Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama
penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi disebut system imun dan reaksi yang dikoordinasi
sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respons
imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap
bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Mikroba
dapat hidup ekstraseluler, melepas enzim dan menggunakan makanan yang banyak
mengandung gizi yang diperlukannya. Mikroba lain menginfeksi sel penjamu dan
berkembang biak intraseluler dengan menggunakan sumber energi sel penjamu. Baik
mikroba ekstraseluler maupun intraseluler dapat menginfeksi subyek lain,
menimbulkan penyakit dan kematian, tetapi banyak juga yang tidak berbahaya
bahkan berguna bagi penjamu.
Pertahanan
imun terdiri atas sistem alamiah atau nonspesifik (natutal / innate /native) dan di dapat atau spesifik (adaptive/acquired). Dalam model ini selanjutnya disebut sistem
imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Perhatikan gambaran sistem
imun berikut :
Tentunya anda juga ingin mengetahui apakah ada perbedaan diantara kedua
sistem imun tersebut. Berikut disajikan tabel perbedaan kedua sistem imun itu,
setelah anda memahami dan menghafal dengan benar jenis sistem imun spesifik dan
non spesifik.
Tabel 11.1
Perbedaan
sifat-sifat system imun nonspesifik dan spesifik
Sifat
|
Non spesifik
|
Spesifik
|
Resistensi
|
Tidak berubah
oleh infeksi
|
Membaik oleh
infeksi berulang karena ada sifat memori
|
Spesifisitas
|
Umumnya efektif
terhadap semua mikroba
|
Spesifik untuk
mikroba yang sudah mensensitasi sebelum-nya
|
Sel yang penting
|
Sel Fagosit (mononuclear dan polimorfonuclear), Sel NK, sel
mast, eosinofil
|
Th, Tdth, Tc, Ts
dan sel B
|
Molekul yang
penting
|
Lisozim,
komplemen, protein fase akut, interferon, CRP, kolektin, Molekul adhesi
|
Antibodi,
sitokin, mediator, molekul adhesi
|
Materi berikut menerangkan bagaimana kerja masing-masing komponen yang ada
di dalam sistem imun non spesifik maupun sistem imun spesifik. Bacalah dan pahami keterangannya, bila ada kesulitan belajar silahkan anda
bertanya kepada dosen narasumber baik lewat e-mail
atau langsung bertanya saat diskusi di kelas maupun di laboratorium.
SISTEM
IMUN NON SPESIFIK
Mekanisme
fisiologi imunitas non spesifik
berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap
mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut.
Disebut non spesifik karena mekanismenya tidak
menunjukkan spesifisitas terhadap
bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial.
Sistem tersebut merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan
respons langsung.
1)
Pertahanan fisik
Dalam sistem
pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lebdir, silia saluran napas,
batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat, dan epitel mukosa yang utuh
tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar
dan selaput lendir yang rusak akibat asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi. Tekanan oksigen yang
tinggi di paru-paru bagian atas membantu hidup kuman aerob seperti
tuberculosis.
2)
Pertahanan biokimia
Kebanyakan
mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun beberapa dapat masuk tubuh
melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam keringat dan sekresi
sebaseus berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi
protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang terjadi melalui kulit.
|
Pertahanan
mikroba pada organ mata berupa :
enzim lisozim dan IgA
Pertahanan
mikroba pada saluran napas : mukosa dan
cilia
Pertahanan
mikroba pada organ kulit : asam lemak dan pH kulit
Pertahanan
mikroba pada organ lambung : asam lambung
Pertahanan
mikroba pada organ usus : peptide antibacterial
Pertahanan
mikroba pada organ perkemihan : pH urine yang asam
Bagaimana
kerja kulit dalam merespon adanya mikroba yang menembus
permukaan kulit “ Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensial yang
ditemukan pada kulit menempati daerah terbatas pada kulit dan menggunakan hanya
sedikit nutrient, sehingga kolonisasi oleh mikroorganisme pathogen sulit
terjadi. Bila mikroba pathogen menempel pada kulit, maka kulit merupakan sawar
/ penahan fisik efektif terhadap pertumbuhan bakteri yang pada dasarnya
dikerjakan oleh keasaman kulit (pH asam) dari asam laktat yang terkandung dalam
sel sebum yang dilepas kelenjar keringat. Sekret dipermukaan mukosa yang
mengandung enzim destruksi seperti lisozim mampu menghancurkan dinding sel
bakteri ”.
Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air
susu ibu melindungi tubuh terhadap kuman gram-positif, karena dapat
menghancurkan lapisan peptidoglikan
pada dinding bakteri. ASI mengandung laktooksidase
dan neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap Esercia coli dan
Stafilokokus.
Air liur
juga mengandung enzim laktooksidase dan immunoglobulin (Ig A) yang merusak
dinding bakteri. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi
dan empedu dalam usus halus banyak menciptakan lingkungan saluran cerna yang
dapat membunuh mikroba. pH yang asam pada vagina, spermin dalam semen dan
jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri gram-positif. Pembilasan oleh
urine dapat mengeliminsasi kuman pathogen. Laktoferin dan transferin dalam
serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa
jenis mikroba seperti Pseudomonas. Mukus yang kental melindungi sel epitel
mukosa, dan dapat menangkap bakteri dan bahan lainnya yang selanjutnya dikeluarkan
oleh gerakan cilia. Pada perokok, asam
rokok, polutan, alcohol merupakan predictor sehingga memudahkan terjadinya
infeksi oportunistik.
3)
Pertahanan humoral
(1)
Komplemen
Berbagai bahan dalam sirkulasi darah seperti komplemen,
interferon, CRP dan kolektin berperan dalam pertahanan humoral. Serum
normal dapat membunuh dan menghancurkan beberapa bakteri gram-negatif. Hal ini
karena adanya kerjasama antara antibodi dengan
komplemen. Komplemen dapat rusak karena pemanasan pada 60oC
selama 30 menit.
Komplemen
dan antibodi dapat menghancurkan membrane lapisan
liposakarida (LPS) dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase
yang berperan pada lisis tersebut. Bila
lapisan LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida dalam serum dapat masuk
menembus membrane bakteri dan mengancurkan lapisan mukopeptida. Membrane attack complex (MAC) dari system
komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam sel membrane bakteri
sehingga bahan sitoplasma yang mengnadung bahan-bahan vital keluar sel dan
menimbulkan kematian mikroba. Komplemen terdiri dari atas sejumlah besar
protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan
berperan dalam merespon inflamasi/peradangan.
Komplemen dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya
(jalur alternative dalam imunitas nonspesifik) atau oleh antibodi
(jalur klasik dalam imunitas spesifik). Komplemen berperan sebagai opsonin yang
meningkatkan fagositosis, sebagai faktor
kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
Fungsi
komplemen :
(1) komplemen dapat menghancurkan sel membrane
banyak bakteri
(2) komplemen dapat berfungsi sebagai factor
kemotaktik yang mengerahkan makrofag ke tempat bakteri
(3) komplemen dapat diikat pada permukaan
bakteri yang memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan memakannya.
(2) Interferon
Interferon (IFN)
adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi makrofag yang diaktifkan, natural killer cell (Sel NK) dan
berbagai sel tubuh yang mengandung nucleus dan di lepas
sebagai respons terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus
dan dapat menginduksi sel-sel disekitart sel yang terinfeksi virus menjadi
resisten terhadap virus. Disamping itu interferon dapat mengaktifkan sel NK.
Sel yang terinfeksi oleh virus akan menjadi ganas dan perubahan pada permukaan
sel akan dihancurkan oleh sel NK. Dengan demikian penyebaran virus dapat
dicegah.
Ringkasan
:
(1)
sel NK membunuh sel terinfeksi virus
intraseluler, sehingga dapat menyingkirkan reservoir infeksi.
(2)
Sel NK memebrikan respons terhadap
interleukin 12 (IL-12) yang diproduksi makrofag dan melepas IFN-g yang mengaktifkam makrofag untuk membunuh mikroba yang
sudah dimakannya.
Produksi
interferon diinduksi oleh infeksi virus atau suntikan polinukleotida sintetik.
IFN dapat dibagi menjadi 2 type yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I terdiri atas
IFN-a yang disekresi
makrofag dan leukosit lain, IFN-b
disekresi fibroblast. IFN tipe II adalah IFN-g yang disebut juga IFN-imun,
disekresi oleh sel-T setelah dirangsang oleh antigen spesifik. IFN juga
meningkatkan aktivitas sel-T, makrofag, ekspresi major histocompatibility complex (MHC) dan efek sitolitik sel NK,
MHC berfungsi untuk meningkatkan peptide dalam presentasi ke sel-T.
(3)
C-reaktive protein (CRP)
CRP merupakan salah satu protein fase akut termasuk
golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai
respons imunitas non-spesifik. CRP dapat meningkat 100 x atau lebih dan
berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat
mengikat berbagai molekul antara lain fosforikolin yang ditemukan pada
permukaan bakteri/jamur.
Faktor
antimikroba non antibodi dalam plasma :
Komplemen
|
Aktivitas biologi
|
C3a
|
Anafilaktosdin, melepas histamine dari sel mast,
menimbulkan kontraksi otot polos
|
C4a
|
Seperti C3a, tetapi 100 x lebih aktif
|
C5a
|
Seperti C3a, juga sangat aktif menginduksi
kemotaksis dan degranulasi neutrofil
|
C3b
|
Opsonisasi
|
Fibronektin
|
Glikoprotein yang meningkatkan adhesi sel, berfungsi
sebagai opsonin
|
IFN
|
Protein yang menginduksi produksi protein antivirus
|
Transferin
|
Protein yang mengikat besi, yang mencegah mikroba
memperoleh makanan
|
Lisozim
|
Mukopeptidase yang menghidrolisa peptidoglikan
dinsing sel bakteri; hilangnya struktur sehingga sel mudah lisis
|
CRP
|
Sebagai opsonin, mengikat komponen dinding bakteri
terutama fosforilkolin, pada streptokokus pneumonia juga mengaktifkan
komplemen.
|
(4)
Kolektin
Kolektin
adalah protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada
permukaan kuman. Kompleks yang terbentuk diikat reseptor fagosit untuk dimakan,
selanjutnya komplemen juga dapat diaktifkan.
4)
Pertahanan seluler
(1)
Fagosit
Meskipun
berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang
berperan dalam pertahanan non-spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear atau
granulosit. Makrofag juga berperan sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cell /APC). Kedua sel
tersebut tergolong fagosit dan berasal dari sel asal hemopoietik. Granulosit
hidup pendek, mengandung granul yang berisikan enzim hidrolitik. Beberapa
granul berisikan pula laktoferin yang bersifat bakterisidal.
Fagositosis
yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi.
Dalam kerjanya, sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem
imun spesifik lain. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai
berikut, kemotaksis, menangkap,
opsonisasi (diselimuti), memakan /fagositosis, membunuh dan mencerna.
Kemotaksis
adalah gerakan fagosit ke tempat infeksi sebagai respons terhadap berbagai faktor
seperti produk bakteri dan faktor biokimiawi yang
dilepas pada aktivasi komplemen. Jaringan yang rusak atau mati dapat melepas faktor
kemotaksis. Sel PMN bergerak cepat dan sudah ada 2-4 jam setelah terpapar
infeksi, sedang monosit bergerak lebih lambat dan memerlukan waktu 7-8 jam
untuk sampai di tempat tujuan/lokal
infeksi.
Antibodi
seperti halnya komplemen (C3b) dapat meningkatkan fagositosis (opsonisasi).
Opsonin adalah molekul besar yang diikat dipermukaan mikroba dan dapat dikenal
oleh reseptor permukaan neutrofil dan makrofag, sehingga meningkatkan efisiensi
fogositosis. Contoh opsonin adalah IgG.
Destruksi
mikroba intraseluler terjadi oleh karena di dalam sel fagosit, monosit dan
polimorfonuklear, terdapat berbagai bahan antimikroba seperti lisosom, hydrogen
peroksida (H2O2) dan mieloperoksida. Tingkat akhir fagositosis adalah pencernaan protein, polisakarida,
lipid dan asam nukleat di dalam sel oleh enzim lisosom. Sel PMN lebih sering
ditemukan pada infeksi akut, sedangkan monosit pada inflamasi kronik.
Fagosit mononuclear
Sel
monosit
Fagosit
mononuclear berasal dari sel pregnitor dalam sumsum tulang. Sesudah
berproliferasi dan matang, sel tersebut masuk peredaran darah.
Fungsi
monosit sebagai berikut :
Monosit tidak saja menyerang mikroba dan
sel kanker dan berperan sebagai APC, tetapi juga memproduksi sitokin dan mengarahkan
pertahanan sebagai respons terhadap infeksi. IL-1, IL-6 dan TNF-a menginduksi panas dan produksi protein
fase akut di hati, memodulasi produksi seng (Zn) dan tembaga menginduksi
produksi hormone kortikotropik adrenal dalam otak dan mempengaruhi metabolisme.
Sel
makrofag
Sel-sel
monosit yang di produksi dalam
sumsum tulang akan masuk ke pembuluh darah. Setelah 24 jam, sel monosit akan
bermigrasi dari peredaran darah ke tujuan di berbagai jaringan untuk
berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag bukan stadium akhir karena sel itu
masih dapat membelah diri membentuk protein dan dapat bertahan hidup
berbulan-bulan.
Fagosit polimorfonuklear
Lama sel
imun nonspesifik dalam darah
Darah Jaringan
Neutrofil 10 jam 1-2 hari
Eosinofil 2 hari 4-10 hari
Monosit/makrofag 1
hari 4-12
hari s.d berbulan-bulan
(2)
Makrofag
Monosit
ditemukan dalam sirkulasi, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding
neutrofil. Monosit berintegrasi ke jaringan dan di sana
berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai
makrofag residen. Sel Kupffer adalah
makrofag dalam jaringan hati, histiosit dalam jaringan ikat, makrofag alveolar
dalam paru-paru, sel glia di otak dan
sel langerhans di kulit. Makrofag
dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan, antara
lain lisozim, komplemen, interferon dan sitokin yang semuanya memberikan
kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik.
Istilah reticulo endothelial system (RES) adalah
istilah lama yang merupakan sebutan kolektif semua sel fagosit yang dapat hidup
lama di seluruh jaringan tubuh. Sekarang sistem
tersebut disebut system fagosit makrofag.
(3)
Sel NK
Limfosit
terdiri atas sel B, sel T (Th,CTL) dan sel natural
killer (sel NK). Yang akhir dalam golongan limfosit ketiga sesudah sel T
dan sel B. Jumlahnya sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi dan 45% dari
limfosit dalam jaringan. Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik
terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologi sel NK adalah limfosit yang
bergranula sangat besar ( large granular
lymphocyte
/LGL). Ciri-cirinya memiliki banyak sekali sitoplasma ( limfosit T dan B hanya
sedikit mengandung sitoplasma), granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan
nucleus eksenteris oleh karena itu sel NK
sering disebut LGL.
(4)
Sel mast dan Basofil
Sel
basofil, sel mast dan trombosit dahulu disebut sel mediator. Sekarang ternyata
berbagai sel imun juga melepas berbagai mediator sehingga istilah sel mediator
untuk sel-sel tersebut tidak tepat. Jumlah sel basofil yang ditemukan dalam
sirkulasi darah sangat sedikit yaitu < 0,5% dari seluruh sel darah putih.
Sel basofil melepas mediator inflamasi. Sel mast adalah sel yang struktur dan
proliferasinya serupa dengan basofil, bedanya adalah sel mast hanya ditemukan
dalam jaringan yang berhubungan dengan pembuluh darah. Baik sel mast maupun
basofil melepas bahan yang memiliki aktifitas biologik
antara lain meningkatkan permeabilitas
vaskuler dan respons inflamasi serta mengerutkan otot polos bronkus.
Granula dalam kedua sel ini mengendung histamine, heparin, leukotrin dan eosinophile chemotactric factor ( ECF).
Degranulasi dipacu oleh antara lain ikatan antara antigen dan IgE pada
permukaan sel. Peningkatan IgE ditemukan pada reaksi alergi. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam
pertahanan penjamu, jumlahnya menurun pada imunodefisiensi. Sel mast berperan
dalam infeksi parasit dalam usus dan invasi bakteri.
Mediator yang dilepas basofil dan sel mast
antara lain :
· Golongan
amin; histamine dan serotonin
· Protease
netral ; tripase, protease kemotrropik
· Protoglikan
; heparin, kondroitin sulfat
· Asam
hidrolase ; beta-heksosaminidase
· Produk
asam arakhidonat
· Leukotrin
: LTC4, LTD4, LTE4
· Platelet
activating factore (PAF)
· Interleukin;
IL-1,IL-3,IL-4,IL-5,IL-6
· Factor
inflamasi ; TGF-b, TNF-a
· Interferon
gama ( IFN-g)
Ada dua macam
sel mast yaitu sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Sel mast jaringan
ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung histamine dan heparin.
Pelepasan mediator tersebut dihambat oleh kromoglikat yang mencegah lepasnya
kalsium ke dalam sel. Sel mast mukosa ditemukan di saluran pencernaan dan
saluran napas. Proliferasinya dipacu oleh IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan oleh
infeksi parasit.
2.
SISTEM IMUN SPESIFIK
Berbeda
dengan sistem imun nonspesifik, sistem
imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang di anggap asing bagi dirinya. Benda asing yang
pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem
imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem
imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih
cepat, kemudian dihancurkan olehnya.
Oleh
karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan
benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu
disebut SPESIFIK. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem
imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sisterm imun nonspesifik. Pada
umumnya terjalin kerja sama antara antibodi-komplemen-fagosit dan
antara sel T-makrofag. Pada imunitas
humoral, sel B melepas antibodi untuk
menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Pada imunitas seluler, sel T akan
mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba atau mengagtifkan sel Tc
untuk membunuh sel l terinfeksi.
(1) Sistem imun spesifik humoral
Pemeran
utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit
B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel multipoten di
sumsum tulang. Pada unggas, sel yang disebut bursal cell atau sel B akan
bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang
disebut bursa fabricius yang terletak pada kloaka. Pada manusia diferensiasi terserbut
terjadi dalam sumsum tulang.
Bila sel
B dirangsang oleh benda asing, sel tersebut akan berproliferasi,
berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi.
Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi
ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta
menetralisis toksinnya.
(2) Sistem imun spesfifik seluler
Limfosit
T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik
seluler. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada
orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan
diferensiasi terjadi di dalam kelenjar timus atau pengaruh berbagai faktor
asal timus. 90-95% sel timus tersebut mati dan hanya 5% menjadi matang dan
meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Faktor
timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon
asli (true hormone) dan dapat
mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Sel T terdiri dari beberapa subset
dengan fungsi yang berlainan yaitu sel Th1,
Th2, T delayed type hypersensitivity/Tdth, cytotoxic T lymphocyte /CTL atau Tc,
Ts (supresor) atau Tr (regulator) atau Th3. Fungsi utama sistem
imun spesifik seluler adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup
intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. Yang berperan dalam imunitas seluler adalah CD4+ yang
mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk mengancurkan
mikroba dan sel CD8+ yang membunuh sel terinfeksi.
Perbedaan imunitas spesifik humoral dan seluler sebagaimana tabel
berikut.
Tabel 11.2
: Perbedaan karakteriktik imun
|
Imunitas humoral
|
Imunitas seluler
|
|
Ekstraseluler
|
Intraseluler
|
||
Mikroba
|
Mikroba ekstraseluler
|
Fagositosis oleh makrofag
|
Mikroba intraseluler (virus) berkembang biak dalam
sel terinfeksi
|
Respons limfosit
|
Sel B
|
Th
|
CTL
|
Mekanisme efektor dan fungsi
|
Antibodi mencegah infeksi dan menyingkir-kan mikroba
ekstraseluler
|
Makrofag yang diaktifkan membu-nuh mikroba yang
dimakan
|
CTL membunuh sel terinfeksi dan menyingkirkan sumber
infeksi
|
(3) Sel T
Fungsi
sel T umumnya berperan pada inflamasi, aktivasi makrofag dalam fagositosis,
aktivasi dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi.
Sel T juga berperan dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinveksi virus
Tabel 11.3
: Fungsi heterogen sel T
Subtipe
|
Simbol
|
Ag
|
Sel sasaran
|
Fungsi
|
Sitotoksik
|
Tc
|
CD8
|
Tumor, terinveksi virus atau sel dengan permukaan
baru
|
Membunuh sel
|
Helper
|
Th
|
CD4
|
Sel B, sel T
|
Sekresi IL
|
Inducer
|
Th
|
CD4
|
Prekur sel B, T, dan makrofag
|
Sekresi IL
|
Supresor DTH
|
Ts
Tdth
|
CD8
CD4
|
B, Th,Tc, sel langerhans
|
Menekan tumbuh sel, melepas MAF dan limfokin lain
|
Memori
|
Tm
|
CD4
|
Sel B, sel T
|
Anamnesis
|
MAF = macrophage activating factor
MIF = macrophage inhibiting factor
Subset
sel T
Sel T
terdiri dari atas sel CD4+, CD8+
dan sel NK. Sel T naïf yang terpajang dengan antigen yang diikat MHC yang
dipresentasikan APC atau dirangsang sitokin spesifik, akan berkembang menjadi
subset sel T berupa CD4+, CD8+
Sel T naïf
Adalah
sel limfosit yang belum matang, belum berdiferensiasi, belum pernah terpajan
dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel ditemukan dalam
organ limfoid perifer. Sel naïf yang terpajang dengan antigen akan berkembang
menjadi sel Th0 yang selanjutnya berkembang menjadi efektor Th1 dan Th2. Sel
Th0 memproduksi Il-2, IL-4 dan IFN.
(4) Sel B
Aktivasi
sel B diawali dengan pengenalan spesifik oleh reseptor permukaan. Antigen dan
perangsang lain termasuk Th merangsang proliferasi dan diferensiasi klon sel B
spesifik. Dalam perkembangannya, sel B mula-mula memproduksi IgM atau isotope
Ig lain (seperti IgG), menjadi matang atau menetap sebagai sel memori.
Pematangan
sel B terjadi dalam berbagai tahap. Fase-fase pematangan sel B berhubungan
dengan Ig yang diproduksi.
(5) Kerja sama antara system imun nonspesifik
dan spesifik
Sistem
imun nonspesifik dan sistem imun spesifik berinteraksi dalam
menghadapi infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan sering
diperlukan untuk merangsang sistem imun spesifik.
Mikroba ekstraseluler mengaktifkan komplemen
melalui jalur lektin. Kompleks antigen-antibodi mengaktifkan komplemen melalui
jalur klasik. Virus ekstraseluler merangsang sel yang diinfeksinya untuk
melepas IFN yang mengarahkan dan mengaktifkan sel NK. Selanjutnya sel ini
bermigrasi ke kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen yang
dimakannya ke sel T. Sel T yang diaktifkan bermigrasi ke tempat infeksi dan
memberikan bantuan ke sel NK dan makrofag.
ANTIGEN
Antigen
yang disebut juga dengan imunogen adalah bahan yang dapat merangsang respons
imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi
yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang produksi
antibodi. Secara fungsional antigen dibagi menjadi imunogen dan hapten. Beda antara
imunogen dan hapten terletak pada besar molekul, kompleks yang terdiri dari
molekul kecil disebut hapten sedangkan yang besar disebut imunogen.
Respons
sel B terhadap hapten yang memerlukan protein pembawa (karier) untuk dapat
dipresentasikan ke sel Th. Epitop atau
determinan antigen adalah bagian dari antigen yang dapat membuat kontak fisik
dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi;
dapat di ikat spesifik oleh bagian dari antibodi
atau oleh reseptor antibodi. Makromolekul dapat memiliki berbagai epitop yang
masing-masing merangsang produksi antibodi
sepesifik yang berbeda. Paratop
adalah bagian dari antibodi yang mengikat epitop. Respons imun dapat terjadi
terhadap semua golongan bahan kimia seperti hidrat arang, protein dan asam
nukleat. Glikolipid dan lipoprotein dapat juga sebagai imunogenik. Superantigen
adalah molekul yang sangat poten terhadap mitogen sel T. Contoh superantigen
adalah racun / toksin. Superantigen dapat memacu pelepasan sejumlah besar
sitokin seperti IL-1 dan TNF yang berperan dalam syok anafilatik.
ANTIBODI
Bila
darah dibiarkan membeku akan meninggalkan serum yang mengandung berbagi bahan
larut tanpa sel. Bahan larut tersebut mengandung molekul antibodi yang
digolongkan dalam protein yang disebut globulin dan sekarang dikenal sebagai immunoglobulin. Dua ciri utama imunoglobulin
adalah spesifisitas dan aktivitas
biologinya.
Imunoglobulin
(Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi
setelah kontak dengan antigen. Semua molekul immunoglobulin mempunyai 4 rantai
polipeptida dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik serta dihubungkan satu sama lain oleh
ikatan disulfide.
Imunoglobulin
G (IgG)
IgG
merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekul 160.000
dalton. Kadar dalam serum sekitar 13 mg/ml, merupakan 75% dari semua
imunoglobulin. IgG ditemukan dalam cairan serebrovaskuler dan urine. IgG dapat
menembus plasenta masuk ke janin dan berperan dalam imunitas bayi sampai umur
6-9 bulan. IgG+komplemen bekerja sebagai opsonin dan memudahkan dalam proses
fagositosis pada pemusnahan antigen. IgG merupakan imunoglobulin terbanyak
dalam darah terdiri dari ; IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4.
Imunoglobulin
A (IgA)
Berat
molekul IgA adalah 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit
tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas dan saluran cerna, saluran
kemih, air mata, keringat, ludah, dan ASI sangat tinggi. IgA dalam serum dapat
mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitas sehingga memudahkan fagositosis
(opsonisasi) oleh sel PMN. Imunoglobulin dalam cairan lambung terdiri dari 80%
IgA, 13% IgM dan 7% IgG yang semuanya berperan dalam imunitas. IgA terdiri dari
IgA1(93%) dan IgA2 (7%).
Imunoglobulin
M (IgM)
Nama M
berasal dari macroglobulin dan berat molekul IgM adalah 900.000 dalton. IgM
merupakan imunoglobulin predominan yang diproduksi oleh janin. Kadar meningkat
dalam umbilicus pertanda adanya infeksi sebelum lahir. Bayi baru lahir hanya
mengandung IgM 10% dari kadar IgM dewasa, karena IgM ibu dapat menembus
plasenta. Janin usia 12 minggu sudah mulai membntuk IgM bila sel-Bnya
dirangsang oleh infeksi intrauteri seperti TORCH. Kadar IgM anak sama dengan
dewasa bila ia sudah berumur 1 tahun. Kebanyakan antibodi
alamiah seperti isoglobulin, golongan darah AB adalah IgM.
Imunoglobulin
D (IgD)
Dalam
serum IgD sangat rendah Hal ini karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat
rentan terhadap degradasi proses proteolitik.
Imunoglobulin
E (IgE)
Imunoglobulin
ini sangat tinggi pada penyakit alergi seperti asma, rhinitis alergi dan
dermatitis. IgE mempunyai berat molekul 200.000 dalton IgE mudah diikat sel
mast, basofil dan eosinofil. Pada infeksi cacing kadar IgE juga sangat tinggi.
FUNGSI IMUN BAGI TUBUH
Yang dimaksud dengan sistem ketahanan tubuh imunologik adalah semua
mekanisme yang digunakan tubuh untuk menjaga keutuhan tubuh sebagai
perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam
lingkungan hidup.
Sistem
ketahanan tubuh imunologik juga dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
kompleks dalam tubuh yang berupa jaringan organ dan sel yang fungsinya
melindungi tubuh terhadap masuknya kuman, bakteri, virus, parasit dan atau
benda asing yang dianggap asing (non-self).
Respons ketahanan tubuh imunologik terjadi
bila ada benda asing masuk ke dalam tubuh. Menurut Belanti (1995) respons
ketahanan tubuh mencakup semua merkanisme yang membantu individu untuk mengenal
berbagai benda asing yang ada di lingkungannya, untuk menetralkan,
menghilangkan atau memetabolisasi benda asing tersebut denganb menghindari
kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respons ketahanan tubuh dapat bersifat
respons ketahanan tubuh non-spesifik (RKT-nonspesifik) dan respon ketahanan
tubuh spesifik (RKT-spesifik).
Respons
ketahanan tubuh mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) fungsi ketahanan, 2) fungsi
homeostasis, dan 3) fungsi pengawasan.
Fungsi ketahanan merupakan
upaya melawan segala aktivitas benda asing dengan kemampuan tubuh untuk
menyebarkan ketahanan tubuh ke seluruh tubuh tanpa merusak jaringan.
Fungsi homeostasis
merupakan mekanisme untuk memenuhi segala kebutuhan umum dari organisme
multiseluler yang selalu menghendaki uniformalitas setiap jenis sel tubuh.
Fungsi pengawasan adalah
memantau pengenalan jenis abnormal yang secara tetap selalu timbul dalam
individu, baik secara spontan atau disebabkan olehg pengaruh virus atau zat
kimia.
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI SISTEM IMUN NON SPESIFIK
Berbagai
faktor yang disebut determinan berpangaruh
terhadap sistem imun nonspesifik yaitu :
1.
Spesies,
diantara berbagai spesies ada perbedaan kerentanan yang jelas terhadap mikroba
dimana manusia sangat rentan terhadap mikroba.
2.
Keturunan
dan usia,
infeksi sering terjadi pada anak usia balita dan usia lanjut dibanding dewasa.
3.
Hormon,
sebelum pubertas, sistem imun pada pria dan wanita adalah sama.
Sistem imun berkembang tanpa pengaruh hormone seks. Androgen yang dilepas pria
bersifat imunosupresif. Pada wanita respon imu terintegrasi dengan system
endokrin yang tujuannya agar janin dalam kandungan tidak ditolak selama hamil.
Plasenta melepas sitokin Th2 yang mencegah respon sel Th1 berupa penolakan
janin yang mengandung antigen asal ayah.
Disamping itu selama hamil juga terjadi penurunan aktivitas sel Th1 atas
pengaruh estrogen. Estrogen adalah hormone steroid seks yang disekresi ovarium
dan dilepas dalam kadar yang tinggi selama dan pertengahan siklus haid dan
menetap selama hamil. Estrogen memiliki berbagai efek fisiologis yang
berhubungan dengan reproduksi misalnya mempertahankan uterus dan menyiapkan
sekresi air susu ibu. Estrogen juga mencegah aktivasi sel T pada wanita sehat.
Jumlah sel T berfluktuasi pada wanita sehat selama siklus haid. Janin mendapat
sel-sel memori asal ibu hingga mampu memproduksi imunoglobulin sendiri.
Kebanyakan wanita hamil membuat antigen terhadap antigen MHC ayah, namun
biasanya tidak menimbulkan efek buruk terhadap janin.
Wanita
mengalami lebih sedikit infeksi selama hidupnya dibanding pria. Hal ini diduga
disebabkan oleh efek relative androgen. Meskipun terjadi penghambatan sel T
episodic, wanita tidak menunjukkan infeksi yang lebih sering disbanding pria
juga selama hamil. Hal ini menunjukkan peran besar imunoglobulin terhadap
infeksi.
Wanita
menunjukkan resiko lebih tinggi terhadap penyakit autoimun, sedikitnya sampai
menopause, diduga karena faktor estrogen yang
merangsang antibodi. Hal ini tidak terjadi pada pria karena
hormone androgen bersifat imunosupresif.
4.
Suhu,
mikroba tidak dapat hidup pada suhu 37oC. Kelangsungan hidup mikroba sangat
tergantung pada suhu.
5.
Nutrisi,
nutrisi yang buruk menurunkan resistensi terhadap infeksi.
6.
Stres, stress
dapat menimbulkan gangguan respon imun nonspesifik berupa proliferasi limfosit
atas pengaruh mitogen, aktivasi makrofag memacu timbulnya sel Tc antigen
spesifik, perubahan keseimbangan Th1/Th2, sekresi sitokin dan ekspresi reseptor
sitokin.
IMUNISASI
Imunisasi
atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori
terhadap patogen tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksis.
Imunitas seluler (sel T, makrofag) yang diinduksi vaksinasi adalah esensial
untuk mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus dan jamuir intraseluler.
Oleh karena itu vaksinasi harus diarahkan untuk menginduksi baik sistem
imun humoral maupun seluler, respons CD4 atau CD8,
respons Th1 atau Th2 sesuai dengan yang diperlukan.
Gambar 11.5
: terjadinya imunitas spesifik
Imunogenitas adalah bahan yang
menginduksi respons imun. Respons imun ditandai dengan induksi sel B untuk
memproduksi Ig dan aktivasi sel T yang melepas sitokin. Antigenitas adalah kemampuan suatu
bahan (antigen) untuk menginduksi respons imun yang dapat bereaksi dengan
reseptor antigen tersebut yang diproduksi sel B (antibody) dan reseptor antigen
pada permukaan sel T.
Vaksin yang sering
digunakan terdiri dari antigen multiple yang masing-masing dapat memiliki
antigenitas spesifik atau epitop. Mengingat antigen permukaan merupakan
komponen mikroba pertama yang berinteraksi dengan penjamu, antigen eksternal
biasanya merupakan antigen yang digunakan dalam vaksinasi. Dalam hal ini respon
humoral dan seluler yang diinduksi vaksin menghasilkan produk yang
menginaktifkan potensi patogenik mikroba. Antigen harus merupakan bahan-bahan
asing untuk penjamu yang derajad antigenisitasnya tergantung jarak filogenetik.
Serum kuda lebih imunogeniuk disbanding serum kera. Protein merupakan imunogen
poten karena dibentuk oleh 20 asam amino atau lebih yang dapat merupakan epitop khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar