- Bahan Toksik Dan Infeksius
Bahan Kimia Beracun Atau Toksik
Toxic
materials dapat berasal dari logam berat, pestisida sampai dengan flame
retardants, dan senyawa-senyawa kimia berbahaya yang tak terpisahkan dalam
kehidupan, bagian dari aktivitas, dipergunakan atau dikonsumsi oleh kita.
Sifat, jumlah, dan kuantitas bahan kimia yang digunakan sangat bervariasi di
berbagai negara. Indonesia sendiri menjadi dumping ground limbah beracun untuk
negara-negara maju dalam bentuk fertilizer/pupuk, lumpur, atau limbah untuk
didaur ulang kembali. Bahan berbahaya beracun (B3) ada dalam bentuk sebagai
bahan baku dalam proses produksi dalam industri, pertambangan atau manufaktur.
Lalu sebagai bagian dari produk dan sebagai limbah (padat, gas, dan cair). Secara
umum sifat dari B3 adalah mudah meledak (explosive), mudah terbakar
(flammable), reaktif (reactive), beracun (poisonous), infeksius (infectious),
dan korosif (corrosive).
POPs
(persistent organic pollutants) menyebar melalui sumber-sumber vital kehidupan,
seperti udara dan air, proses bioakumulasi dalam rantai makanan. Keseluruhannya
berdampak kepada manusia dan ekosistem. Karakteristik khusus dari POPs adalah
persisten, semi volatil (menguap) dengan periode yang cukup lama berada di
lingkungan, serta penyebarannya mencapai jarak jauh (transboundary/regional/global)
juga dapat melalui migrasi spesies/organisme seperti ikan dan burung. Selain
itu merupakan disrupter endokrin/hormon (terutama estrogen), sebagian besar
karsinogenik/penyebab kanker. Pestisida merupakan kategori POPs yang paling
populer dengan kandungan senyawa berbahayanya, selain terdapat POPs yang dibuat
atau terjadi tidak sengaja dan masih dipakai. Istilah Dirty Dozen kemudian
dikenal untuk menyebutkan daftar dua belas senyawa paling berbahaya, yaitu
aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex dan toxaphene
(delapan organo-chlorine dalam pestisida); senyawa kimia industri: HCB
(hexachlorobenzene) dan PCB (poly chlorinated biphenyl; serta dioxin dan furans
(group industrial by-products).
Jika
kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu
bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya
pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam
tubuh. Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari
kita konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita
terlalu banyak mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian
juga obat yang lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu,
jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter.
Dalam dunia laboratorium,
bahan-bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga saluran, yakni :
a.
Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau
ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia
langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di laboratorium.
b.
Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap
kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida.
c.
Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah
terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus
keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek
setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan
segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.
Gangguan
toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya CCL4
dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ; metal isosianat dapat
menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri dapat menimbulkan kelainan
genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa organic yang mengandung cincin
benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab
kanker.
Gangguan
– gangguan tersebut diatas sangat tergantung pada kondisi kesehatan orang yang
terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi akan mudah
mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang
gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.
Efek Akut dan Kronis
Efek keracunan pada tubuh manusia dibagi dua yaitu :
a.
Efek akut yaitu pengaruh sejumlah dosis tertentu yang
akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan
fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau
kematian dalam waktu singkat.
b.
Efek kronis yaitu suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia
dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam
jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan
senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam
kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever)
setelah beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah.
Usaha Menghindari Keracunan
a.
Penggunaan pelarut atau reagen-reagen yang toksik di
usahakan diganti
b.
Perlakuan khusus pada beberapa zat kimia seperti senyawa
yang dengan gugus amino, nitro dan gugus halogen reaktif perlu dicurigai akan
kemungkinan bahayanya
c.
Gunakan lemari asam untuk bahan – bahan yang sekiranya
menimbulkan pencemaran udara kerja
d.
Ventilasi udara, supaya ruangan tidak lembab dan tercemar
oleh gas-gas berbahaya
e.
Makan dan minum di laboratorium sebisa mungkin dihindari
untuk mencegah terjadinya kontaminasi
f.
Alat pelindung seperti masker (pelindung pernapasan), gloves
(sarung tangan), dan kacamata pelindung harus di gunakan meskupun kurang enak
di pakai? He he he he (itung-itung mejeng!!!)
Bahan
infeksius adalah bahan yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium. Limbah ini dapat
menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien, pengunjung, maupun
masyarakat sekitar. Oleh karena itu, limbah ini memerlukan wadah atau kontainer
khusus dalam pengolahannya.
Limbah
bahan berbahaya dan beracun memiliki beragam definisi di setiap negara.
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan
beracun adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkugan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Peraturan
Pemerintah No. 74 tahun 2001 menjelaskan secara singkat klasifikasi B3 sebagai
berikut:
a.
Explosive (mudah meledak) adalah bahan yang pada suhu dan
tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan
atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan
cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.
b.
Toxic (beracun) akan menyebabkan kematian atau sakit yang
serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
c.
Corrosive (korosif) mempunyai sifat sebagai berikut:
1)
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
2)
Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja
3) Mempunyai pH 2 untuk B3 bersifat
asam dan atau pH 12,5 untuk B3 bersifat basa.
d.
Irritant (bersifat iritasi) merupakan padatan maupun cairan
yang bila terjadi kontak secara langsung dan apabila terus menerus kontak
dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan
e.
Chronic toxic (toksik kronis):
f.
Carcinogenic (karsinogen) yaitu sifat bahan penyebab sel kanker
g.
Teratogenic yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio
h.
Mutagenic yaitu sifat bahan yang dapat menyebabkan perubahan
kromosom yang dapat merubah genetika.
- Definisi Toksikologi dan Racun
Toksikologi
adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat sifat dan cara kerja
racun.. Ilmu ini membutuhkan disiplin lain untuk memahaminya. Cabang cabang
ilmu biologi, kimia, biokimia, farmakologi, fisiologi dan patologi adalah ilmu
ilmu yang sangat menunjang dalam mempelajari atau mendalami toksikologi. Para
ahli toksikologi (Toxicologist), dengan tujuan dan metoda tertentu
tugasnya adalah mencari/mempelajari bagaimana bekerjanya (Harmful action)
bahan bahan kimia (beracun) pada jaringan atau tubuh.
Sementara Racun sendiri mempunyai dua pengertian, yaitu :
a.
Menurut Taylor, Racun adalah Setiap bahan/zat yang dalam
jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia yang
menyebabkan penyakit dan kematian.
b.
Menurut pengertian yang dianut sekarang, Racun adalah Suatu
zat yang bekerja pada tubuh secara kimia dan fisiologis yang dalam dosis toksik
selalu menyebabkan gangguan fungsi dan mengakibatkan penyakit dan kematian.
- Cara Masuknya Racun Ke Dalam Tubuh
Racun dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara,
yaitu melalui :
a.
Mulut (Peroral, ingesti)
b.
Saluran pernapasan (Inhalasi)
c.
Suntikan (Parenteral, injeksi)
d.
Kulit yang sehat/sakit
e.
Dubur/vagina (Perektal/pervaginal)
- Golongan Racun Berdasarkan Tempat Racun Mudah Didapat
a.
Racun di Rumah tangga, seperti :
1)
Insektisida
2)
Racun dalam makanan kaleng
3)
Kosmetika
4)
Desinfektan
5)
Deterjen
b.
Racun yang ada di lapangan pertanian/perkebunan, seperti :
1)
Pestisida
2)
Herbisida
c.
Racun yang digunakan dalam dunia pengobatan , seperti :
1)
Analgetika, obat penenang, antibiotik, antidepresan , dll
d.
Racun yang digunakan dalam bidang industri dan laboratorium,
seperti :
1)
Asam – basa
2)
Logam berat
e.
Racun yang ada di alam bebas, seperti :
1)
Opium, ganja
2)
Racun singkong
3)
Racun jamur
4)
Racun binatang
- Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan
Ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya keracunan
pada seseorang;
a.
Jenis Racunnya
b.
Dosis Racun
c.
Cara masuk kedalam tubuh
d.
Stabilitas racun dalam tubuh
e.
Resapan racun dalam tubuh
f.
Kondisi tubuh
- Pembangian Ilmu Toksikologi
Pembagian ilmu toksikologi ada 10, yaitu :
a.
Toksikologi obat ; yaitu meneliti tentang efek obat, dosis
obat dan pengujian toksisitas obat dalam tubuh.
b.
Toksikologi yang menimbulkan ketergantungan ; mencari
hubungan perokok dengan gangguan paru paru dan mencari hubungan teknologi
dengan penggunaan obat.
c.
Toksikologi bahan makanan ; Memeriksa bahan bahan baku yang
digunakan.
d.
Toksikologi pestisida ; mengupayakan pestisida yang
digunakan bermanfaat pada manusia dan tidak merugikan manusia.
e.
Toksikologi pekerjaan ; Mempelajari segala jenis keracunan
dalam pekerjaan dan mencari mencari cara pencegahan racun tersebut.
f.
Toksikologi lingkungan ; menyelamatkan lingkungan dari
pencemaran bahan berbahaya.
g.
Toksikologi asidental; menagaani kecelakaan yang terjadi
karena zat beracun baik cara kriminal maupun kecelakaan.
h.
Toksikologi kedokteran forensic ; identifikasi perdagangan
obat terlarang, identifikasi racun dari bedah mayat.
i.
Toksikologi perang ; identifikasi penggunaan senjata nuklir,
gas air mata.
j.
Toksikologi nuklir/ sinar ; menangani senjata senjata yang
mempunyai reactor nuklir, radio aktif.
Dalam perkembangan lebih lanjut, toksikologi dibagi menjadi
5 cabang yaitu :
a.
Toksikologi Forensik; mempelajari masalah medico-legal dari
kasus kasus keracunan.
b.
Toksikologi Analitik; Mengenali bahan racun melalui analisis
cairan tubuh, isi lambung, tempat makanan yang dicurigai, dll.
c.
Toksikologi Klinik; Untuk mengatasi toksisitas khusus,
mengupayakan tindakan untuk menghilangkan gejala dan mengeluarkan racun
secepatnya dari tubuh dan memberikan antidotum jika ada.
d.
Toksikologi lingkungan ; mempelajari kebahayaan bahan bahan
kimia dimana manusia terpajan tanpa sengaja baik di lingkungan, makanan atau
lingkungan kerja.
e.
Toksikologi hukum : Melindungi masyarakat dengan membuat
undang2, peraturan, dan standar yang membatasi atau melarang penggunaan zat
kimia yang sangat beracun.
- Cara Kerja Racun
a.
Racun bekerja setempat (Lokal) ; menimbulkan rasa nyeri yang
hebat dan disertai peradangan, kematian dan shock.
Contoh :
1)
Racun bersifat korosif ; lisol , asam kuat , basa kuat.
2)
Racun bersifat iritan; arsen, sublimat
3)
Racun bersifat anestetik; kokain, fenol
b.
Racun bekerja sistemik (keseluruh tubuh melalui aliran
darah)
Contoh
:
1)
Narkotika, barbiturat, alcohol Jantung
2)
Insektisida golongan hidrokarbon yang mengandung klor dan
fosfor yang berpengaruh pada hati.
c.
Racun bekerja setempat dan sistemik
Contoh
:
1)
Fenol, arsen, Pb
2)
Fenol selain menimbulkan rasa nyeri (Lokal) juga menyebabkan
depresi pada susunan syaraf pusat.
- PENGAMBILAN SAMPEL UNTUK PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI
- Pada korban yang masih hidup : 5 ml + serbuk Na. Fenorida 1%
a.
Darah 10 ml 5 ml tanpa pengawet
b.
Urine
c.
Bilasan isi lambung
- Pada Mayat :
a.
Lambung dengan isinya : Lambung diikat pada 2 tempat, yaitu
berbatasan dengan kerongkongan dan berbatasan dengan usus 12 jari; hal ini
bertujuan : untuk menghindari hancurnya pil pil atau tablet yang tertelan.
b.
Usus dan isinya : sangat berguna terutama jika kematian
korban terjadi setelah beberapa jam kemasukan racun.
c.
Darah : diambil 50 ml ; bagi 2 diberi pengawet dan tidak
diberi pengawet.
d.
Hati : Tempat metabolisme racun yang terpenting.
e.
Ginjal : untuk identifikasi keracunan logam.
f.
Otak
g.
Urine : untuk tes pendahuluan dan juga tes narkoba.
- Bahan Pengawet
Guna pengawet pada sampel
pemeriksaan toksikologi untuk mempertahankan kondisi sampel agar tidak
mengalami perubahan. Jenis pengawet yang sering digunakan :
a.
Alkohol absolut
b.
Larutan garam jenuh
c.
NaF + Na.Sitrat (2 gr NaF + 50 mg Na sitrat untuk tiap 10
sampel)
d.
Na Benzoat
e.
FMA (Fenil Merkuri Asetat).
- Pengiriman sampel ke Laboratorium
Enam hal yang harus diperhatikan :
a.
Tempat sampel (botol) sebelum dipakai dicuci dengan kromat
yang hangat kemudian dibilas dengan aquadest lalu keringkan.
b.
Tiap wadah diisi satu jenis sampel
c.
Tulis bahan pengawet yang dipakai
d.
Wadah berisi sampel harus disegel dan diberi etiket (Nama
korban, sex, usia, tgl pengambilan, isi botol)
e.
Lampirkan surat permintaan pemeriksaan dari pihak penggugat.
f.
Sampel pada mayat harus diambil sebelum diawetkan.
No.
|
Nama Bahan
|
Banyaknya Yang Diambil
|
1.
|
Otak
|
500
gr/seluruhnya
|
2.
|
Hati
|
500
gr/seluruhnya
|
3.
|
Paru
paru
|
1
bagian/seluruhnya
|
4.
|
Ginjal
|
Kedua
ginjal
|
5.
|
Lambung
|
Seluruh
lambung dan isinya
|
6.
|
Usus
|
Seluruh
usus
|
7.
|
Cairan
Otak
|
Sebanyak
mungkin
|
8.
|
Darah
Jantung
|
50
-100 ml
|
9.
|
Darah
tepi
|
50
-100 ml
|
10
|
Empedu
|
Seluruhnya
|
11
|
Lemak
(dinding Perut)
|
200
gr
|
12
|
Rambut
|
10
gr
|
13
|
Kuku
|
10
gr
|
- KERACUNAN MAKANAN
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain :
1.
Keracunan makanan karena Bakteri
penghasil toksin
2.
Keracunan makanan karena Bakteri
bersifat infeksius
3.
Keracunan makanan karena zat
kimia
4.
Singkong, jengkol, tempe bongkrek
dan oncom
5.
Keracunan disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan dalam makanan
bakteri penghasil toksin, antara
lain : B. cereus, C.botulinum, E.coli dan S.Aureus.
Toksin :
a.
Racun yang ditemukan di sejumlah hewan dan tumbuhan dan
mikroorganisme.
b.
Toksin Botulinum dibentuk saat C.Botulinum tumbuh –
toksinnya merupakan Protein
c.
Kurang lebih 500 gram toksin cukup untuk membunuh manusia !
1.
Clostridium botulinum
Racun
Botulisme adalah protein yang tidak tahan panas, serta dapat dihancurkan dengan
pendidihan ± 15 menit. Botulisme disebabkan oleh eksotoksin yang terbentuk pada
pertumbuhan clostridium botulinum, pada saat pengolahan, makanan awetan tanpa
asam. Makanan yang sering tercemar : Daging, ikan, sayuran, buah zaitun.
Dosis
Fatal dari toksin ini adalah makanan yang terkontaminasi < 5 ml (1sendok
teh), dosis toksik untuk botulinum tipe proteolitik 0.005- 0.1 mcg, sedangkan
dosis toksik untuk botulinum tipe non proteolitik 0.1-0.5 mcg. Toksin ini
menyebabkan kelumpuhan otot dengan memblokir syaraf penggerak sel sel lain.
Gejala
klinis yang timbul akibat keracunan toksin ini adalah : Mual, muntah, gangguan
penglihatan dan vertigo. Sementara gejala patologisnya adalah penyumbatan dan
pendarahan pada semua organ, khususnya susunan syaraf pusat. Pada hati dan
ginjal terjadi perubahan degeneratif.
Tindakan pencegahan terjadinya keracunan ini adalah :
a.
Perbaikan pada proses pengawetan makanan.
b.
Makanan yang diawetkan (makanan kaleng) dipanaskan ± 15
menit sampai suhu > 80 oC baru dihidangkan
c.
Perhatikan label, segel, bentuk kemasan(Kaleng cembung) pada
saat pembelian makanan
Perawatan pada pasien yang keracunan toksin botulinum adalah
:
a.
Penderita harus dirawat jangan menunggu sampai timbul gejala
b.
Tindakan darurat : Pencucian lambung dengan cara dibuat
muntah lalu lanjutkan dengan pencucian perut, kecuali pasien diare.
c.
Penawar : diberikan antitoksin botulisme sampai 50 ml,
sebelumnya lakukan tes sensitifitas terhadap serum dengan menyuntukkan
antitoksin yang diencerkan dalam saline 1 : 10 sebanyak 0,1 ml intradermal,
tunggu 1 jam baru diberikan dosis sebenarnya.
d.
Kejadian biasa : Gangguan pernapasan dibuat dengan
pernapasan buatan; pada kelumpuhan pernapasan, pernapasan dipertahankan dengan
pertolongan mekanis; pada beberapa pasien dianjurkan diberi Guanidin Hcl 15-40
mg/kg/hr peroral untuk mengembalikan neuromuscular block. Prognosis :
50% pasien keracunan berat meninggal. Sedangkan yang dapat bertahan hidup,
kesembuhannya sama sekali masih berbekas sampai lebih dari 1 tahun.
2.
Keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri Infeksius
Bakteri
infeksius yang ditularkan melalui makanan, masuk dan berkembang biak di dalam
tubuh :
- Salmonella
- Campylobacter
- E.coli (jenis tertentu)
- V.Parahaemolityticus
- V.Cholerae, dll
- Salmonellosis
Terdapat 2200 serotip : 200 serotip merupakan penyebab
penyakit yang ditularkan makanan di eropa setiap tahun, 70 % kasus disebabkan
oleh S.enteritidis dan S.Typhymurium. Bahan makanan mentah yang
cenderung terkontaminasi Salmonella : unggas, daging, telur, Buah
buahan, kerang, rempah rempah dan jamu, air yang tidak diolah. Gejala klinis
utama Diare, demam, keram perut, muntah muntah. Tingkat kefatalan < 1%. Masa
inkubasi biasanya 12 – 36 jam. Orang yang berisiko tinggi terhadap kuman ini
adalah : Usia muda, usia tua, wanita hamil, kekebalan yang lemah dan
berpenyakit tertentu. Pada identifikasi di laboratorium terjadi haemoconsentration,
biakan feses di temukan salmonella dan organisme lain.
Pencegahan
terjadinya keracunan ini adalah :
a.
Salmonella rentan terhadap panas, sehingga masak terlebih dahulu
makanan yang akan dihidangkan (± 15 menit)
b.
Pasteurisasi cukup untuk membunuh salmonella pada
makanan dengan kelembaban tinggi.
c.
Pemanasan pada 70 oC selama 2 menit biasanya
cukup untuk membunuh 10 6 salmonella.
Perawatan
:
a.
Tindakan darurat : berikan Chlor promazine 25 – 100 mg
melalui rectal, jika perlu diulang setiap 4 jam untuk penderita muntah muntah
berat.
b.
Tindakan biasa : Istirahat ditempat tidur,dan tidak diberi
apa apa melalui mulut sampai muntah munta sesudah 4 jam, beri minum. Jika
muntah dan diare berat, jaga keseimbangan cairan tubuh dengan memberikan
larutan dextrose 5 % dalam saline.
3.
Keracunan makanan yang disebabkan oleh bahan kimia
Bahaya
bahan kimia dalam bahan Pangan :
a.
Cemaran Industri dan lingkungan
Bahan
Kimia
|
Sumber
|
Bahan
Pangan
|
Timbal
Kadmium
Dioksin
Merkuri
|
Emisi
kendaraan, peleburan, cat, pelapis kaca
Pengolahan
limbah selokan, peleburan
Senyawa
tidak murni, pembakaran
Klor
- alkalis
|
Sayur
sayuran, makanan kaleng, makanan bersifat asam.
Biji
bijian, sayuran, daging, kerang.
Ikan,
susu, lemak hewan
Ikan
|
b.
Cemaran yang berasal dari bahan kimia turunan biologis
c.
Cemaran yang dihasilkan selama pengolahan
1)
Hidrokarbon aromatik berinti banyak
2)
Amina heterosiklik, nitropirene
3)
Nitrosamin
4)
Etil karbamat (Uretan).
d.
Bahan kimia pertanian yang digunakan secara tidak tepat
1)
Pestisida dan obat hewan : Anti mikroba, obat cacing,
terapi.
2)
Pupuk, Racun tikus dll.
e.
Bahan tambahan kimia yang digunakan secara tidak tepat
1)
Langsung : anti oksidan, pewarna, bahan pengawet, pemanis
dll
2)
Tidak langsung : deterjen, peralatan masak dll
3)
Bahan tambahan terlarang : Boraks, asam borat, formaldehida
dan
4)
Pewarna yang tidak aman : Rhodamine B
f.
Bahaya fisik
1)
Bahaya bahan kimia di Rumah :
a)
Makanan dan air yang tercemar
b)
Peralatan masak yang tercemar logam berat
c)
Piring keramik yang disepuh dengan bahan beracun
d)
Kristal bertimah yang dipakai untuk makanan asam
e)
Bahan kimia lain yang dipakai di rumah.
2)
Bahaya bahan kimia dalam makanan :
a)
Keracunan
Gejala :
mual, muntah dan diare, dan penyakit ini biasanya bertahan 24 – 48 jam
Perawatan
: Jika gejala terus berlangsung dan menunjukkan keracunan logam maka perlu
dilakukan perawatan khusus.
b)
Jengkol (Phetecolobium labatum)
termasuk Pete
Penyebab
Keracunan (asam amino yang mengandung belerang)
Asam
jengkolat : zat ini sukar larut dalam air
Urine
yang dianalisa di laboratorium :
Hablur
hablur Jengkol yang berbentuk ceper(Roset)
Gejala
gejala kejengkolan :
1)
Rasa nyeri didaerah pinggang
kadang kadang disertai kejang
2)
Kencing sedikit sedikit,
adakalanya berwarna merah dan putih
3)
Perut kembung dan tdk bisa BAB
4)
Urine berbau jengkol
Gejala keracunan jengkol berat :
1)
Rasa nyeri disekitar ginjal
2)
Rasa sakit waktu buang urine
3)
Perut kembung, mual, muntah
4)
Sukar BAB dan Flatus
5)
Tidak dapat buang urine sama
sekali karena pembuluh urine penuh dengan roset.
P3K :
1)
Berikan tepung bubuk norit
sebanyak 1 sendok setip 1 jam
2)
Berikan susu campur telur
3)
Berikan 4 butir bikarbonat
natriccus supaya urine menjadi basa
4)
Beri minum sebanyak mungkin
5)
Dibawa ke RS
Pencegahan :
1)
Jengkol rendam dahulu dengan air
panas selama semalam dan air rendaman sering diganti sebelum dimakan.
2)
Untuk menghilangkan asam
jengkolatnya, jengkol ditanam dahulu selama 2 – 3 hari.
- PENGERTIAN LIMBAH LABORATORIUM
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal
sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Menurut Recycling
and Waste Management Act limbah didefinisikan sebagai benda bergerak
yang diinginkan oleh pemiliknya untuk dibuang atau pembuangannya dengan cara
yang sesuai, yang aman untuk kesejahteraan umum dan untuk melindungi
lingkungan. Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan
laboratorium.
Sumber
limbah laboratorium dapat berasal diantaranya dari :
1.
Bahan baku yang telah kadaluarsa
2.
Bahan habis pakai (misal medium biakan/ perbenihan yang
tidak terpakai)
3.
Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)
4.
Produk upaya penanganan limbah (misal jarum suntik sekali
pakai)
1. Macam – Macam Limbah Laboratorium
Berdasarkan jenisnya, maka klasifikasi pengumpulan limbah
laboratorium adalah:
Kelas
|
Jenis
|
A
|
Pelarut
organik bebas halogen dan senyawa organik dalam
larutan
|
B
|
Pelarut
organik mengandung halogen dan senyawa organik
dalam
larutan
|
C
|
Residu
padatan bahan kimia laboratorium organik
|
D
|
Garam
dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan
kemasan
pada pH 6 -8
|
E
|
Residu
bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan larutannya
|
F
|
Senyawa
beracun mudah terbakar
|
G
|
Residu
air raksa dan garam anorganik raksa
|
H
|
Residu
garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah
|
I
|
Padatan
anorganik
|
J
|
Kumpulan
terpisah limbah kaca, logam dan plastik
|
Berdasarkan
sifatnya, limbah dibedakan menjadi:
1.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Suatu
limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
manusia. Limbah beracun dibagi menjadi:
- Limbah mudah meledak
- Limbah mudah terbakar.
- Limbah reaktif
- Limbah beracun
- Limbah yang menyebabkan infeksi
- Limbah yang bersifat korosif
2.
Limbah infeksius
Limbah
infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit
menular.
3.
Limbah radioaktif
Limbah
radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radionucleida.
4.
Limbah umum
Berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan, dibedakan
menjadi:
a.
Limbah padat
Limbah padat di laboratorium relatif
kecil, biasanya berupa endapan atau kertas saring terpakai, sehingga masih
dapat diatasi.
Limbah padat dibedakan menjadi:
1)
Limbah padat infeksius
2)
Limbah padat non infeksius
b.
Limbah gas
Limbah yang berupa gas umumnya dalam
jumlah kecil, sehingga relatif masih aman untuk dibuang langsung di udara,
contohnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan
etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).
c.
Limbah cair
Limbah
cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP
No.82 Thn 2001). Umumnya laboratorium berlokasi di sekitar kawasan hunian,
sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah dapat
membahayakan lingkungan sekitar. Limbah cair terbagi atas:
1)
Limbah cair infeksius
2)
Limbah cair domestic
3)
Limbah cair kimia
Berdasarkan atas dasar asalnya,
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1)
Limbah organik
Limbah
ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah
tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui
proses yang alami.
2)
Limbah anorganik
Limbah
anorganik berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak
dapat diperbaharui.
2. Cara Pengelolaan Limbah Laboratorium
Tujuan
penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap
kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah
tersebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
- Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
- Netralisasi
Limbah
yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2
Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4
atau HCI.
a.
Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
Kontaminan logam berat dalam ciaran
diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat
mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
b.
Reduksi-Oksidasi
Terhadap
zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi
(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
c.
Penukaran ion
Ion
logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat
diserap oleh resin anion.
d.
Limbah infeksius
Ada beberapa metode penanganan
limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu
1)
Metode Desinfeksi
Adalah
penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang
dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak aktif.
2)
Metode Pengenceran (Dilution)
dengan
cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi
terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan
sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
3)
Metode Proses Biologis
dengan
menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan menimbulkan
dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
4)
Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya
dalam tanah.
5)
Metode Insinerasi (Pembakaran)
Pemusnah
limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa
kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.
Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit,
jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar
tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung
dari jenis limbah).
6)
Limbah radioaktif
Masalah
penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil
mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah
didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a)
Bentuk : cair, padat dan gas,
b)
Tinggi – rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
c)
Tinggi – rendahnya aktifitas
d)
Panjang – pendeknya waktu paruh,
e)
Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada
2 sistem penanganan limbah radioaktif :
a)
Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai
proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
b)
Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah
radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).
7)
Limbah umum
Limbah
umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat
dan dibakar di insinerator
3. Langkah Nyata Yang Dapat Dilakukan
Untuk Mengurangi Limbah Di Laboratorium
Penggunaan
kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah
melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai
untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton,
kloroform, dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah
dan dilakukan destilasi, sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan
mol reaktan-reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan
residu berupa sisia bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga
akan mengurangi limbah yang dihasilkan.
Pembuangan
langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan
untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang
dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah
laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus
dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa
yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan
sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya
dinetralkan dan dibuang.
Dengan
pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan
organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan
organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
Pembakaran
dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk
bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
Dikubur
didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air.
Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun
- LIMBAH RUMAH SAKIT
1. Pengertian
Limbah
(menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses
produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor 1204/MENKES/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah
rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair
rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur
dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain – lain. Sementara limbah padat rumah
sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.
Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat
tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan
kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan – bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masih buruk.
Limbah
benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai
/ merobek permukaan tubuh. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator,
dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah
sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
2. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah
dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan
kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah
rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis
baik padat maupun cair.
Limbah
medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari,
farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam
dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a.
Limbah benda tajam
Limbah
benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
b. Limbah infeksius
Limbah
infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
1)
Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
2)
Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah
jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah sitotoksik
Limbah
sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam
incinerator dengan suhu diatas 1000oc
e. Limbah farmasi
Limbah
farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan
dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
f.
Limbah kimia
Limbah
kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
g. Limbah radioaktif
Limbah
radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi.
h. Limbah Plastik
Limbah
plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. Selain sampah
klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis
atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal
dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus,
sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan
rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan
jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis
mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti
halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat
karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut
diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan
berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen
Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional
Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di
bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di
dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
3. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap
Lingkungan dan Kesehatan
Pengaruh
limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti:
a.
Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari
sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.
b.
Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam
yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat
menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c.
Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
d.
Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai
jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg,
Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e.
Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun
mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa
senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi
manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.
4. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
a. Limbah padat
Untuk
memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan
A :
1)
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi
dari kamar bedah.
2)
Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
3)
Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan
B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan
gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan
C :
Limbah
dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
Golongan
D :
Limbah
bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan
E :
Pelapis
Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
Dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1. Pemisahan
Golongan
A
Dressing bedah yang kotor, swab dan
limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam
bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi
dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya
diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat
penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila
mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah
tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
a) Sampah dari haemodialisis
Sampah
hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah
pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk
limbah infeksius).
b) Limbah dari unit lain :
Limbah
hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi
atau bagian laboratorium.
Golongan
B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya
dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan
benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari
satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum
diangkut dan dimasukkan denganincinerator.
2. Penampungan
Sampah
klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara
menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
a)
Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
b)
Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang
disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang
telah ditentukan secara terpisah.
c)
Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang
tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.
d)
Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari
binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus
e)
Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
f)
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan
(jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah
lain sambil menunggu pengangkutan.
3. Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan untuk
pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
a)
Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
b)
Tidak akan menjadi sarang serangga
c)
Mudah dibersihkan dan dikeringkan
d)
Sampan tidak menempel pada alat angkut
e)
Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila
tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain
:
a)
Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat
truk pengangkut.
b)
Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah
lain yang dibawa.
c)
Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan
tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
b. Limbah Cair
Limbah
rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan
an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:
1)
Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization
Pond System)
Sistem
pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a)
Pump Swap (pompa air kotor).
b)
Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
c)
Bak Klorinasi
d)
Control room (ruang control
e)
Inlet
f)
Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
g)
Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
2)
Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch
Treatment System)
Sistem
ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini
terdiri dari :
a)
Pump Swap (pompa air kotor)
b)
Oxidation Ditch (pompa air kotor)
c)
Sedimentation Tank (bak pengendapan)
d)
Chlorination Tank (bak klorinasi)
e)
Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur,
biasanya 1 – 2 petak).
f)
Control Room (ruang kontrol)
3)
Anaerobic Filter Treatment System
Sistem
pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic
tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya
akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam
organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak
klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi
zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic
Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
a)
Pump Swap (pompa air kotor)
b)
Septic Tank (inhaff tank)
c)
Anaerobic filter.
d)
Stabilization tank (bak stabilisasi)
e)
Chlorination tank (bak klorinasi)
f)
Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
g)
Control room (ruang kontrol)
Sesuai
dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic
Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
misalnya :
a)
Volume septic tank
b)
Jumlah anaerobic filter
c)
Volume stabilization tank
d)
Jumlah chlorination tank
e)
Jumlah sludge drying bed
f)
Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara
singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai
berikut :
1.
Pengumpulan (Pemisahan Dan
Pengurangan)
Proses
pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3
serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan
pembuangan.
2.
Penampungan
Penampungan
sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius,
kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong
berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
3.
Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara
berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
Pengangkutan
eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site).
Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan
tidak bocor.
4. Pengolahan
dan Pembuangan
Metoda
yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan
peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
a.
Incinerasi
b.
Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap
jenuh bersuhu 121 C)°
c.
Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene
oxide atau formaldehyde)
d.
Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan
cairan kimia sebagai desinfektan)
e.
Inaktivasi suhu tinggi
f.
Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g.
Microwave treatment
h.
Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau
ukuran sampah)
i.
Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk.
5.
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator
adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah
termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non
infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang
rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan
terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara
bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar)
atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu
dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan
gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah
pencemar udara yang sesuai.
5. Penanganan dan Metode Pengolahan
Limbah Rumah Sakit pada Farmasi yang Paling Efektif dan Aman
Dalam
pengelolaan limbah padat baik medis maupun non medis, rumah sakit diwajibkan
melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda
beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam
plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna
kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam
kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna
merah.
Disamping
itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya
sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Dalam hal ini
banyak fakta yang dapat kita temukan bahwa penanganan limbah medis lebih
dominan menggunakan system inceneration, karena dari segi biaya lebih murah
selain itu dapat mengurangi massa dan volume sehingga untuk penanganan
berikutnya menjadi lebih mudah. Limbah dapat ditangani dalam waktu yang relatif
lebih singkat daripada pengolahan secara biologi maupun sistem landfill dan
area yang dibutuhkan relatif lebih kecil.
Pengelolaan
limbah dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa
persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995.
Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang
dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai
penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi
penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang
tinggi.
Gambar alat insenerator
|
|
- Prinsip Kerja Incenerator
Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:
a.
Tahapan pertama adalah limbah atau sampah dalam sampah
menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.
b.
Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak
sempurna, dimana temperature belum terlalu tinggi.
c.
Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar
pertama digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C ~ 600
C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu antara
antara 600 C ~ 1200 C.
Suplay
oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga
materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan
terjadi proses pembakaran yg sempurna, asap yg keluar dari cerobong menjadi
transparan.
Proses Insinerator :
Insinerator
dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relative singkat
mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran
sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double chamber),
sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan
menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak
memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Keseluruhan
kinerja incinerator yang saat ini diterapkan di beberapa negara maju dapat
dibagi pada beberapa tahapan proses yaitu :
1.
Proses penyimpanan sampah dan pengumpanan sampah
2.
Proses pembakaran;
3.
Proses penanganan sisa pembakaran;
4.
Proses pembersihan asap
Skema Pengolahan Limbah Farmasi
Rumah Sakit Dengan Insenerasi
Dalam
ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “
dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar
untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari
sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian
membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian
besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu
pembakaran. Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C
dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara
terdiri dari sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller,
dengan casing almunium dan motor listrik, lubang masuk udara dari
pipa udara utama didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama
dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas
karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang
mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua,
kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar
habis. Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu
mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam
temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai
1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan
sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift
conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya
untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat
dikontrol secara “ automatic “ dengan sistem close loop. Pada
panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai
kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan
terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang
bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus
yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang
Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran
siklon di dalam cerobong. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan
menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat
dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara
menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus
tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam
bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat
pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan
disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk
dipompakan ke cerobong siklon kembali. Dengan
pembakaran sampah secara sempurna temperatur operasi relatif lebih
tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar cerobong, dan asap
berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah terhadap
lingkungan.
MODUL MATA
PELAJARAN
CARA PENANGANAN BAHAN TOKSIS DAN INFEKSIUS
KELAS
XI ANALIS KESEHATAN
Untuk
Semester 1 dan 2
OLEH :
LUKY PURWANINGSARI, S.ST
SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN
KESEHATAN
PGRI MAGETAN
2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I Toksikologi................................................................................. 1
BAB II Pengambilan Sampel
Untuk Pemeriksaan Toksikologi ... 8
BAB III Keracunan Makanan............................................................... 10
BAB IV Limbah
Laboratorium............................................................... 15
BAB V Limbah Rumah
Sakit............................................................... 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar