Selasa, 03 Desember 2019

Pendidikan IPS jaman now


Implementasi Kurikulum 2013 masih banyak menjadi salah satu sumber ‘kebingungan’ yang harus dihadapi oleh para guru saat ini. Kebingungan tersebut disebabkan belum jelasnya bagaimana penerapan dan pengaplikasian Kurikulum 2013 tersebut di lapangan. Selain bingung tentang penerapan kurikulum 2013, saat ini para guru pengampu mata pelajaran (mapel) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) juga masih belum sepenuhnya bisa melaksanakan sesuai dengan apa yang dimandatkan dari kurikulum mapel IPS. Di lapangan saat ini banyak pengampu IPS, bukan dari lulusan sarjana Pendidikan IPS. Padahal saat ini FIS UNY mulai tahun 2013 Jurusan Pendidikan IPS telah meluluskan sarjananya. Namun, pemerintah sendiri sepertinya belum mengetahui hal tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya lowongan untuk guru IPS tetapi bukan dari lulusan Pendidikan IPS. Melihat dari latar belakang masalah tersebut, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) menggelar Seminar Nasional dengan tema “Pendidikan IPS dan Implementasi Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan Generasi Emas”. Semnas yang digelar Rabu (2/10/2013) di Ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY ini menghadirkan pembicara, Prof. Said Hamid Hasan, Ph.D.,  Sardiman, AM. M.Pd., Kepala BKD DIY yang diwakili oleh Kepala Bidang Mutasi Pegawai BKD DIY, Prapto Nugroho, S.H. dan Guru SMP N 5 Yogyakarta, Arief Wicaksono, S.Pd.
Dalam sesi pertama Sardiman, AM., M.Pd. menyampaikan tentang perlunya pembaharuan dan urgensi pengembangan Kurikulum 2013. Sardiman terkesan dengan statemen  Menteri Pendidikan, Muh Nuh yang mengatakan bahwa “Kurikulum Indonesia belum pernah berubah. Artinya ending-nya tetap rapot dan NEM. Hal ini berarti bahwa perilaku guru dari mulai adanya kurikulum  tahun 1947 hingga kurikulum 2006 sama.” Itulah yang menjadi  salah satu alasan adanya pengembangan kurikulum.
Selain itu, tambah Sardiman, adanya persepsi masyarakat bahwa kurikulum pendidikan saat ini terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif. Selain itu, beban siswa untuk mata pelajaran terlalu berat namun kurang bermuatan karakter. Inovasi yang ada di Kurikulum 2013 adalah adanya mata pelajaran peminatan dan wajib. Mapel wajib yang ditempuh adalah Sejarah Indonesia dan mapel Ilmu Sejarah adalah mapel minat bagi siswa yang merasa berminat mendalami tentang ilmu sejarah. Sardiman menyampaikan tentang tema pengembangan
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam Kurikulum 2013 posisi guru tidak hanya sebagai pengajar dan pendidik seperti yang telah dikenal, namun di kurikulum ini posisi guru juga sebagai fasilitator, leader, motivator, dan sebagai ‘pelayan dan driver-nya’ peserta didik.
Hamid Hasan dalam sesinya menyampaikan bahwa kedudukan pendidikan IPS sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri sejajar dengan mata pelajaran lain adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih besar bagi peserta didik guna mempelajari riancian yang diperlukan. Sementara untuk mapel IPS di SMP menggunakan pendekatan integratif dalam organisasi Kompetensi Dasar (KD) dan pembelajaran. Hamid juga menambahkan bahwa Kompetensi Dasar tersebut diintegrasikan dengan menggunakan konsep Geografi sebagai platform. Integrasi dalam KD dilakukan antara konten Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi dan Antropologi. Yang nantinya bisa disebut sebagai Pembelajaran IPS Terpadu.
Hamid menuturkan, “Tujuan Pendidikan IPS adalah untuk menghasilkan warganegara yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat dan bangsanya, religius, jujur, demokratis, kreatif, analitis, senang membaca, memiliki kemampuan belajar, rasa ingin tahu, peduli dengan lingkungan sosial dan fisik, berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan sosial budaya, serta berkomunikasi secara produktif,“ tuturnya panjang lebar. Konten pendidikan IPS dalam Kurikulum 2013, menurut Hamid meliputi: 1) pengetahuan: tentang kehidupan masyarakat di sekitarnya, bangsa dan umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan lingkungannya; 2) ketrampilan: berpikir logis dan kritis, membaca, belajar (learning skills, inqury), memecahkan masalah, berkomunikasi dan bekerjasama dalam kehidupan bermasyarakat-berbangsa; 3) nilai-nilai kejujuran, kerja keras; sosial, budaya, kebangsaan, cinta damai dan kemanusiaan serta kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai tersebut; 4) sikap: rasa ingin tahu, manidri, menghargai prestasi, kompetitif, kreatif dan inovatif serta bertanggung jawab. Demikian tutur Hamid di depan kurang lebih 200 orang peserta. (Sari)
IPS dalam Kurikulum 2013
Dalam kurikulum 2013, mata pelajaran IPS tercantum dalam struktur Kurikulum 2013 untuk SD/MI dan SMP/MTs. Di SMA dan SMK tidak ada mata pelajaran IPS tetapi mata pelajaran yang terkait dengan disiplin-disiplin ilmu yang secara tradisional dikelompokkan ke dalam kelompok Ilmu-ilmu Sosial.
Materi IPS yang Diajarkan dalam Kurikulum 2013
Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan. Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Berikut materi IPS SD yang diajarkan pada kurikulum 2013 pada masing-masing kelas adalah :
1.      Pada kurikulum 2013 di kelas I dan II SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu pada pendidikan karakter seperti bagaimana cara menghargai keberagaman penduduk, budaya, agama dan ras di Indonesia; mengajarkan siswa agar berbudi pekerti yang luhur; mengajarkan siswa bagaimana cara yang baik dalam kehidupan sosial; serta mengajarkan siswa bagaimana berperilaku yang baik dan benar.
2.      Untuk kelas III SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : mengenal lingkungan sekitar, membuat denah lingkungan, pentingnya bekerja sama, jenis-jenis pekerjaan, kegiatan jual beli, dan mengenal uang.
3.      Pada kurikulum 2013 di kelas IV SD mata pelajaran IPS terintegrasi ke dalam mata pelajaran lain seperti PPKn, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya. Materi IPS yang diajarkan di kelas I SD lebih mengacu pada pendidikan karakter dengan materi seperti berikut : menghargai kebhinekatunggalikaan dan keberagaman agama, suku bangsa; menyajikan bentuk-bentuk kepatuhan terhadap kebiasaan, tata tertib,tradisi, dan adat dalam kehidupan di sekolah, keluarga dan masyarakat sekitar; mengelompokkan identitas suku bangsa ( pakaian tradisional, bahasa, pakaian adat, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat), social ekonomi ( pekerjaan orang tua), di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar; mengetahui keteladanan proklamator kemerdekaan RI melalui pengamatan; menunjukkan keteladanan tokoh proklamator kemerdekaan RI dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan setempat; menerima tempat tinggal dan lingkunyannya sebagaibagian NKRI (misal:empati terhadap kehidupan sekitarnya).
4.      Materi IPS yang diajarkan kepada siswa kelas V SD pada kurikulum 2013 adalah menunjukan prilaku cinta tanah air dan bangga pada produk Indonesia, memahami nilai-nilai kesejarahan kerajaan-kerajaan pada masa kerajaan Hindu, Budha, dan Islam melalui bacaaan dan pengamatan; melaksanakan hak dan kewajiban (bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum) sebagai warga negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan UUD 1945; memahami keragaman agama, sosial dan budaya dalam bingkai kebinekaan; Menghargai perilaku beriman dan bertaqwa dalam kehidupansehari-hari melalui kegiatan ibadah dankegiatan sekolah; Menyajikan berbagai permasalahan sosial di lingkungan sekitar (kabupaten/kota, provinsi) melalui gambar, video, atau cerita; Menerima keputusan atas dasar kesepakatan (musyawarah mufakat) ; Menghargai kebhinneka tunggalikaan produk budaya; Menunjukkan perilaku cinta tanah airIndonesia dan banggaterhadap produk Indonesia; Mengetahui keanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika melalui pengamatan; Meneladani tokoh (pahlawan) yang berperan dalam perjuangan menentang penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia
5.      Untuk kelas VI SD di beberapa sekolah banyak yang tidak menggunakan kurikulum 2013 sehingga materi IPS yang diajarkan kepada siswa adalah sebagai berikut : perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial, benua-benua di dunia, gejala-gejala alam di Indonesia dan negara-negara tetangga, perananan Indonesia pada era global, serta kegiatan ekspor impor.
            Pengorganisasian kurikulum merupakan perpaduan antara dua kurikulum atau lebih yang menjadi satu kesatuan yang utuh, dan dalam pengaplikasian pada kegiatan pembelajaran diharapkan dapat menjadi semangat dalam proses pembelajaran serta pembelajaran menjadi lebih bermakna karena senantiasa mengkaitkan dengan kegiatan praktis sehari-hari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sejalan denga hal tersebut masing-masing anak akan membangun sendiri pemahaman terhadap konsep atau pengetahuna yang baru dan anak menjadi arsitek dalam membangun dalam gagasan baru tersebut.
            Menurut Nasution terdapat tiga tipe kurikulum yakni, separated subject Curriculum, Correlated Curriculum, dan Integrater Curriculum. Berdasarkan dari tipe kurikulum diatas kajian mengenai kurikulum IPS 2013 masuk kedalam tipe kurikulum yang integrated atau terpadu, tidak terkotak-kotan tersendiri, melainkan membentuk satu kesatuan yang utuh antar materi pelajaran yang diajarkan.
            Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan IPS merupakan dua istilah yang sering diucapkan atau dituliskan dalam berbagai karya akademik secara tumpang tindih (overlaping). faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi ialah kurangnya sosialisasi sehingga menimbulkan perbedaan persepi. Faktor lain dimungkinkan karena krnganya forum akademik yang membahas dan memasyarakatkan istilah atau nomenklatur hasil kesepakatan komunikasi akademik.
            Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengkaji tentang isu-isu sosial dengan unsur kajiannya dalam konteks peristiwa, fakta, dan generalisasi. Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat baik masa lalu, masa sekarang, dan kecenderungannya di masa-masa mendatang. Pada jenjang SMP/MTs, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata palajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Kurikulum IPS 2013:2). Berdasarkan uraian tersebut, masalah umum dalam makalah ini dapat dirumuskan yaitu, mengenai analisis kurikulum IPS 2013.
A.    Kurikulum IPS
            Kurikulum integrated merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan  pendekatan antar budidang studi (Trianto,2007:47). Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan priorias kurikuler dan menemukn keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpangg tindih di dalam beberapa bidang studi (Fogarty,1991:76).
            Kelebihan dari tipe integreted yakni, (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga siswa dalam pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan berkembang. (2) memotivasi siswa dalam belajar. (3) tipe integreted juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Tipe ini guru tidak perlu mengulang kembali mteri yangtumpang tindih, sehingga tercapailaj efisiensi dan efektifitas pembelajaran.
            Selain terdapat kelebihan pada kurikulum integrasi IPS, juga terdapat kekurangan diantaranya, (1) terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diperioritaskan. (2) penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe integrasi secara utuh. (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya. (4) pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari msing-masing bidang studi menurut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
B.     Perubahan Pada IPS
No
Implementasi kurikulum lama
Kurikulum baru
1.
Materi disajikan terpisah menjadi Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
Materi disajikan terpadu, tidak dipisah dalam kelompok Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
2.
Tidak ada platform, semua kajian berdiri sejajar.
Menggunakan geografi sebagai platform kajian dengan pertimbangan semua kejadian dan kegiatan terikat dengan lokasi. Tujuannya adalah menekankan pentingnya konektivitas ruang dalam  memperkokoh NKRI. Kajian sejarah, sosiologi, budaya, dan ekonomi disajikan untuk mendukung terbentuknya konektivitas yang lebih kokoh.
3.
Diajarkan oleh guru berbeda (team teaching) dengan sertifikasi berdasarkan masa kajian.
Diajarkan oleh satu orang guru yang memberikan wawasan terpadu antar mata kajian tersebut sehingga siswa dapat memahami pentingnya keterpaduan antar mata kajian tersebut sebelum mendalaminya secara terpisah dan lebih mendalam pada jenjang selanjutnya.
            Pengorganisasian kurikulum merupakan perpaduan antara dua kurikulum atau lebih yang menjadi satu kesatuan yang utuh, dan dalam pengaplikasian pada kegiatan pembelajaran diharapkan dapat menjadi semangat dalam proses pembelajaran serta pembelajaran menjadi lebih bermakna karena senantiasa mengkaitkan dengan kegiatan praktis sehari-hari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Terdapat tiga tipe kurikulum yakni, separated subject Curriculum, Correlated Curriculum, dan Integrater Curriculum. Berdasarkan dari tipe kurikulum diatas kajian mengenai kurikulum IPS 2013 masuk kedalam tipe kurikulum yang integrated atau terpadu, tidak terkotak-kotan tersendiri, melainkan membentuk satu kesatuan yang utuh antar materi pelajaran yang diajarkan.
            Kelebihan dari tipe integreted yakni, (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi. (2) memotivasi siswa dalam belajar. (3) tipe integreted juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat. Selain terdapat kelebihan pada kurikulum integrasi IPS, juga terdapat kekurangan diantaranya, (1) terletak pada guru. (2) penerapannya. (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi. (4) pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari msing-masing bidang studi menurut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.
            Kurikulum IPS 2013 sekarang, materi disajikan terpadu, tidak dipisah dalam kelompok Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi. Menggunakan geografi sebagai platform kajian dengan pertimbangan semua kejadian dan kegiatan terikat dengan lokasi. Tujuannya adalah menekankan pentingnya konektivitas ruang dalam  memperkokoh NKRI. Kajian sejarah, sosiologi, budaya, dan ekonomi disajikan untuk mendukung terbentuknya konektivitas yang lebih kokoh. Diajarkan oleh satu orang guru yang memberikan wawasan terpadu antar mata kajian tersebut sehingga siswa dapat memahami pentingnya keterpaduan antar mata kajian tersebut sebelum mendalaminya secara terpisah dan lebih mendalam pada jenjang selanjutnya.

Pemikiran kekinian yang berkaitan dengan profesi pendidik dan relevansinya dengan masa sekarang

Jelaskan dengan pemikiran – pemikiran kekinian yang berkaitan dengan profesi pendidik (syarat – syarat profesi yang normatif) ! Apakah itu masih relevan dengan masa sekarang ?
Jawab :
Guru tidak lagi menjadi cita – cita yang diidamkan. Kalangan pelajar generasi now ternyata lebih memilih menjadi pengusaha atau profesi kekinian lain ketimbang menjadi pahlawan tanda jasa tersebut. Tren ini ditemukan berdasar survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap peserta ujian nasional (UN). Dari angket yang disebar, hanya 11% siswa yang ingin menjadi guru. Angket UN 2019 diisi oleh 512.500 siswa (25,94%) peserta UN berbasis komputer 2019. Setiap sekolah maksimal 60 siswa mengisi angket. Jumlah sekolah responden adalah 8.549 SMA/MA (40%).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendikbud Totok Suprayitno mengungkapkan, angket yang disebar di sekolah formal salah satunya diarahkan untuk mengetahui cita-cita anak di masa depan. “Kebanyakan mereka ingin jadi wirausahawan hebat. Yang (ingin jadi) presiden juga ada. Banyak” ujar Totok di Jakarta kemarin. Mantan Atdikbud RI di Washington DC ini menjelaskan, dari total responden angket yang menjawab ingin menjadi guru hanya 11%, sedangkan 89% lainnya menjawab bukan bercita-cita menjadi guru. Dari 11% yang ingin menjadi guru, 80% di antaranya berasal dari pelajar perempuan.
“Angket menggali lebih dalam tentang siapa siswa yang ingin menjadi guru, karena guru sebagai tonggak utama pendidikan yang akan mendidik anak bangsa di masa depan,” katanya. Dia lantas menuturkan, jika dilihat lagi dari hasil UN siswa yang ingin menjadi guru rerata nilai UN mapel Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika capaiannya lebih rendah dibandingkan siswa yang memilih profesi lainnya sebagai cita-cita. Intinya, ujar Totok, yang ingin menjadi guru bukanlah siswa yang nilai akademisnya terbaik dari seluruh responden.
Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah sangat berharap seseorang yang menjadi tenaga pendidik adalah siswa – siswi terbaik. Apalagi, saat ini guru yang sudah bersertifikat itu digaji dua kali lipat. “Seperti di Finlandia (yang menjadi), guru merupakan the best, top of the creme ini tertarik menjadi guru. Di Indonesia, rasanya belum berdampak”, jelasnya. Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto menanggapi positif  banyaknya siswa yang ingin menjadi pengusaha. Dia menilai bangsa Indonesia saat ini banyak membutuhkan pengusaha sebagai penggerak ekonomi. Adapun mengenai minimnya pelajar yang ingin menjadi guru, menurut dia hal tersebut tidak bisa dipaksa karena profesi guru tidak hanya terkait minat, tetapi kompetensi dan keseriusan hati para calon guru.
Pada jaman ini seseorang memilih menjadi guru lebih terdorong oleh hasrat dalam diri untuk membaktikan diri. Ia memahami konsekuensi menjadi guru adalah melayani, dan sudah sadar bahwa ia tidak akan kaya seperti seorang pengusaha. Di era 1980-n seorang guru yang mempunyai kemampuan lebih bisa memberikan les privat di luar jam sekolah, itu adalah pemasukan tambahan selain gaji pokok sebagai seorang guru. Ada juga yang membuka warung kecil – kecilan untuk menambah lauk di rumah. Belum lagi di daerah terpencil, tenaga mereka dihargai dengan hasil lading orang tua murid. Maka di jaman itu kita sering mendengar istilah: “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
”Guru pada jaman itu merupakan suatu profesi yang sangat terhormat, karena dianggap memiliki pengetahuan lebih daripada masyarakat setempat. Masyarakat juga menuntut para guru mengajarkan nilai moral kepada anak-anak mereka, di samping pengetahuan baca tulis dan berhitung. Guru juga punya hak otoriter sebagai pengganti orang tua bila anak berada di sekolah. Cara mendidik mereka lebih banyak menggunakan pendekatan pribadi yang membuat interaksi guru murid lebih erat. Hal ini terbawa sampai di luar jam sekolah karena kondisi social masyarakat jaman dulu yang lebih bersifat kekeluargaan.
Perekrutan tenaga pendidik sekarang lebih mengutamakan nilai kelulusan dan sertifikasi yang dimiliki guru tersebut. Apakah guru tersebut sudah pasti kompeten mengajar dengan kelulusan yang bernilai tinggi dan banyaknya sertifikat yang dimiliki? Belum tentu. Namun sudah menjadi pengetahuan umum bahwa sekolah-sekolah yang ingin merekrut guru di samping pengalaman minimal 1 atau 2 tahun juga meminta bukti berupa sertifikat yang dimiliki guru tersebut sebagai bukti bahwa ia mempunyai ‘skill’ lebih. Tuntutan ekonomi membuat dedikasi mengajar sebagai suatu pelayanan menjadi berkurang.
Bisa dimaklumi karena media apapun sekarang berlomba menawarkan barang konsumsi. Guru juga seorang manusia, ia punya keluarga yang harus dihidupi. Di jaman sekarang tuntutan ekonomi seakan tidak pernah habis, malah selalu naik setiap tahunnya. Cara mendidik guru sekarang juga sangat jarang menggunakan pendekatan pribadi lagi. Wibawa seorang guru tidak lagi dianggap sebagai pihak otoriter yang mesti disegani, dipanuti. Murid menganggap guru mengajar hanya menjalankan kewajiban, interaksi guru-siswa terbatas pada jam sekolah. Masyarakat sekarang yang lebih mengarah ke individualis, terutama di kota-kota besar, membuat interaksi personal semakin berkurang.
Dalam pandangan al – Ghazali, sentral dalam pendidikan adalah hati sebab hati merupakan esensi dari manusia. Menurutnya, substansi manusia bukanlah terletak pada unsur-unsur yang ada pada fisiknya, melainkan berada pada hatinya dan memandang manusia bersifat teosentris sehingga konsep tentang pendidikannya lebih diarahkan pada pembentukan akhlak yang mulia. Tugas guru tidak hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga membimbing, mengarahkan, meningkatkan, dan menyucikan hati untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jadi, peranan guru sangatlah besar, bukan hanya mengajar, mentransfer ilmu, melainkan yang lebih penting adalah mendidik.
Pandangan al – Ghazali terhadap guru sangat idealistik. Idealisasi guru, menurutnya, adalah orang yang berilmu, beramal, dan mengajar. Berangkat dari perspektif idealistik tersebut, al-Ghazali menegaskan bahwa pendidik atau guru perlu menjaga etika dan kode etik profesinya. Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi guru (pendidik) meliputi delapan hal berikut :
a.         Menyayangi peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
b.        Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah sehingga ia tidak mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jasa. Akan tetapi, semata-mata mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
c.         Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasihat kepada peserta didiknya, yang meliputi nasihat tentang tahapan mencari ilmu (termasuk prioritas studi keilmuan yang harus digeluti), serta nasihat tentang tujuan mencari ilmu yang berorientasi pada pendekatan diri kepada Allah.
d.        Mencegah peserta didik terjerembab ke dalam akhlak tercela melalui cara sepersuatif mungkin dan melalui cara penuh kasih sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar.
e.         Kepakaran guru dalam spesialisasi keilmuan tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh disiplin keilmuan lainnya.
f.         Guru menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik.
g.        Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi secara jelas, konkret, dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.
h.        Guru mau mengamalkan ilmunya sehingga antara terjadi keterpaduan antara ucapan dan tindakan guru. Bagaimanapun, ilmu hanya diketahui dengan mata hati (basha’ir), sedangkan perbuatan diketahui dengan mata kepala (abshar). Apabila terjadi kontradiksi antara ilmu dan amal, tentu akan menghambat keteladanan.
Era global ditandai dengan adanya perdagangan bebas dan semakin meningkatnya persaingan serta gejolak harga pasar yang membuat ketidakpastian (risiko usaha) semakin meningkat. Era ini ditandai pula dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin hari semakin meningkat. Miliaran informasi dapat kita akses setiap hari dengan sangat mudah. Dunia yang teramat luas ini seakan menjadi kecil dan dekat secara berlipat-lipat. Konsekuensinya, ilmu pengetahuan pun berkembang dengan sangat pesat.
Turbulensi (pergolakan) arus global ini amat kuat dan dampaknya pada semua aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Pendidikan mau tak mau masuk dalam perangkap arus dan mengalami turbulensi ini. Bagi pendidikan, turbulensi arus global bisa menimbulkan paradoks atau gejala kontra moralitas, yakni pertentangan dua sisi moral secara diametral, seperti guru memberi pesan agar anak tidak terlibat tawuran, tetapi di lingkungan masyarakat justru sering dipertontonkan adanya bentrok antarwarga atau antarkelompok masyarakat; di sekolah diadakan razia pornografi, tetapi media massa semakin tidak sungkan untuk mengumbar segala yang merangsang birahi; begitu pula harapan agar peserta didik tampil kreatif dan egaliter, tetapi di rumah ia justru menyaksikan perilaku orang tua yang otoriter.
Globalisasi membawa dampak terjadinya kontra-moralitas antara apa yang diidealkan dalam pendidikan dan realitas di lapangan. Arus global bukanlah lawan atau kawan bagi pendidikan, melainkan sebagai dinamisator bagi “mesin” yang berjuluk pendidikan. Bila pendidikan mengambil posisi antiglobal, maka “mesin” tersebut tidak akan stationaire alias macet, lalu pendidikan pun mengalami intellectual shut down atau penutupan intelektual. Sebaliknya, bila pendidikan terseret oleh arus global, tanpa daya lagi identitas sebuah proses pendidikan akan dilindas oleh “mesin” tadi.
Menutup diri atau bersikap eksklusif terhadap globalisasi bisa mengakibatkan ketinggalan zaman, sementara membuka diri juga berisiko kehilangan jadi atau kepribadian. Oleh karena itu, pendidikan perlu melakukan tarik ulur terhadap arus global; mana yang baik dan sesuai, diambil; dan mana yang tidak baik dan tidak pula sesuai, dilepaskan atau ditinggalkan. Di atara dampak nyata dari arus global adalah perubahan pola hidup manusia yang cenderung semakin materialistik dan pragmatis keduniaan. Kondisi ini menemukan keserupaan dengan masa hidup al – Ghazali, dimana pada masa itu masyarakat Islam juga memiliki kecenderungan demikian.
Realitas sosial masyarakat Indonesia sekarang yang materialistik dan hedonis sebenarnya hampir tidak berbeda dengan kondisi masyarakat Barat. Jika ditarik ke belakang, masa ini juga sudah menggejala di masa al – Ghazali. Aktivitas belajar dan keilmuan semata-mata diorientasikan pada capaian – capaian kebendaan dan keduniaan. Guru sibuk mengurus segala administrasi demi mendapatkan sertifikasi, namun abai terhadap loyalitasnya kepada ilmu dan para penuntut ilmu. Tidak berlebihan jika kemudian penulis menyimpulkan bahwa pemikiran al – Ghazali masih relevan untuk digaungkan sebagai ikhtiar memperbaiki pendidikan dan moralitas masyarakat di Indonesia.
Namun, dengan tetap mengkritisi sisi – sisi yang harus dikontekstualisasikan relevansinya dengan era sekarang. Misalnya, tentang guru yang oleh al – Ghazali ditegur keras agar tidak mencari upah dalam mengajar.  Kode etik pendidik oleh al – Ghazali ini hendaklah dimaknai bahwa guru/pendidikan harus memiliki loyalitas terhadap ilmu pengetahuan dan proses pendidikan. Adapun upah atau aspek ekonomi merupakan orientasi sekunder yang selayaknya didapat oleh pendidik sebangun dengan sumbangsihnya secara total terhadap kemajuan pendidikan.
Oleh karena itu perlu kiranya seorang pendidik untuk selalu meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan sikap yang baru dalam performa tugas kewajibannya. Formulasi tersebut menjadi tanggung jawab seorang pendidik untuk selalu bisa berperan dalam segala konteks. Melihat banyaknya perubahan dinamika dari waktu ke waktu maka pendidik dituntut untuk aktif dan selalu bergerak demi menyelamatkan generasi penerus bangsa.
Ada beberapa hal yang penting untuk dapat diambil yaitu seorang pendidik harus mempunyai modal yang luar biasa yang menyangkut tentang kejiwaan, kepribadian, serta pemahaman atas budaya yang ada di Indonesia, dengan memiliki hal ini maka seorang pendidik senantiasa akan berprilaku yang baik, jauh dari kekerasan dalam mendidik.
Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping memberikan ilmu pengetahuan-pengatahuan, keterampilan, juga mendidik anak beragama. Disinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau mushola, dirumah dan sebagainya. Guru memang menempati kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabakan seorang guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa figur gurulah yang dapat mendidik peserta didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. Dalam Undang-undang guru dan dosen bab1 pasal 1 ayat (1).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru merupakan salah satu dari key factor dalam pembelajaran. Sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya. Lingkungan yang positif yaitu lingkungan sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya system pembelajaran.
Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak picik,dan berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniadakan kepercayaan agama di kalangan peserta didik. Tata tertib disekolah juga sangat mempengaruhi perkembangan anak, oleh karena itu disekolah harus menanamkan sikap disiplin kepada anak, karena kedisiplinan itu harus dimulai sejak dini.
Dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa fungsi sekolah, yaitu sebagai lembaga yang memfasilitasi proses perkembangan anak secara menyeluruh sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan harapan – harapan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta berperan dalam hal pengembangan aspek sosiomoral dan emosi anak dengan kemampuan guru dalam mendidik dan karakteristik-karakteristik pribadi yang sesuai dalam lingkungan pendidikan dan masyarakat.
Sifat yang ditonjolkan oleh guru tidak lain ialah sifat yang baik karena permasalahan yang terpenting dalam interaksi pembelajaran ialah mengenai pendidikan moral “moral education” yang harus selalu ditunjukkan, terutama dalam pengaruh kehidupan sosial yang menjadi basis terbentuknya sebuah moralitas kehidupan. Yang mana dari kesemuanya merupakan pendukung terbentuknya moral, baik diterapkan oleh pendidik ataupun peserta didik dalam kehidupan.

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...