Senin, 10 September 2018

SISTEM IMUN TUBUH

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut system imun dan reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Mikroba dapat hidup ekstraseluler, melepas enzim dan menggunakan makanan yang banyak mengandung gizi yang diperlukannya. Mikroba lain menginfeksi sel penjamu dan berkembang biak intraseluler dengan menggunakan sumber energi sel penjamu. Baik mikroba ekstraseluler maupun intraseluler dapat menginfeksi subyek lain, menimbulkan penyakit dan kematian, tetapi banyak juga yang tidak berbahaya bahkan berguna bagi penjamu.
Pertahanan imun terdiri atas sistem alamiah atau nonspesifik (natutal / innate /native) dan di dapat atau spesifik (adaptive/acquired). Dalam model ini selanjutnya disebut sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Perhatikan gambaran sistem imun berikut :

Tentunya anda juga ingin mengetahui apakah ada perbedaan diantara kedua sistem imun tersebut. Berikut disajikan tabel perbedaan kedua sistem imun itu, setelah anda memahami dan menghafal dengan benar jenis sistem imun spesifik dan non spesifik.

Tabel 11.1
Perbedaan sifat-sifat system imun nonspesifik dan spesifik
Sifat
Non spesifik
Spesifik
Resistensi
Tidak berubah oleh infeksi
Membaik oleh infeksi berulang karena ada sifat memori
Spesifisitas
Umumnya efektif terhadap semua mikroba
Spesifik untuk mikroba yang sudah mensensitasi sebelum-nya
Sel yang penting
Sel Fagosit (mononuclear dan polimorfonuclear), Sel NK, sel mast, eosinofil
Th, Tdth, Tc, Ts dan sel B
Molekul yang penting
Lisozim, komplemen, protein fase akut, interferon, CRP, kolektin, Molekul adhesi
Antibodi, sitokin, mediator, molekul adhesi

Materi berikut menerangkan bagaimana kerja masing-masing komponen yang ada di dalam sistem imun non spesifik maupun sistem imun spesifik. Bacalah dan pahami keterangannya, bila ada kesulitan belajar silahkan anda bertanya kepada dosen narasumber baik lewat e-mail atau langsung bertanya saat diskusi di kelas maupun di laboratorium.

SISTEM IMUN NON SPESIFIK
Mekanisme fisiologi imunitas non spesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Disebut non spesifik karena mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung.
1)        Pertahanan fisik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lebdir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat, dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar dan selaput lendir yang rusak akibat asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi. Tekanan oksigen yang tinggi di paru-paru bagian atas membantu hidup kuman aerob seperti tuberculosis.
2)        Pertahanan biokimia
Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam keringat dan sekresi sebaseus berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang terjadi melalui kulit.


Udara yang kita hirup, kulit dan saluran pencernaan banyak mengandung mikroba, biasanya berupa bakteri dan virus terkadang juga jamur dan parasit. Sekresi kulit yang bakterisidal, asam lambung, mukosa dan silia di saluran napas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh, sedang epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisozim membunuh banyak bakteri dengan mengubah dinding selnya. Ig A juga merupakan pertahanan permukaan mukosa.
 
 









Pertahanan mikroba pada organ mata berupa            : enzim lisozim dan IgA
Pertahanan mikroba pada saluran napas         : mukosa dan cilia
Pertahanan mikroba pada organ kulit              : asam lemak dan pH kulit
Pertahanan mikroba pada organ lambung       : asam lambung
Pertahanan mikroba pada organ usus              : peptide antibacterial
Pertahanan mikroba pada organ perkemihan  : pH urine yang asam

Bagaimana kerja kulit dalam merespon adanya mikroba yang menembus permukaan kulit “ Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensial yang ditemukan pada kulit menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya sedikit nutrient, sehingga kolonisasi oleh mikroorganisme pathogen sulit terjadi. Bila mikroba pathogen menempel pada kulit, maka kulit merupakan sawar / penahan fisik efektif terhadap pertumbuhan bakteri yang pada dasarnya dikerjakan oleh keasaman kulit (pH asam) dari asam laktat yang terkandung dalam sel sebum yang dilepas kelenjar keringat. Sekret dipermukaan mukosa yang mengandung enzim destruksi seperti lisozim mampu menghancurkan dinding sel bakteri ”.
Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh terhadap kuman gram-positif, karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan pada dinding bakteri. ASI mengandung laktooksidase dan neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap Esercia coli dan Stafilokokus.
Air liur juga mengandung enzim laktooksidase dan immunoglobulin (Ig A) yang merusak dinding bakteri. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus banyak menciptakan lingkungan saluran cerna yang dapat membunuh mikroba. pH yang asam pada vagina, spermin dalam semen dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri gram-positif. Pembilasan oleh urine dapat mengeliminsasi kuman pathogen. Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti Pseudomonas. Mukus yang kental melindungi sel epitel mukosa, dan dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan cilia. Pada perokok, asam rokok, polutan, alcohol merupakan predictor sehingga memudahkan terjadinya infeksi oportunistik.

3)        Pertahanan humoral
(1)     Komplemen
Berbagai bahan dalam sirkulasi darah seperti komplemen, interferon, CRP dan kolektin berperan dalam pertahanan humoral. Serum normal dapat membunuh dan menghancurkan beberapa bakteri gram-negatif. Hal ini karena adanya kerjasama antara antibodi dengan komplemen. Komplemen dapat rusak karena pemanasan pada 60oC selama 30 menit.
Komplemen dan antibodi dapat menghancurkan membrane lapisan liposakarida (LPS) dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase yang  berperan pada lisis tersebut. Bila lapisan LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus membrane bakteri dan mengancurkan lapisan mukopeptida. Membrane attack complex (MAC) dari system komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam sel membrane bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengnadung bahan-bahan vital keluar sel dan menimbulkan kematian mikroba. Komplemen terdiri dari atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam merespon inflamasi/peradangan.  Komplemen dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternative dalam imunitas nonspesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Fungsi komplemen :
(1)    komplemen dapat menghancurkan sel membrane banyak bakteri
(2)  komplemen dapat berfungsi sebagai factor kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri
(3)  komplemen dapat diikat pada permukaan bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya.
(2)   Interferon
Interferon (IFN) adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, natural killer cell (Sel NK) dan berbagai sel tubuh yang mengandung nucleus dan di lepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dan dapat menginduksi sel-sel disekitart sel yang terinfeksi virus menjadi resisten terhadap virus. Disamping itu interferon dapat mengaktifkan sel NK. Sel yang terinfeksi oleh virus akan menjadi ganas dan perubahan pada permukaan sel akan dihancurkan oleh sel NK. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
Ringkasan :
(1)      sel NK membunuh sel terinfeksi virus intraseluler, sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi.
(2)      Sel NK memebrikan respons terhadap interleukin 12 (IL-12) yang diproduksi makrofag dan melepas IFN-g yang mengaktifkam makrofag untuk membunuh mikroba yang sudah dimakannya.
Produksi interferon diinduksi oleh infeksi virus atau suntikan polinukleotida sintetik. IFN dapat dibagi menjadi 2 type yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I terdiri atas IFN-a yang disekresi makrofag dan leukosit lain, IFN-b disekresi fibroblast. IFN tipe II adalah IFN-g yang disebut juga IFN-imun, disekresi oleh sel-T setelah dirangsang oleh antigen spesifik. IFN juga meningkatkan aktivitas sel-T, makrofag, ekspresi major histocompatibility complex (MHC) dan efek sitolitik sel NK, MHC berfungsi untuk meningkatkan peptide dalam presentasi ke sel-T.
(3)     C-reaktive protein (CRP)
CRP merupakan salah satu protein fase akut termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas non-spesifik. CRP dapat meningkat 100 x atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforikolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur.

Faktor antimikroba non antibodi dalam plasma :
Komplemen
Aktivitas biologi
C3a
Anafilaktosdin, melepas histamine dari sel mast, menimbulkan kontraksi otot polos
C4a
Seperti C3a, tetapi 100 x lebih aktif
C5a
Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi kemotaksis dan degranulasi neutrofil
C3b
Opsonisasi
Fibronektin
Glikoprotein yang meningkatkan adhesi sel, berfungsi sebagai opsonin
IFN
Protein yang menginduksi produksi protein antivirus
Transferin
Protein yang mengikat besi, yang mencegah mikroba memperoleh makanan
Lisozim
Mukopeptidase yang menghidrolisa peptidoglikan dinsing sel bakteri; hilangnya struktur sehingga sel mudah lisis
CRP
Sebagai opsonin, mengikat komponen dinding bakteri terutama fosforilkolin, pada streptokokus pneumonia juga mengaktifkan komplemen.

(4)     Kolektin
Kolektin adalah protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman. Kompleks yang terbentuk diikat reseptor fagosit untuk dimakan, selanjutnya komplemen juga dapat diaktifkan.

4)        Pertahanan seluler
(1)     Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam pertahanan non-spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Makrofag juga berperan sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cell /APC). Kedua sel tersebut tergolong fagosit dan berasal dari sel asal hemopoietik. Granulosit hidup pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa granul berisikan pula laktoferin yang bersifat bakterisidal.
Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi. Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik lain. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut, kemotaksis, menangkap, opsonisasi (diselimuti), memakan /fagositosis, membunuh dan mencerna.
Kemotaksis adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai faktor seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat melepas faktor kemotaksis. Sel PMN bergerak cepat dan sudah ada 2-4 jam setelah terpapar infeksi, sedang monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam untuk sampai di tempat tujuan/lokal infeksi.
Antibodi seperti halnya komplemen (C3b) dapat meningkatkan fagositosis (opsonisasi). Opsonin adalah molekul besar yang diikat dipermukaan mikroba dan dapat dikenal oleh reseptor permukaan neutrofil dan makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi fogositosis. Contoh opsonin adalah IgG.
Destruksi mikroba intraseluler terjadi oleh karena di dalam sel fagosit, monosit dan polimorfonuklear, terdapat berbagai bahan antimikroba seperti lisosom, hydrogen peroksida (H2O2) dan mieloperoksida. Tingkat akhir fagositosis adalah pencernaan protein, polisakarida, lipid dan asam nukleat di dalam sel oleh enzim lisosom. Sel PMN lebih sering ditemukan pada infeksi akut, sedangkan monosit pada inflamasi kronik.

Fagosit mononuclear
Sel monosit
Fagosit mononuclear berasal dari sel pregnitor dalam sumsum tulang. Sesudah berproliferasi dan matang, sel tersebut masuk peredaran darah.

Fungsi monosit sebagai berikut :
Monosit tidak saja menyerang mikroba dan sel kanker dan berperan sebagai APC, tetapi juga memproduksi sitokin dan mengarahkan pertahanan sebagai respons terhadap infeksi. IL-1, IL-6 dan TNF-a menginduksi panas dan produksi protein fase akut di hati, memodulasi produksi seng (Zn) dan tembaga menginduksi produksi hormone kortikotropik adrenal dalam otak dan mempengaruhi metabolisme.

Sel makrofag
Sel-sel monosit yang di produksi dalam sumsum tulang akan masuk ke pembuluh darah. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari peredaran darah ke tujuan di berbagai jaringan untuk berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag bukan stadium akhir karena sel itu masih dapat membelah diri membentuk protein dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan.

Fagosit polimorfonuklear          
Lama sel imun nonspesifik dalam darah
                                                         Darah                         Jaringan
Neutrofil                                         10 jam                         1-2 hari          
Eosinofil                                          2 hari                          4-10 hari
Monosit/makrofag                        1 hari                          4-12 hari s.d berbulan-bulan

(2)     Makrofag
Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding neutrofil. Monosit berintegrasi ke jaringan dan di sana berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai makrofag residen. Sel Kupffer adalah makrofag dalam jaringan hati, histiosit dalam jaringan ikat, makrofag alveolar dalam paru-paru, sel glia di otak dan sel langerhans di kulit. Makrofag dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan, antara lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik.
Istilah reticulo endothelial system (RES) adalah istilah lama yang merupakan sebutan kolektif semua sel fagosit yang dapat hidup lama di seluruh jaringan tubuh. Sekarang sistem tersebut disebut system fagosit makrofag.

(3)     Sel NK
Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th,CTL) dan sel natural killer (sel NK). Yang akhir dalam golongan limfosit ketiga sesudah sel T dan sel B. Jumlahnya sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari limfosit dalam jaringan. Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologi sel NK adalah limfosit yang bergranula sangat besar ( large granular lymphocyte /LGL). Ciri-cirinya memiliki banyak sekali sitoplasma ( limfosit T dan B hanya sedikit mengandung sitoplasma), granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nucleus eksenteris oleh karena itu sel NK sering disebut LGL.

(4)     Sel mast dan Basofil
Sel basofil, sel mast dan trombosit dahulu disebut sel mediator. Sekarang ternyata berbagai sel imun juga melepas berbagai mediator sehingga istilah sel mediator untuk sel-sel tersebut tidak tepat. Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam sirkulasi darah sangat sedikit yaitu < 0,5% dari seluruh sel darah putih. Sel basofil melepas mediator inflamasi. Sel mast adalah sel yang struktur dan proliferasinya serupa dengan basofil, bedanya adalah sel mast hanya ditemukan dalam jaringan yang berhubungan dengan pembuluh darah. Baik sel mast maupun basofil melepas bahan yang memiliki aktifitas biologik antara lain meningkatkan permeabilitas vaskuler dan respons inflamasi serta mengerutkan otot polos bronkus. Granula dalam kedua sel ini mengendung histamine, heparin, leukotrin dan eosinophile chemotactric factor ( ECF). Degranulasi dipacu oleh antara lain ikatan antara antigen dan IgE pada permukaan sel. Peningkatan IgE ditemukan pada reaksi alergi. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan penjamu, jumlahnya menurun pada imunodefisiensi. Sel mast berperan dalam infeksi parasit dalam usus dan invasi bakteri.
Mediator yang dilepas basofil dan sel mast antara lain :
·       Golongan amin; histamine dan serotonin
·       Protease netral ; tripase, protease kemotrropik
·       Protoglikan ; heparin, kondroitin sulfat
·       Asam hidrolase ; beta-heksosaminidase
·       Produk asam arakhidonat
·       Leukotrin : LTC4, LTD4, LTE4
·       Platelet activating factore (PAF)
·       Interleukin; IL-1,IL-3,IL-4,IL-5,IL-6
·       Factor inflamasi ; TGF-b, TNF-a
·       Interferon gama ( IFN-g)
Ada dua macam sel mast yaitu sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Sel mast jaringan ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung histamine dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat oleh kromoglikat yang mencegah lepasnya kalsium ke dalam sel. Sel mast mukosa ditemukan di saluran pencernaan dan saluran napas. Proliferasinya dipacu oleh IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan oleh infeksi parasit.

2.      SISTEM IMUN SPESIFIK
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang di anggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya.
Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut SPESIFIK. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sisterm imun nonspesifik. Pada umumnya terjalin kerja sama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag. Pada imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Pada imunitas seluler, sel T akan mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba atau mengagtifkan sel Tc untuk membunuh sel l terinfeksi.
(1)   Sistem imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel multipoten di sumsum tulang. Pada unggas, sel yang disebut bursal cell atau sel B akan bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang disebut bursa fabricius yang terletak pada kloaka. Pada manusia diferensiasi terserbut terjadi dalam sumsum tulang.
Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisis toksinnya.
(2)   Sistem imun spesfifik seluler
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi di dalam kelenjar timus atau pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% sel timus tersebut mati dan hanya 5% menjadi matang dan meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli (true hormone) dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Sel T terdiri dari beberapa subset dengan fungsi yang berlainan yaitu sel Th1, Th2, T delayed type hypersensitivity/Tdth, cytotoxic T lymphocyte /CTL atau Tc, Ts (supresor) atau Tr (regulator) atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik seluler adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Yang berperan dalam imunitas seluler adalah CD4+ yang mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk mengancurkan mikroba dan sel CD8+ yang membunuh sel terinfeksi. Perbedaan imunitas spesifik humoral dan seluler sebagaimana tabel berikut.

Tabel 11.2 : Perbedaan karakteriktik imun

Imunitas humoral
Imunitas seluler
Ekstraseluler
Intraseluler
Mikroba
Mikroba ekstraseluler
Fagositosis oleh makrofag
Mikroba intraseluler (virus) berkembang biak dalam sel terinfeksi
Respons limfosit
Sel B
Th
CTL
Mekanisme efektor dan fungsi
Antibodi mencegah infeksi dan menyingkir-kan mikroba ekstraseluler
Makrofag yang diaktifkan membu-nuh mikroba yang dimakan
CTL membunuh sel terinfeksi dan menyingkirkan sumber infeksi

(3)   Sel T
Fungsi sel T umumnya berperan pada inflamasi, aktivasi makrofag dalam fagositosis, aktivasi dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi. Sel T juga berperan dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinveksi virus

Tabel 11.3 : Fungsi heterogen sel T 
Subtipe
Simbol
Ag
Sel sasaran
Fungsi
Sitotoksik
Tc
CD8
Tumor, terinveksi virus atau sel dengan permukaan baru
Membunuh sel
Helper
Th
CD4
Sel B, sel T
Sekresi IL
Inducer
Th
CD4
Prekur sel B, T, dan makrofag
Sekresi IL
Supresor DTH
Ts
Tdth
CD8
CD4
B, Th,Tc, sel langerhans
Menekan tumbuh sel, melepas MAF dan limfokin lain
Memori
Tm
CD4
Sel B, sel T
Anamnesis

MAF = macrophage activating factor
MIF = macrophage inhibiting factor

Subset sel T
Sel T terdiri dari atas sel CD4+, CD8+ dan sel NK. Sel T naïf yang terpajang dengan antigen yang diikat MHC yang dipresentasikan APC atau dirangsang sitokin spesifik, akan berkembang menjadi subset sel T berupa CD4+, CD8+  

Sel T naïf
Adalah sel limfosit yang belum matang, belum berdiferensiasi, belum pernah terpajan dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel ditemukan dalam organ limfoid perifer. Sel naïf yang terpajang dengan antigen akan berkembang menjadi sel Th0 yang selanjutnya berkembang menjadi efektor Th1 dan Th2. Sel Th0 memproduksi Il-2, IL-4 dan IFN.

(4)   Sel B
Aktivasi sel B diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor permukaan. Antigen dan perangsang lain termasuk Th merangsang proliferasi dan diferensiasi klon sel B spesifik. Dalam perkembangannya, sel B mula-mula memproduksi IgM atau isotope Ig lain (seperti IgG), menjadi matang atau menetap sebagai sel memori.
Pematangan sel B terjadi dalam berbagai tahap. Fase-fase pematangan sel B berhubungan dengan Ig yang diproduksi.

(5)   Kerja sama antara system imun nonspesifik dan spesifik
Sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik berinteraksi dalam menghadapi infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan sering diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik. Mikroba ekstraseluler mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin. Kompleks antigen-antibodi mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Virus ekstraseluler merangsang sel yang diinfeksinya untuk melepas IFN yang mengarahkan dan mengaktifkan sel NK. Selanjutnya sel ini bermigrasi ke kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen yang dimakannya ke sel T. Sel T yang diaktifkan bermigrasi ke tempat infeksi dan memberikan bantuan ke sel NK dan makrofag.

ANTIGEN
Antigen yang disebut juga dengan imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Beda antara imunogen dan hapten terletak pada besar molekul, kompleks yang terdiri dari molekul kecil disebut hapten sedangkan yang besar disebut imunogen.
Respons sel B terhadap hapten yang memerlukan protein pembawa (karier) untuk dapat dipresentasikan ke sel Th. Epitop atau determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi; dapat di ikat spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang masing-masing merangsang produksi antibodi sepesifik yang berbeda. Paratop adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop. Respons imun dapat terjadi terhadap semua golongan bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam nukleat. Glikolipid dan lipoprotein dapat juga sebagai imunogenik. Superantigen adalah molekul yang sangat poten terhadap mitogen sel T. Contoh superantigen adalah racun / toksin. Superantigen dapat memacu pelepasan sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan TNF yang berperan dalam syok anafilatik.

ANTIBODI
Bila darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagi bahan larut tanpa sel. Bahan larut tersebut mengandung molekul antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai immunoglobulin. Dua ciri utama imunoglobulin adalah spesifisitas dan aktivitas biologinya.
Imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi setelah kontak dengan antigen. Semua molekul immunoglobulin mempunyai 4 rantai polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik serta dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfide.

Imunoglobulin G (IgG)
IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Kadar dalam serum sekitar 13 mg/ml, merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG ditemukan dalam cairan serebrovaskuler dan urine. IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan dalam imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG+komplemen bekerja sebagai opsonin dan memudahkan dalam proses fagositosis pada pemusnahan antigen. IgG merupakan imunoglobulin terbanyak dalam darah terdiri dari ; IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4.

Imunoglobulin A (IgA)
Berat molekul IgA adalah 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas dan saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan ASI sangat tinggi. IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitas sehingga memudahkan fagositosis (opsonisasi) oleh sel PMN. Imunoglobulin dalam cairan lambung terdiri dari 80% IgA, 13% IgM dan 7% IgG yang semuanya berperan dalam imunitas. IgA terdiri dari IgA1(93%) dan IgA2 (7%).

Imunoglobulin M (IgM)
Nama M berasal dari macroglobulin dan berat molekul IgM adalah 900.000 dalton. IgM merupakan imunoglobulin predominan yang diproduksi oleh janin. Kadar meningkat dalam umbilicus pertanda adanya infeksi sebelum lahir. Bayi baru lahir hanya mengandung IgM 10% dari kadar IgM dewasa, karena IgM ibu dapat menembus plasenta. Janin usia 12 minggu sudah mulai membntuk IgM bila sel-Bnya dirangsang oleh infeksi intrauteri seperti TORCH. Kadar IgM anak sama dengan dewasa bila ia sudah berumur 1 tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoglobulin, golongan darah AB adalah IgM.

Imunoglobulin D (IgD)
Dalam serum IgD sangat rendah Hal ini karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat rentan terhadap degradasi proses proteolitik.

Imunoglobulin E (IgE)
Imunoglobulin ini sangat tinggi pada penyakit alergi seperti asma, rhinitis alergi dan dermatitis. IgE mempunyai berat molekul 200.000 dalton IgE mudah diikat sel mast, basofil dan eosinofil. Pada infeksi cacing kadar IgE juga sangat tinggi.

FUNGSI IMUN BAGI TUBUH
Yang dimaksud dengan sistem ketahanan tubuh imunologik adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk menjaga keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Sistem ketahanan tubuh imunologik juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem kompleks dalam tubuh yang berupa jaringan organ dan sel yang fungsinya melindungi tubuh terhadap masuknya kuman, bakteri, virus, parasit dan atau benda asing yang dianggap asing (non-self).
Respons ketahanan tubuh imunologik terjadi bila ada benda asing masuk ke dalam tubuh. Menurut Belanti (1995) respons ketahanan tubuh mencakup semua merkanisme yang membantu individu untuk mengenal berbagai benda asing yang ada di lingkungannya, untuk menetralkan, menghilangkan atau memetabolisasi benda asing tersebut denganb menghindari kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respons ketahanan tubuh dapat bersifat respons ketahanan tubuh non-spesifik (RKT-nonspesifik) dan respon ketahanan tubuh spesifik (RKT-spesifik).
Respons ketahanan tubuh mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) fungsi ketahanan, 2) fungsi homeostasis, dan 3) fungsi pengawasan.
Fungsi ketahanan merupakan upaya melawan segala aktivitas benda asing dengan kemampuan tubuh untuk menyebarkan ketahanan tubuh ke seluruh tubuh tanpa merusak jaringan.
Fungsi homeostasis merupakan mekanisme untuk memenuhi segala kebutuhan umum dari organisme multiseluler yang selalu menghendaki uniformalitas setiap jenis sel tubuh.
Fungsi pengawasan adalah memantau pengenalan jenis abnormal yang secara tetap selalu timbul dalam individu, baik secara spontan atau disebabkan olehg pengaruh virus atau zat kimia.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM IMUN NON SPESIFIK
Berbagai faktor yang disebut determinan berpangaruh terhadap sistem imun nonspesifik yaitu :
1.        Spesies, diantara berbagai spesies ada perbedaan kerentanan yang jelas terhadap mikroba dimana manusia sangat rentan terhadap mikroba.
2.        Keturunan dan usia, infeksi sering terjadi pada anak usia balita dan usia lanjut dibanding dewasa.
3.        Hormon, sebelum pubertas, sistem imun pada pria dan wanita adalah sama. Sistem imun berkembang tanpa pengaruh hormone seks. Androgen yang dilepas pria bersifat imunosupresif. Pada wanita respon imu terintegrasi dengan system endokrin yang tujuannya agar janin dalam kandungan tidak ditolak selama hamil. Plasenta melepas sitokin Th2 yang mencegah respon sel Th1 berupa penolakan janin yang mengandung antigen asal ayah.  Disamping itu selama hamil juga terjadi penurunan aktivitas sel Th1 atas pengaruh estrogen. Estrogen adalah hormone steroid seks yang disekresi ovarium dan dilepas dalam kadar yang tinggi selama dan pertengahan siklus haid dan menetap selama hamil. Estrogen memiliki berbagai efek fisiologis yang berhubungan dengan reproduksi misalnya mempertahankan uterus dan menyiapkan sekresi air susu ibu. Estrogen juga mencegah aktivasi sel T pada wanita sehat. Jumlah sel T berfluktuasi pada wanita sehat selama siklus haid. Janin mendapat sel-sel memori asal ibu hingga mampu memproduksi imunoglobulin sendiri. Kebanyakan wanita hamil membuat antigen terhadap antigen MHC ayah, namun biasanya tidak menimbulkan efek buruk terhadap janin.
Wanita mengalami lebih sedikit infeksi selama hidupnya dibanding pria. Hal ini diduga disebabkan oleh efek relative androgen. Meskipun terjadi penghambatan sel T episodic, wanita tidak menunjukkan infeksi yang lebih sering disbanding pria juga selama hamil. Hal ini menunjukkan peran besar imunoglobulin terhadap infeksi.
Wanita menunjukkan resiko lebih tinggi terhadap penyakit autoimun, sedikitnya sampai menopause, diduga karena faktor estrogen yang merangsang antibodi. Hal ini tidak terjadi pada pria karena hormone androgen bersifat imunosupresif.
4.        Suhu, mikroba tidak dapat hidup pada suhu 37oC. Kelangsungan hidup mikroba sangat tergantung pada suhu.
5.        Nutrisi, nutrisi yang buruk menurunkan resistensi terhadap infeksi.
6.        Stres, stress dapat menimbulkan gangguan respon imun nonspesifik berupa proliferasi limfosit atas pengaruh mitogen, aktivasi makrofag memacu timbulnya sel Tc antigen spesifik, perubahan keseimbangan Th1/Th2, sekresi sitokin dan ekspresi reseptor sitokin.

IMUNISASI
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori terhadap patogen tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksis. Imunitas seluler (sel T, makrofag) yang diinduksi vaksinasi adalah esensial untuk mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus dan jamuir intraseluler. Oleh karena itu vaksinasi harus diarahkan untuk menginduksi baik sistem imun humoral maupun seluler, respons CD4 atau CD8, respons Th1 atau Th2 sesuai dengan yang diperlukan.


Gambar 11.5 : terjadinya imunitas spesifik

 Imunogenitas adalah bahan yang menginduksi respons imun. Respons imun ditandai dengan induksi sel B untuk memproduksi Ig dan aktivasi sel T yang melepas sitokin. Antigenitas adalah kemampuan suatu bahan (antigen) untuk menginduksi respons imun yang dapat bereaksi dengan reseptor antigen tersebut yang diproduksi sel B (antibody) dan reseptor antigen pada permukaan sel T.
Vaksin yang sering digunakan terdiri dari antigen multiple yang masing-masing dapat memiliki antigenitas spesifik atau epitop. Mengingat antigen permukaan merupakan komponen mikroba pertama yang berinteraksi dengan penjamu, antigen eksternal biasanya merupakan antigen yang digunakan dalam vaksinasi. Dalam hal ini respon humoral dan seluler yang diinduksi vaksin menghasilkan produk yang menginaktifkan potensi patogenik mikroba. Antigen harus merupakan bahan-bahan asing untuk penjamu yang derajad antigenisitasnya tergantung jarak filogenetik. Serum kuda lebih imunogeniuk disbanding serum kera. Protein merupakan imunogen poten karena dibentuk oleh 20 asam amino atau lebih yang dapat merupakan epitop khusus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...