edema otak, atau tumor, hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma
     Reye)
c)    Valvulus (migrain, hipertensi)
d)   Kejang
e)    Penyakit vestibuler, ‘motion sick’
2.      Stimulasi pada ‘Chemoreceptor Trigger Zone’
a)      Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan
b)      Toksin
c)      Produk metabolisme :
Ø  Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis, fenilketonuria, renal tubular asidosis)
Ø  Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, ‘maple syrup urine’)
Ø  Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik, asidemia isovalerik)
Ø  Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)
Ø  Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, kelainan oksidasi asam lemak, diabetes insipidus, insufisiensi adrenal, hiperkalsemia, hipervitaminosis A)
3.      Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi traktus gastrointestinalis atau keduanya
a)Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, ‘self induced rumination’)
b)    Esofageal
·         Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas esofageal
·         Struktural    : striktura, cincin, atresia dll.
c)    Gastrik
·         Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis
·         Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus kronik)
 Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait :
1.      Nausea (mual)
2.      Retching dan
3.      Pengeluaran isi lambung.
CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan muntah. Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin, insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting adalah serotonin dari sel enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum, kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah. Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan retching dan muntah dan fase post ejeksi.
 1. Fase pre-ejeksi
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria. Awal dari retching menyebabkan kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang. Peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.
 2. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum diketahui. Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.
 Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah :
1.        Bernafas dalam
2.        Naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka
3.        Penutupan glotis
4.        Pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
 3. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti muntah lainnya lagi.


7.      KOMPLIKASI
a)      Komplikasi metabolik
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium
Kurangnya asupan air yang dibutuhkan tubuh dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidarasi sedang (hilangnya 1-2% dari berat badan) dapat menurunkan energi dan membuat lelah. Penyebab umum yang dapat menimbulkan dehidrasi adalah aktifitas yang banyak, keringat yang berlebih, muntah dan diare.
Tanda dan gejala dari dehidrasi termasuk:
•   Rasa haus
•   Lelah
•   Sakit kepala
•   Mulut kering
•   Tidak atau kurang urinasi
•   Lemah otot
•   Pusing
•   Kepala terasa ringan
Dehidrasi sedang jarang menimbulkan komplikasi selama cairan yang hilang cepat digantikan. Kasus lainnya dapat mengancam jiwa, terutama pada individu yang masih sangat muda atau sudah tua. Pada keadaan yang gawat, cairan atau elektrolit dapat diberikan secara intravena. Tidak baik untuk menjadikan rasa haus sebagai indikator untuk minum. Saat terasa haus, kemungkinan telah terjadi dehiddrasi. Lebih jauh lagi, saat usia bertambah, maka tubuh akan lebih tidak sensitif terhadap tanda dehidrasi. Rasa haus yang berlebihan serta bertambahnya urinasi dapat menjadi tanda kondisi medis yang serius oleh sebab itu bicarakan lebih lanjut dengan dokter.
Untuk memastikan bahwa kebutuhan air tubuh telah terpenuhi, maka perlu dipertimbangkan langkah berikut:
•     Minum segelas air saat makan dan antara waktu makan.
•     Minum sebelum, selama dan setelah olah raga.
•     Ganti minuman beralkohol   
Bila anda minum air dari botol, pastikan bahwa botol selalu bersih dan ganti botol lebih sering. Gunakan botol yang memang dibuat untuk digunakan lagi.  Meski tidak umum, sangat mungkin untuk minum terlalu banyak. Bila ginjal tidak mampu mengekskresikan kelebihan air, mineral dalam darah menjadi terencerkan, sehingga menghasilkan suatu kondisi yang disebut hiponatremia (rendahnya kadar natrium dalam darah).
Tata laksana diare akut dehidrasi ringan sedang, WHO memilih cairan rehidrasi oral (CRO) yang dikenal dengan Oralit. Namun, formula ini masih mempunyai kekurangan. Pada tanggal 27 Maret 2002 WHO merekomendasikan CRO osmolaritas rendah (total osmolaritas 245 mOsm/L) menggantikan Oralit (total osmolaritas 311 mOsm/L). Lama penyembuhan lebih cepat pada pemakaian CRO osmolaritas rendah dibandingkan oralit. Kejadian hiponatremi lebih banyak pada pemakaian CRO osmolaritas rendah walaupun secara statistik tidak didapatkan perbedaan. (Sari Pediatri 2008; 9 (5) : 304 8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...