BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keselamatan
kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja
maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut,
resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika
para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman
dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan
dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.
Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur
yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik,
tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun
ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian
rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti
faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak
memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita
kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan.
BAB II
TINAJAUAN TEORI
A. Pengertian
Dibagi menjadi 2 pengertian,
yaitu
1. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
terhadap hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adl dan makmur.
2. Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
1.
Sasarannya
adalah lingkungan kerja
2.
Bersifat
teknik.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan
(Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah
lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan
Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada yang
menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang
hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and
Health.
Keselamatan kerja atau
Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety
saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan
sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
.Pengertian Kecelakaan Kerja
(accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang
merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Dewasa ini
pembangunan nasional tergantung banyak kepada kualitas, kompetensi dan
profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan produktivitas dan daya saing yang
baik agar dapat berkiprah dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah
satu faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam
berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia kerja.
Pengertian Hampir Celaka, yang
dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang
menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near – accident”, adalah suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang
sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda
atau kerugian terhadap proses kerja.
Pengertian keselamatan kerja
adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat
kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air, didalam air, maupun
diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti
pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan
lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat resiko
bahanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju
dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja.
Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang
lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur
penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa
materil maupun nonmateril.
Keselamatan kerja dapat diartikan
sebagai keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata
lain keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung .pada jenis, bentuk, dan
lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah
sebagai berikut:
1.
Adanya unsur-unsur keamanan dan
kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
2.
Adanya kesadaran dalam menjaga
keamanan dan kesehatan kerja.
3.
Teliti dalam bekerja
4.
Melaksanakan Prosedur kerja
dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara - cara melakukan
pekerjaan (Suma’mur). Sasaran segala tempat kerja (darat, di dalam tanah, permukaan
dan dalam air, udara) :
1.
Industri
2.
Pertanian
3.
Pertambangan
4.
Perhubungan
5.
Pekerjaan umum
6.
Jasa
Kesehatan
kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun
sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut
Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, BAB I pasal 2, keadaan sehat
diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
3.
OHSAS
18001: 2007
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu)
di tempat kerja.
4.
Menurut Mangkunegara (2002)
Keselamatan
dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
5.
Menurut Suma’mur (2001)
Keselamatan
kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan
tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
6.
Menurut Simanjuntak (1994)
Keselamatan kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja
yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,
dan kondisi pekerja .\
7.
Menurut Ridley, John (1983) yang
dikutip oleh Boby Shiantosia (2000)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu
kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya,
perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat
kerja tersebut.
8.
Jackson (1999)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada
kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan
oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan
selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
B.
Tujuan Kegiatan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Kesehatan,
keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk menjamin kesempurnaan atau
kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja serta hasil karya dan budayanya.
Secara
singkat, ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah
sebagaai berikut :
1.
Memelihara lingkungan kerja yang
sehat.
2.
Mencegah, dan mengobati
kecelakaan yang disebabkan akibat pekerjaan sewaktu bekerja.
3.
Mencegah dan mengobati keracunan
yang ditimbulkan dari kerja
4.
Memelihara moral, mencegah, dan
mengobati keracunan yang timbul dari kerja.
5.
Menyesuaikan kemampuan dengan
pekerjaan, dan
6.
Merehabilitasi pekerja yang
cedera atau sakit akibat pekerjaan.
Keselamatan
kerja mencakup pencegahan kecelakaan kerja dan perlindungan terhadap terhadap
tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan sebagai akibat dari kondisi
kerja yang tidak aman dan atau tidak sehat.
Syarat-syarat
kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja ditetapkan sejak tahap perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Adapun yang menjadi tujuan
keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1.
Melindungi tenaga kerja atas hak
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2.
Menjamin keselamatan setiap orang
lain yang berada ditempat kerja.
3.
Sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien.
4.
Melindungi kesehatan, keamanan
dan keselamatan dari tenaga kerja.
5.
Meningkatkan efisiensi kerja.
6.
Mencegah terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1.
Agar setiap pegawai mendapat
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan
psikologis.
2.
Agar setiap perlengkapan dan
peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3.
Agar semua hasil produksi
dipelihara keamanannya.
4.
Agar adanya jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5.
Agar meningkatkan kegairahan,
keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6.
Agar terhindar dari gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7.
Agar setiap pegawai merasa aman
dan terlindungi dalam bekerja
C. Tingkat Pencegahan Gangguan Kesehatan Dan Kecelakaan
Akibat Kerja
Tingkat pencegahan gangguan
kesehatan dan kecelakaan akibat kerja
1.
Peningkatan Kesehatan
a. Pendidikan
kesehatan kepada pekerja
b. Peningkatan
dan perbaikan gizi
c. Penyediaan
perumahan dan lingkungan kerja yang sehat bagi pekerja
d. Rekreasi
bagi pekerja
e. Pemeriksaan
sebelum kerja
2. Perlindungan khusus
a. Imunisasi
b. Higiene
dan sanitasi lingkungan kerja yang sehat
c. Pengenalan
dan perlindungan diri terhadap bahaya akibat kerja
d. Perlindungan
terhadap faktor karsinogen dan alergi
3. Diagnosa
dini dan pengobatan yang tepat
a. Mencari
tenaga kerja terhadap gangguan penyakut tertentu
b. General
ceck up secara teratur
c. Penyaringan
4. Pencegahan
kecacatan
a. Pengobatan
yang adekuat untuk mencegah dan menghentikan proses penyakit
b. Perawatan
yang baik
5. Pemulihan
a. Latihan
dan pendidikan untuk melatih ketrampilan yang ada
b. Penempatan
tenaga cacat secara selektif
c. Menyediakan
tempat kerja yang dilindungi
d. Terapi
kerja di rumah sakit
D. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara
lain : silicosis (karena paparan debu silica), asbestosis (karena
paparan debu asbes), low back pain (karena pengangkutan manual), white
finger syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja), dsb.
Beberapa faktor penyebab penyakit
akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus Jamur,
Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif) ; Fisik
(Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya) ; Biomekanik (Postur, Gerakan
Berulang, Pengangkutan Manual) ; Psikologi (Stress, dsb).
Untuk mencegah penyakit
akibat kerja dapat dilakukan berbagai upaya antara lain :
1. Pemeriksaan
Kesehatan Berkala.
2. Pemeriksaan
Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan
Kesehatan.
4. Penyedian
Sarana dan Prasarana serta perbaikan tempat kerja yang lebih nyaman.
1.
Daftar Penyakit Akibat Kerja
Oleh: dr. Ikhwan Muhammad\
Berikut adalah daftar 31 kelompok
Penyakit Akibat kerja (PAK) sebagaimana yang tercantum pada Lampiran Keputusan
Presiden Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja:
1. Pneumokonisis
yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis,
asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama
penyebab cacat atau kematian.
2. Penyakit
paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam
keras.
3. Penyakit
paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas,
vlas, henep, dan sisal (bissinosis).
4. Asma
akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang
dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis
allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu
organik.
6. Penyakit
yang disebabkan berilium atau persenyawaannya yang beracun.
7. Penyakit
yang disebabkan cadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8. Penyakit
yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9. Penyakit
yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit
yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11. Penyakit
yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit
yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit
yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14. Penyakit
yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit
yang disebabkan oleh karbon disulfide.
16. Penyakit
yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan hidrokarbon afiliatik
atau aromatic yang beracun.
17. Penyakit
yang disebabkan oleh benzene atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit
yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari benzene atau homolognya yang
beracun.
19. Penyakit yang
disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit
yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton.
21. Penyakit
yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti
karbon monoksida, hirogensianida, hidrogen sulfide, atau derivatnya yang
beracun, amoniak seng, braso, dan nikel.
22. Kelainan
pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit
yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24. Penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25. Penyakit
yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi mengion.
26. Penyakit
kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi, atau biologik.
27. Kanker
kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
28. Kanker
paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam
suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus
30. Penyakit
yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban
udara tinggi
31. Penyakit
yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk obat
2.
Ketentuan tentang Penyakit Akibat
Kerja Menurut Keppres No. 22 Tahun 1993
Penyakit Akibat Kerja adalah
penyakit yang bersifat artifisial atau man made disease yang disebabkan oleh
lingkungan kerja, proses kerja, bahan baku, alat kerja, dan oleh pekerjaan itu
sendiri. Definisi lain mengenai Penyakit Akibat Kerja adalah masalah kesehatan
yang disebabkan oleh pajanan (tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrim,
infeksi kuman, radiasi, getaran, bahan berbahaya dan beracun, suara/kebisingan,
debu, gas, asap, dll) di tempat kerja. Data ILO (International Labour
Organization) Tahun 2010 menunjukkan penyakit akibat kerja mengakibatkan
kematian 1,1 juta orang di Asia dan data WHO (World Health Organization) Tahun
2010 menyatakan bahwa hanya 20-50% pekerja di Negara Industri dan 5-10% pekerja
di negara berkembang yang memiliki akses terhadap asuransi dan pelayanan
kesehatan kerja.
Pasal 1 Keppres 22 Tahun 1993
menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan
pekerjaan dan lingkungan kerja. Keppres ini juga melampirkan 31
Penyakit Akibat Kerja dan dalam Pasal 2 Keppres 22 Tahun 1993
dinyatakan bahwa pekerja yang menderita akibat kerja berhak mendapat jaminan
kecelakaan kerja baik dalam masa kerja maupun sesudah hubungan kerja berakhir
sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Batas
pengajuan klaim adalah 3 tahun sejak pekerja mengakhiri hubungan kerjanya
dengan melampirkan hasil diagnosa dokter. Untuk tatacara pengajuan klaim akibat
PAK ini, Anda disarankan untuk mendatangi Kantor Jamsostek terdekat.
3. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umu terjadi di
tempat kerja, berikut beberapa jenisnya yang digolongkan berdasarkan penyebab
dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a.
Golongan fisik: bising, radiasi,
suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan
b.
Golongan kimiawi: semua bahan
kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut
c.
Golongan biologik: bakteri,
virus, jamur, Dll
d.
Golongan fisiologik/ergonomik:
desain tempat kerja, beban kerja.
e.
Golongan psikososial: stres
psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan.
3.1 Macam – Macam Penyakit Di Udara
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan
karena peristiwa alamiah dan dapat pula disebabkan karena ulah manusisa, lewat
kegiuatan industry dan teknologi. Partikel yang mencenari udara banyak macam
dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi
yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umunyaudara
yang tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran
pernapasan atau pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan
yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam
paru-paru. Penyakit Pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis
partikel (debu) yang masuk ataub terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis
penyakit Pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak
kegiatan industry dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi,
antrakosis, dan beriliosis.
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan
oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam
paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silica bebas ini banyak terdapat di
pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton , bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak
terdapat di tempat penampang besi, tima putih dan tambang batu bara.
Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silica
bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silica akan keluar dan terdispersi ke udara
bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi
dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh
debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan
longkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari
udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling
utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan
industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap
asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak.
Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan
pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes
untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan
keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.
c. Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang
kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik
pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan atau pergudangan kapas. Masa
inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda
hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah
lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit
bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah
penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara, penyakit ini
biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada
pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa
batuabara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut
bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan
bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis
murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu
logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam
bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis,
dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan
sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekreja-pekerja industry
yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik
fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan
bahan penunjang industry nuklir.
4. Faktor- Faktor Penyebab Penyakit
Akibat Kerja
a. Faktor Fisik
1)
Suara tinggi atau bising dapat
menyebabkan ketulian
2)
Temperature atau suhu tinggi
dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, Heat
Stroke
3)
Radiasi sinar elektromagnetik
infra merah dapat menyebabkan katarak
4)
Ultraviolet dapat menyebabkan
konjungtivitis
5)
Radio aktif/ alfa/ beta/ gama/ X
dapat menyebabkan gangguan terhadat sel tubuh manusia
6)
Tekanan udara tinggi menyebabkan
Coison Disease
7)
Getaran menyebabkan Reynaud’s
Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis
b. Faktor Kimia
1)
Asal: bahan baku, bahan tambahan,
hasil sementara, hasil samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan
2)
Bentuk: zat padat, cair, gas, uap
maupun partikel
3)
Cara masuk tubuh dapat melalui
saluran pernafasan, saluran pencerrnaan, kulit dan mukosa
4)
Masuknya dapat secara akut dan
sevara kronis
5)
Efek terhadap tubuh: iritasi,
alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan
janin.
c. Faktor Biologi
1)
Viral Desiases: rabies, hepatitis
2)
Fungal Desiases: Anthrax,
Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
3)
Parasitic Desiases:
Ancylostomiasis, Schistosomiasis
d. Faktor Ergonomi/Fisiologi
1)
Akibat cara kerja , posisi kerja,
alat kerja, lkingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah
2)
Efek terhadap tubuh: kelelahan
fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan
kecelakaan
e. Faktor Psikologi
1)
Akibat organisasi kerja (type
kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), type kwerja (monoton,
berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shif, dan terpencil)
2)
Manifestasinya berupa stress
5. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada
individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah
yang dapat digunakan sebagai pedoman:
a. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih
dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti
umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
b. Tentukan pajanan yang dialami
oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh
seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit
dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup :
1)
Penjelasan mengenai semua
pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara khronologis
2)
Lamanya melakukan masing-masing
pekerjaan
3)
Bahan yang diproduksi
4)
Materi (bahan baku) yang
digunakan
5)
Jumlah pajanannya
6)
Pemakaian alat perlindungan diri
(masker)
7)
Pola waktu terjadinya gejala
8)
Informasi mengenai tenaga kerja
lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
9)
Informasi tertulis yang ada
mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
c. Tentukan apakah pajanan tersebut
memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam
kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan
penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar
ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan
diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
d. Tentukan apakah jumlah pajanan
yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi
pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e. Tentukan apakah ada faktor-faktor
lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun
riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
f.
Cari
adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan
penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat
merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak
selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g. Buat keputusan apakah penyakit
tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu
dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki
dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan
merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan
pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya
pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa
tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk
menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang
spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapatbaik dari pemeriksaan
klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis.
6. Penyakit Akibat Kerja &
Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat Kerja Kesehatan
Penyakit
Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di
tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai
penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu
silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab
terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda
dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas
ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan
Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja
tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan
penyakit.
Penyakit
akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis
(kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam
dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat
kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk
salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus
menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis
(ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
a.
Faktor Biologis
Lingkungan
kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang
resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang
bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang
menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian
infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis
kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS
mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1) Seluruh
pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan
desinfeksi.
2) Sebelum
bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat
badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
3) Menggunakan
desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
4) Sterilisasi
dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen
secara benar
5) Pengelolaan
limbah infeksius dengan benar
6) Menggunakan
kabinet keamanan biologis yang sesuai.
7) Kebersihan
diri dari petugas.
b.
Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali
kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula
dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan
dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini
dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang
paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena
alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika
tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1) ”Material
safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui
oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
2) Menggunakan
karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia
dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
3) Menggunakan
alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium)
dengan benar.
4) Hindari
penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5) Menggunakan
alat pelindung pernafasan dengan benar.
c.
Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja
yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua
pendekatan tersebut dikenal sebagai To
Fit The Job To The Man And To Fit The Man To The Job.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau
Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis,
misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan
pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah
sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain).
d.
Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
1) Kebisingan,
getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
2) Pencahayaan
yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi
dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3) Suhu dan
kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4) Terimbas
kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
5) Khusus
untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.
Pencegahan :
a) Pengendalian
cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b) Pengaturan
ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c) Menurunkan
getaran dengan bantalan anti vibrasi
d) Pengaturan
jadwal kerja yang sesuai.
e) Pelindung
mata untuk sinar laser
f) Filter
untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah
e.
Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor
psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
1) Pelayanan
kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang.
Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan
pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan
kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman
kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.
E. Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Inilah
beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya :
1.
Pakailah alat pelindung diri
secara benar dan teratur
2.
Kenali resiko pekerjaan dan cegah
supayah tidak terjadi lebih lanjut
3.
Segara akses tempat kesehatan
terdekat apabila terjadi luka yng berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain
yang dapat ditempuh agar bkerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit.
1. Pencegahan Primer – Healt Promotion
a.
Perilaku kesehatan
b.
Faktor bahaya di tempat kerja
c.
Perilaku kerja yang baik
d.
Olahraga
e.
Gizi
2. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
a.
Pengendalian melalui
perundang-undangan
b.
Pengendalian
administrative/organisasi: rotasi/pembatasn jam kerja
c.
Pengendalian teknis: subtitusi,
isolasi, alat pelindung diri (APD)
d.
Pengendalian jalur kesehatan
imunisasi
3. Pencegahan Tersier
b.
Pemeriksaan kesehatan berkala
c.
Pemeriksaan lingkungan secara
berkala
d.
Surveilans
e.
Pengobatan segera bila ditemukan
gangguan pada kerja
f.
Pengendalian segera ditempat
kerja
REFERENSI
Suma’mur. 2009. Hygiene
Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (Hyperkes).Sagung Seto : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar