BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses
belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas.
Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan
materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar mengajar yang
baik adalah proses belajar yang dapat mengena pada sasaran melalui kegiatan
yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa
untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut. Dalam proses
belajar mengajar, strategi sangat dibutuhkan oleh guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Strategi merupakan cara atau keinginan guru dalam membawa siswa
menuju target yang diinginkan secara tepat.
Untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, ada empat strategi dasar
dalam belajar mengajar. Strategi itu adalah:
(1) mengidentifikasikan serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian siswa seperti yang diharapkan, (2)
memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan
hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan tehnik
belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat
dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan (4) menetapkan
norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar
keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam mengevaluasi
kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya dijadikan umpan balik untuk
kepentingan kegiatan pembelajaran.
Di dalam proses
belajar dan mengajar ada berbagai kendala. Kendala tersebut bisa berupa kondisi
pembelajaran yang membosankan, siswa yang kurang memperhatikan dan tidak mau mendengarkan penjelasan
gurunya,serta anak didik yang bandel. Bagi guru semua peristiwa tersebut adalah
peistiwa yang sangat menjengkelkan,sehingga guru menganggap kelas tersebut
menjadi kelas yang bandel,sulit di diurus dan lain sebagainya. Guru yang
demikian tidak bisa dikatakan sebagai guru yang bijak karena hal-hal yang
membosankan pada proses pembelajaran dikelas dipicu oleh guru tersebut yang
tidak mampu mengkondisikan kelas
senyaman mungkin bagi siswanya disaat proses belajar dilaksanakan.
Ketika
mengajar guru tidak berusaha mencari informasi,apakah materi yang telah
diajarkannya telah dipahami siswa atau belum. Ketika proses belajar dan
pembelajaran guru tidak berusaha mengajak siswa untuk berpikir. Komunikasi
terjadi hanya pada satu arah,yaitu dari guru kesiswa.Guru berpikir bahwa materi
pelajaran lebih penting daripada mengembangkan kemampuan berpikir peserta
didik.Lalu guru menganggap peserta didik sebagai tong kosong yang harus diisi
dengan sesuatu yang dianggap penting.Hal-hal demikian adalah kekeliruan guru
dalam mengajar.Oleh karena itu makalah yang membahas mengenai teori belajar ini
disusun agar para pendidik mampu mengetahui dan memahami secara teoritis
perubahan perilaku peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran sehingga
proses belajar tersebut bisa berjaalan secara maksimal berdasarkan tujuan awal
pembelajaran itu sendiri.
Belajar
merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku Individu. Belajar merupakan hal
yang sangat penting dan harus di jalani oleh setiap manusia. Dengan Pendidikan
sesorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan pendidikan
seseorang bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, dan dengan
Pendidikan juga seseorag bisa merumuskan tujuan hidup. Belajar yang di lakukan
oleh masing-masing Individu bisa di lakukan dengan banyak gaya. Penggunaan gaya
di maksudkan agar tujuan belajar dapat tercapai dengan baik. Dalam hal ini
teori juga bisa di kategorikan dalam gaya belajar seseorang.
Teori
belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar,
sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar.
Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh
teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh
yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan
menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang
lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan
pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya.
Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Seperti yang
kita ketahui bahwa belajar merupakan karakteristik yang membedakan manusia
dengan makhluk yang lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan oleh
manusia sepanjang hayat bahkan tiada hari tanpa belajar. Belajar merupakan
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam
dirinya melalui pelatihan – pelatihan atau pengalaman – pengalaman.
Pembelajaran
merupakan aktivitas central dalam kegiatan belajar – mengajar. Sebagai point
utama sebuah kegiatan belajar, adalah penting bagi guru (pendidik) untuk
menguasai dasar daripada kegiatan pembelajaran itu sendiri. Pemahaman konsep
mengenai dasar atau teori pembelajaran akan membawa guru untuk lebih mengenal
lingkungan belajar, memahami siswa serta menuntun guru menggunakan metode –
metode yang tepat sebagai langkah meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran.
Berkembangnya
psikologi dalam bidang pendidikan mempengaruhi munculnya berbagai teori belajar
dan pembelajaran. Teori belajar dan pembelajaran diantaranya behaviorisme
(tingkah laku), kognitivisme, konstruktivisme dan humanisme.
Dari keempat
teori belajar tersebut, penulis hanya akan menjelaskan tentang teori belajar
behaviorisme dan teori belajar konstruktivisme. Ada banyak teori yang berbicara
tentang belajar yang salah satunya adalah teori belajar Behavioristik. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori belajar behavioristic adalah teori yang memiliki konsep kunci bahwa
setiap perilaku manusia bisa di manipulasi dan di kreasikan. Sangat banyak para
ahli yang berbicara mengenai teori ini, di antaranya Ivan Pavlov, Skinner,
Bandura, Thorndike,dll. Sebagai calon Pendidik sudah seharusnya kita menguasai
secara mendalam teori belajar ini. Oleh sebab itu kami menulis sebuah makalah
yang berjudul “Teori belajar behavioristik”
Konstruktivistik
merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan pembelajaran
kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang
dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian
memberi makna melalui pengalaman nyata. Esensi dari teori konstruktivistik
adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentranformasikan situasi kompleks
ke situasi lain dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka
sendiri.
Dengan dasar
tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruk” bukan
“menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Konstruktivistik menekankan pada
prinsip belajar yang berpusat pada siswa (student center). Siswa harus
menjadikan informasi itu sebagai miliknya sendiri. Dalam hal ini guru tidak
dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswalah
yang harus membangun pengetahuan di dalam benaknya.
B.
Rumusan Masalah
Setelah
mengkaji latar belakang diatas, dapat diambil beberapa permasalahan sebagai
kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1.
Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik
dan konstruktivisme?
2.
Apa saja ciri – ciri teori pembelajaran behavioristik
dan konstruktivisme?
3.
Apa tujuan pembelajaran behavioristik dan konstruktivisme?
4.
Apa saja prinsip – prinsip teori pembelajaran
behavioristik dan konstruktivisme?
5.
Apa kelebihan
dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik dan
konstruktivisme?
6.
Siapa sajakah tokoh – tokoh dan apa pemikirannya
mengenai teori belajar behavioristik dan konstruktivisme?
7.
Bagaimana aplikasi
teori behavioristik dan konstruktivisme dalam pembelajaran?
8.
Bagaimana analisis teori
behavioristik dan konstruktivisme?
9.
Apa yang kendala - kendala dalam penerapan
pembelajaran behavioristik dan
konstruktivisme?
10. Bagaimana komparasi behaviorisme dan konstruktivisme?
11. Bagaimana aplikasi
dalam pembelajaran menurut behavioristik dan konstruktivisme?
12. Apa saja langkah
– langkah dalam penerapan pembelajaran
menurut behavioristik dan konstruktivisme?
13. Bagaimana contoh pelaksanaan teori belajar behavioristik dan
konstruktivisme dalam proses pembelajaran?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui definisi teori belajar behavioristik dan
konstruktivisme
2.
Menjelaskan prinsip – prinsip teori pembelajaran
behavioristik dan konstruktivisme
3.
Mengetahui tujuan pembelajaran behavioristik dan
konstruktivisme
4.
Menjelaskan prinsip – prinsip teori pembelajaran
behavioristik dan konstruktivisme
5.
Mengetahui kelebihan
dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik dan
konstruktivisme
6.
Mengetahui tokoh – tokoh dan apa pemikirannya mengenai
teori belajar behavioristik dan konstruktivisme
7.
Menjelaskan aplikasi teori
behavioristik dan konstruktivisme dalam
pembelajaran
8.
Menganalisis teori behavioristik
dan
konstruktivisme
9.
Menjelaskan kendala – kendala dalam penerapan
pembelajaran behavioristik dan
konstruktivisme
10.
Mengetahui komparasi
behaviorisme dan konstruktivisme
11. Menjelaskan
aplikasi dalam pembelajaran menurut behavioristik dan konstruktivisme
12. Menjelaskan
langkah – langkah dalam penerapan pembelajaran
menurut behavioristik dan konstruktivisme
13. Menjelaskan contoh pelaksanaan teori belajar behavioristik dan
konstruktivisme dalam proses pembelajaran
D.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari
makalah ini adalah :
1.
Dapat mengetahui dan memahami konsep tentang teori
belajar behavioristik
2.
Dapat memberikan informasi kepada para pembaca
khususnya bagi para guru dan peserta didik tentang penerapan teori
belajar behavioristik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teori Belajar
1.
Behavioristik
Teori Belajar behaviorisme adalah
teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Teori behaviorisme merupakan sebuah teori
yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang menjadi
aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behaviorisme. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behaviorisme dengan model
hubungan stimulus – responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon.
Stimulus adalah segala hal yang
diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu sesuatu
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh pelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah
laku tersebut terjadi atau tidak.
Teori behavioristik adalah teori
beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini
dikenal dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut teori behavioristik, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa
belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia
belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan – kegiatan sosial seperti;
kerja bakti, ronda dll. Menurut teori ini yang terpenting adalah :
a.
Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran
atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja
atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut.
Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
b. Penguatan
(reinforcement)
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya,
ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka
ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan
penguatan positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah
:
a.
Objek psikologi adalah tingkah laku
b.
Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek
c.
Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
2. Konstruktivisme
Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme berasal dari
kata konstruktiv
dan isme. Konstruktiv berarti bersifat
membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa
Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi
kita sendiri. Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa
anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar
secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi.
Tran Vui juga mengatakan bahwa
teori konstruktivisme adalah
sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau
mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al mengemukakan bahwa konstruktivisme menekankan pentingnya
setiap siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling
mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
sebagai landasan paradigma pembelajaran, konstruktivisme menyerukan perlunya
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembangan siswa
belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
Dalam hal tahap-tahap
pembelajaran, pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada pembelajaran top-down processing, yaitu siswa belajar
dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan (dengan bantuan guru),
kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang
dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat,
kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat
tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
Bagi aliran konstruktivisme,
guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai
satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator
yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana
guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru
bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara tanggung
jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa.
Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
menumbuhkan pemahaman siswa. Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan
memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif.
Sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun,
mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam
kegiatan belajarnya. Berdasarkan konstruktivisme, akibatnya orientasi
pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat
pada siswa (student centered
instruction).
Kontruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan
tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek
yang di amatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari
luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu tidak
bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis. Tergantung individu yang melihat
dan mengkontruksinya.
Teori yang melandasi pembelajaran
kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme
dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus secara individual
menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi
dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Demikian ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Pieget dan vigotsky.
B.
Ciri – ciri Pembelajaran
1.
Behaviorisme
Ciri dari teori belajar behaviorisme
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis,
menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon,
menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Dalam hal konsep pembelajaran,
proses cenderung pasif berkenaan dengan teori behavioris. Pelajar menggunakan
tingkat keterampilan pengolahan rendah untuk memahami materi dan material
sering terisolasi dari konteks dunia nyata atau situasi. Sedikit tanggung jawab ditempatkan pada pembelajar
mengenai pendidikannya sendiri. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menerapkan teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya yaitu :
a)
Mementingkan pengaruh lingkungan.
b)
Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
c)
Mementingkan peranan reaksi.
d)
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar
melalui prosedur stimulus respon.
e)
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya.
f)
Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan
pengulangan.
g)
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku
yang diinginkan
h)
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku
yang diinginkan
2.
Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri – ciri proses
pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu :
a)
Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
b)
Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif
belajara pada siswa
c)
Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan
yang ingin dicapai
d)
Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses,
bukan menekan pada hasil
e)
Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
f)
Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar
g)
Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami
pada siswa
h)
Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan
pemahaman siswa
i)
Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip
toeri kognitif
j)
Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk
menjelaskan proses pembelajaran, seperti
prediksi, ifernsi, kreasi, dan analisis
k)
Menekankan bagaimana siswa belajar
l)
Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
dialog atau diskusi dengan siswa lain dan gurU
m) Sangat
mendukung terjadinya belajar kooperatif
n)
Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
o)
Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
p)
Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata
C. Tujuan
Pembelajaran
1. Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai
aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
a. Berkomunikasi
atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan peserta
didik (tidak mempertimbangkan proses mental
b.
Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon
dari peserta didik yang dimunculkan dari stimulus
c.
Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan
respon sebaik mungkin pada kondisi respon diciptakan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan
pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper
and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya
bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2. Konstruktivisme
a.
Adanya motivasi untuk siswa, bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan mencari pertanyaannya sendiri.
c.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman secara lengkap.
d.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.
D.
Prinsip – Prinsip Teori Pembelajaran
1. Behaviorisme
Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasan respons
(Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik
haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik Menekankan pada
pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
a. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling
diperlukan dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik
dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
b. Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian
tujuan pembelajaran.
c. Lebih menekankan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran.
Dan Skinner juga memuat
dalam bukunya tentang prinsip-prinsip behavioristik, berikut ini prinsip yang
dikemukakan oleh skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of
Organism. Beberapa prinsip Skinner:
a. Hasil belajar harus segera
diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti
irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan
sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, tidak
digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya
hukuman.
e. Dalam proses pembelajaran, lebih
dipentingkan aktifitas sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan
pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya
jadwal variabel Rasio rein forcer.
g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.
2. Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
b.
Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan
murid sendiri untuk menalar.
c.
Murid aktif
mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah.
d.
Guru sekedar
membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
e.
Struktur pembelajaran
seputar konsep diutamakan pada pentingnya sebuah pertanyaan.
f.
Mencari dan
menilai pendapat siswa.
g.
Menyesuaikan
bahan pengajaran untuk menanggapi anggapan siswa.
E. Kelebihan Dan
Kekurangan Dalam Teori Pembelajaran
1.
Behaviorisme
Kelebihan,
kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran. Sesuai dengan teori
ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh
guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil
yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan
dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat
beberapa kelebihan di antaranya :
a.
Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada
situasi dan kondisi belajar.
b.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh
kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan
sebagainya.
c.
Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid
dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada
guru yang bersangkutan
d.
Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus
dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau pujian.
Kekurangan
Teori Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme
disamakan hewan.
a.
Memandang belajar merupakan asosiasi belaka antara
stimulus dan respon
b.
Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure pokok
c.
Proses belajar berlangsung secara teoritis
Selain teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan
teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara lain :
a.
Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
b.
Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode
ini
c.
Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu
situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid
d.
Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif
e.
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para
tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa
f.
Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
g.
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher
centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang
diamati dan diukur.
h.
Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru
dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa
(teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar,
ejekan, jeweran yang justru berakibat
buruk pada siswa.
2. Konstruktivisme
Kelebihan
teori belajar konstruktivistik
a)
Bisa adanya group atau kelompok, untuk saling
berinteraksi
b)
Pembelajaran terjadi lebih kepada ide-ide dari siswa
itu sendiri
Kekurangan
a)
Tidak cocok untuk siswa pasif
b)
Siswa belajar secara konsep dasar tidak pada keterampilan
dari siswa itu sendiri
c)
Tidak memusatkan pada kurikulum yang ada.
F. Tokoh –
Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar
1.
Behavioristik
a)
Thorndike
Teori Connetionisme Thorndike
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika.
Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin
berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran,
perasaan atau gerakan. Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan
respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial)
dan kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar
dari belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting
learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu
teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar
koneksionisme atau asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera
dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon
disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar
terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder. Dari percobaan ini
Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
Hukum primer terdiri dari :
a)
Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap
suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak
itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan
kepuasan
b)
Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering
tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan,
tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau
dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan
sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan
c)
Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus
respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah
jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin
lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat
menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya,
suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan
tidak akan diulangi. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan
dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang
tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan
Hukum sekunder terdiri dari :
a)
Law of Multiple Response, yaitu
sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji coba dalam menghadapi situasi
problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
b)
Law of Assimilation, yaitu orang
yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal situasi itu ada unsur
bersamaan
c)
Law of Partial Activity, seseorang
dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi
tertentu.
b)
Watson
Watson mendefinisikan belajar
sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang
dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi
meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang
tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang
behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya
dengan asumsi seperti itulah – menurut Watson
kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
c)
Edwin Guthrie
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan
variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru. Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar,
peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
d)
Skinner
Teori Operant Conditioning dari B.F. Skinner
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai
seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol
melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan yang relatif besar. Menagement kelas menurut skinner adalah berupa
usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu
memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu
proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut
oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukung teori ini, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
Behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor
penguat merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan oleh skinner.
Menurut Skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati
– unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi
penguatan (penguatan positif dan penguatan negatif). Bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif
adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang. Skinner tidak percaya pada
asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam
proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut Skinner :
1)
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku
sangat bersifat sementara
2)
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi
(menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama
3)
Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman
4)
Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal
lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun
positif.
Konsep – konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu
mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia
mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan
konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara
stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang
kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang
digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah
laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara
stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan
dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons
tersebut.
1)
Penguatan (Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat
perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement).
Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
2)
Penguatan
positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh,
peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan
diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau
ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan
positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
3)
Penguatan
negatif (negative reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik sering bertanya dan guru
menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati
guru sehingga peserta didik akan sering bertanya. Jadi, perilaku yang ingin diulangi
atau ditingkatkan adalah sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin
dihilangkan adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering
bertanya karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
4)
Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu
konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku
yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu
stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku
mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya
0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan
adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus
yang tidak menyenangkan atau hukuman).
5)
Perbedaan antara penguatan negatif dan
hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan. Pada penguatan negatif,
menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan
perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman, pemberian stimulus
yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku yang tidak
diharapkan (perilaku mencontek).
e)
Pavlov
Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses
yang dikemukakan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang – ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang
dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan
behaviorisme, dimana gejala – gejala kejiwaan seseorang dilihat dari
perilakunya. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara menyeluruh perlu
dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon. Dua jenis stimulus
tersebut adalah :
1)
Stimulus yang tidak terkondisi (unconditioned
stimulus-UCS), yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa
didahului dengan pembelajaran apapun (contoh: makanan).
2)
Stimulus terkondisi (conditioned stimulus-CS), yaitu
stimulus yang sebelumnya bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon
yang terkondisi setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh
: suara bel sebelum makanan datang).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa
dengan menggunakan rangsangan – rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang
memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya,
secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan
cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah
air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang
diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan
sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian
dilakukan berulang – ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan
sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar,
sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang
demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan
syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut : Refleks Bersyarat atau Conditioned Respons. Pavlov berpendapat, bahwa
kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan
prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata ditemukan banyak
refleks bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen
tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku
seseorang.
Generalisasi, Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang juga penting dalam
teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah generalisasi, deskriminasi dan
pelemahan. Generalisasi. Dalam mempelajari respon terhadap stimulus serupa,
anjing akan mengeluarkan air liur begitu mendengar suara – suara yang mirip dengan bel, contoh suara peluit
(karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan). Jadi,
generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa dengan
stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh, seorang
peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek pada
mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta didik
tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa hitungan.
Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari melakukan ujian
mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon
stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan
makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain
untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang
berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika menghadapi ujian
bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel
berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar
bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus
menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi
belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang
bagus dan sangat termotivasi belajar. Dalam bidang pendidikan, teori
kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan
terhadap peserta didik untuk termotivasi belajar dan membantu guru untuk
melatih kebiasaan positif peserta didik.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin
suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada
lagu tersebut bisa menerbitkan air liur. Dari contoh tersebut dapat diketahui
bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan
melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
2.
Konstrukivisme
a)
Dewey dan Pembelajaran
Demokratis
Pembelajaran berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian
John Dewey (Ibrahim & Nur, 2004). Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey
menyampaikan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang
lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah kehidupan
nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan pembelajar untuk mendorong pebelajar
terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah intelektual dan sosial.
Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya lebih
memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat
terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk
menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka sendiri.
b)
Jean Piaget
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas pandangan konstruktivis
kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004). Pandangan ini banyak didasarkan teori Piaget.
Piaget mengemukakan bahwa pebelajar dalam segala usia secara aktif terlibat
dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi
Piaget pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan
seseorang (Suparno, 1997). Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus
berevolusi.
Seperti halnya Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa perkembangan intelektual
terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang dan
ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman ini (Ibrahim & Nur, 2004). Untuk memperoleh pemahaman individu
mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki.
c)
Lev Vygotsky
Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual individu
dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu. Sementara
itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada aspek sosial pembelajaran. Ia percaya
bahwa interaksi sosial dengan orang lain mendorong terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual pembelajar. Implikasi dari pandangan
Vygotsky dalam pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi
sosial dengan pembelajar dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari
pembelajar atau teman sejawat yang lebih mampu, pebelajar bergerak ke dalam
zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran baru terjadi
d)
Jerome Bruner
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi
belajar kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model instruksional kognitif
yang sangat berpengaruh yang disebut dengan belajar penemuan. Bruner menganggap
bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha
sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1998).
Bruner menyarankan agar pebelajar hendaknya belajar melalui partisipasi
secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan
untuk memperopleh pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada
keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi.
Demikianlah uraian mengenai Teori
Konstruktivisme dan tokoh-tokoh pembelajaran konstruktivisme. Semoga dapat
menambah wawasan kita mengenai tokoh-tokoh dunia dalam bidang pendidikan. Jika
dirasa artikel ini bermanfaat silahkan di share. terima kasih
G.
Aplikasi Dalam Pembelajaran
1.
Behavioristik
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah
ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran,
pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum
yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi
belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik
dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas
bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan
kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk
berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang
yang belajar harus dihadapkan pada aturan – aturan yang jelas dan ditetapkan
terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial
dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pembelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon
pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil
test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila
pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif,
pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga
belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses
berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Secara umum langkah – langkah
pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh
Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain :
a.
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
b.
Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini
termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa
c.
Menentukan materi pembelajaran
d.
Memecah materi pembelajaran menjadi bagian
kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb
e.
Menyajikan materi pembelajaran
f.
Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik
lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas
g.
Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa
h.
Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin
penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman
i.
Memberikan stimulus baru
j.
Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman
k.
Evaluasi belajar.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau
ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan
yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan
sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada
aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta
didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol
belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pelajar.
Penerapan teori belajar ini dalam kegiatan pembelajaran di kelas tergantung
dari beberapa hal. Diantaranya adalah tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pembelajar, media, dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah tersusun secara rapi, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan. Sementara mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada orang yang
belajar. Jadi pembelajar diharapkan mendapat pengetahuan yang sama dari orang
yang mengajar. Pola berpikir utama siswa adalah copy-paste terhadap yang
diajarkan guru.
Metode ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflek, daya tahan, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah
pembelajaran percakapan bahasa asing, keterampilan menggunakan komputer,
pelajaran olah raga, kursus keterampilan, dan sebagainya.
Teori ini juga cocok untuk diterapkan di kelas kanak-kanak yang masih
membutuhkan dominasi orang dewasa. Dimana mereka harus banyak mengulang dan
dibiasakan, suka menirukan, dan bersemangat dengan bentuk-bentuk penghargaan
seperti pujian, maupun dengan benda-benda seperti permen, coklat, alat-alat
tulis, dan sebagainya. Para ahli psikologi pendidikan sepakat bahwa
pembelajaran menurut konsep behaviorisme berlangsung dengan tiga langkah pokok,
yaitu:
a. Tahap
akuisisi atau tahap perolehan pengetahuan. Dalam fase ini siswa belajar tentang
informasi baru.
b.
Tahap retensi, yaitu fase dimana informasi atau
keterampilan baru dipraktikkan sehingga siswa dapat mengingatnya selama periode
tertentu. Tahap ini juga disebut tahap penyimpanan (storage stage), artinya
hasil belajar disimpan untuk digunakan di masa yang akan datang.
c.
Tahap transfer. Ada kalanya gagasan yang disimpan
dalam memori sulit diingat kembali saat akan digunakan di masa depan. Untuk
itu, kemampuan mengingat kembali informasi dan mentransferkannya dalam
pembelajaran yang baru memang memerlukan strategi yang bermacam-macam. Namun
yang paling utama adalah ingatan terhadap informasi yang valid.
Teori ini sering diterapkan oleh guru ataupun lembaga pendidikan yang
menyukai pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment) terhadap perilaku
siswa. Pondok-pondok modern seperti Al-Amien, Gontor, dan semacamnya sedikit
banyak menerapkan teori ini dalam pelaksanaan beberapa program pendidikannya.
Implikasi teori belajar merupakan suatu bagian terpenting dari teknologi
pendidikan yang memiliki potensi cukup besar dalam mengoptimalisasikan
peningkatan pendidikan dengan memanfaatkan faktor-faktor yang tersedia yaitu
sarana dan prasarana. Dengan memfungsikan hubungan antara keterkaitan antar
sistem berbagai sarana maupun prasarana yang tersedia menjadi suatu kesatuan
dalam sisitem pendidikan akan menghasilkan suatu sistem pendidikan yang dapat
mengefisiensikan pengembangan pendidikan.
Implikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori
ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan
telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke
orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang
dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang
harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu,
para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar, pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada
diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur
rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2. Konstruktivisme
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini
merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk
pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu.
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan
kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses
belajar mengajar yang sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan
perspektif siswa sekolah dasar. Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah
pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on
dan hands-on serta terjadi interaksi dan mengakui adanya
konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
a.
Memperhatikan dan
memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan
memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu
pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan
teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
b.
Pengalaman belajar yang
autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian
rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan
belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan
melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk
mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari
kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.
c.
Adanya lingkungan sosial
yang kondusif,
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan
sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa
untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
d.
Adanya dorongan agar siswa
bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya.
Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi
dan mengatur kegiatan belajarnya.
e.
Adanya usaha untuk
mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga
mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa
melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan. Pembelajaran
kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam
pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti
pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong
menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati
suatu lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu
guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang
konsep.
Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar
yang meningkatkan pembentukan pengertian dari prespektif ganda, dan informasi
yang efektif atau control eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa sswa
yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan
hal-hal berikut: menyajikan masalah-masalah actual kepada siswa dalam konteks
yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, pembelajaran distruktur di
sekitar konsep-konsep primer, member dorongan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan sendiri, memberikan siswa untuk menemukan jawabann dari pertanyaan
sendiri, memberanikan siswa mengemumakan pandapat dan menghargai sudut pandangnya,
menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, dan menilai proses dan hasil belajar
siswa dalam konteks pembelajaran.
Pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar
artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terbagi menjadi
beberapa fase, yaitu :
-
Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik, memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topic
materi pembelajaran
-
Elicitasi, merupakan fase membantu peserta
didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada peserta
didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka.
-
Restruksi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan
klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain
-
Aplikasi ide, dalam fase ini, idea tau pengetahuan
yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam
situasi yang dihadapi.
-
Reviu, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya
dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih
lengkap.
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif,
bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam
diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodaasi. Kegiatan belajar lebih dipandang dari
segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas. Proses tersebut berupa pemberian makna terhadap objek dan pengalaman
oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa,
melainkan melalui interaksi.
1)
Peranan Siswa (si Belajar)
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia
harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi
makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus mengambil
prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar
adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa
hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempunyai sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan
menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu,
meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau dijadikan dasar
pembelajaran dan pembimbing.
2)
Peranan Guru
Dengan belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya
membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntun lebih memahami jalan pikiran
atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa
satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
Peranan kunci guru dalam pendidikan adalah pengendalian yang meliputi :
-
Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan
untuk mengambil keputusan dan bertindak.
-
Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan
bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
-
Menyediakan sistem dukungan yang memberi kemudahan
belajar agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Evaluasi belajar pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free
evalution, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada
tujuan spesifik. Evaluasi akan lebih objektif jika evaluator tidak diberi
informasi tentang tujuan selanjutnya. Jika tujuan belajar diketahui sebelum
proses belajar dimulai, proses belajar dan evaluasinya akan berat sebelah.
Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat diarahnya pada tugas-tugas
autentik.
Pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan
menstransformasi informasi baru. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang
dapat diungkapkan atau apa yang dapat diulang oleh siswa terhadap pelajaran
yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes, melainkan pada apa
yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan dan ditunjukkan.
Konstruktivisme memilki
implikasi-implikasi penting bagi pengajaran dan rancangan kurikulum (Phillips,
1995). Konstruktivisme memberikan perhatian pada kurikulum-kurikulum yang
terpadu dan merekomendasikan para guru untuk menggunakan materi-materi
sedemikian rupa sehingga siswa menjadi terlibat secara aktif. Hakikat pembelajaran menurut teori belajar konstruktivisme adalah
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada
pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilkinya.
Implikasinya
dalam Pembelajaran :
a)
Tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memilki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan
yang dihadapi.
b)
Kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengethauan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh siswa. Selain itu, latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c)
Siswa diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa.
Function of Teacher
The modern teacher is a facilitator : a person who assist student to learn
for themselves. Guru hanya membantu siswanya untuk dapat belajar dengan baik, untuk dapat
aktif di kelas.
H.
Analisis Tentang Teori Behaviorisme
1. Behaviorisme
Secara umum teori behavioristik
lebih melihat kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat
dilihat secara nyata. Menurut teori behavioristik, proses pembelajaran lebih
menekankan pada proses pemberian rangsangan (stimulus) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Stimulus adalah apa pun yang diberikan guru kepada
peserta didik. Sedangkan respons merupakan reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru. Selain itu, penguatan (reinforcement) juga
diperlukan dalam proses belajar. Penguatan dilakukan untuk mengaktifkan siswa
sehingga aktivitas dapat memperkuat munculnya respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu apabila orang tersebut dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.
Hull mengatakan bahwa kebutuhan
biologis dan pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dalam seluruh kegiatan
manusia, sehinnga stimulus dalam belajar dikaitkan dengan kebutuhan biologis.
Terpenuhinya aspek biologis khususnya yang bersifat material memberikan peluang
besar bagi keberhasilan belajar. Guthrie mengemukakan bahwa stimulus tidak
harus berhubungan dengan pemuasan biologis, ia menjelaskan bahwa hubungan
stimulus dan respon cenderung bersifat sementara, sehingga harus sesering
mungkin diberikan stimulus agar bersifat lebih tetap. Guthrie percaya bahwa
hukuman (punishment) berperan penting dalam proses belajar. Namun, tidak semua
hukuman bisa efektif dalam pembelajaran karena efektivitas hukuman ditentukan
oleh lingkungan, karakter siswa, dan ideology siswa terhadap gurunya.
Disebutkan bahwa dalam proses
belajar diperlukan adanya penguatan dan hukuman. Penguatan ini akan membantu
mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Selain itu, penguatan
yang diberikan kepada siswa dapat meningkatkan motivasi belajar sehingga siswa
akan belajar lebih baik lagi. Hukuman berperan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan tidak bebrbentuk kekerasan melainkan hukuman yang
bersifat mendidik agar kesalahan tidak diulangi lagi. Namun, kadangkala hukuman
juga tidak bisa memberikan efek jera, tetapi dapat membuat siswa merasa
tertekan.
Kelemahan teori ini yaitu siswa
cenderung berpikir linier, konvergen, serta tidak kreatif dan tidak produktif.
Siswa juga tidak bebas berkreasi dan berimajinasi karena menurut teori ini
belajar merupakan preoses pembentukan yang membawa siswa untukmencapai target
tertentu.
2. Konstruktivisme
Teori konstruktivisme bukan
menekankan pada proses membangun kualitas kognitif, melainkan lebih menekankan
pada proses untuk menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan. Pembelajaran
harus dapat memberikan pengalaman nyata bagi peserta didik. Pengetahuan yang
dibangun atas dasar realitas yang ada dalam masyarakat menjadikan siswa lebih
cepat menerima pengetahuan. Dalam teori ini, guru lebih berperan sebagai
fasilitator atau moderator, guru tidak berperan untuk menyalurkan pengetahuan
yang dimiliki, tetapi berusaha untuk memberdayakan seluruh potensi dan sarana
yang dapat membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru bukan
satu-satunya sumber belajar bagi siswa.
Karena teori ini menekankan pada
proses untuk menemukan teori, dalam pembelajaran harus memberikan ruang gerak
yang bebas kepada siswa untuk menemukan informasi, ide, atau gagasan. Siswa
harus aktif berpikir, aktif dalam kegiatan, dan kritis.
I.
Kendala - Kendala
dalam Penerapan Pembelajaran
1. Behaviorisme
Dari kajian pengertian dan penjelasan tentang teori
belajar behavioristik, sebenarnya muncul banyak permasalahan, antara lain:
a.
Teori ini hanya mengandalkan sisi fenomena jasmaniah
saja, dan mengabaikan aspek-aspek mental.
b.
Teori ini tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
c.
Teori ini menyimpulkan Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
d.
Si belajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
yang ditetapkan lebih dulu secara ketat.
e.
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial.
f.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam merubah
pengetahuan dikategorikan sebagai “kesalahan dan harus dihukum”.
g.
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai
bentuk perilaku yang pantas dipuji atau diberi.
h.
Kekuatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan.
i.
Kontrol belajar dipegang oleh sistem diluar diri si
belajar.
2. Konstruktivisme
Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses dan hasil
belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan
pembelajaran menurut konstruktivisme di kelas. Kendala-kendala yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
a.
Sulit mengubah keyakinan
dan kebiasaan guru.
Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan
tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.
b.
Guru kurang tertarik dan
mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif
dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media
yang sesuai.
c.
Adanya anggapan guru bahwa
penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan
waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.
d.
Sistem evaluasi yang masih
menekankan pada nilai akhir. Padahal yang terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses
belajarnya bukan hasil akhirnya.
e.
Besarnya beban mengajar
guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, dan
banyaknya pelajaran yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius.
f.
Siswa terbiasa menunggu
informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari
gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan
pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.
g.
Adanya budaya negatif di
lingkungan siswa.
Salah satu contohnya di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap
paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang tuanya. Kondisi ini juga
terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk “mengiakan” pendapat atau penjelasan
guru. Siswa tidak berani mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan
gurunya.
J.
Komparasi Behaviorisme dan Konstruktivisme
Perbedaan pembelajaran behavioristik (tradisional)
dengan konstruktivistik menurut Aqib, (2002:120), Budiningsih, (2005:63)
adalah sebagai berikut.
No
|
Pembelajaran Tradisional
|
Pembelajaran Konstruktivistik
|
1
|
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju
keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan dasar
|
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju
kebagian-bagian dan lebih mendekatkan kepada konsep-konsep yang lebih luas
|
2
|
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah
ditetapkan
|
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan
pertanyaan dan ide-ide siswa
|
3
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
buku teks dan buku kerja
|
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan
|
4
|
Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat
digoresi informasi oleh guru, dan guru menggunakan cara didaktik dalam
menyampaikan informasi kepada siswa
|
Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat
memunculkan teori-teori tentang dirinya
|
5
|
Penilian hasil belajar atau pengetahuan siswa
dipandang sebagai bagian dari pembelajaran dan biasanya dilakukan pada akhir
pelajaran dengan cara testing
|
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin
di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal
yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan
|
6
|
Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa
ada group proses dalam belajar
|
Siswa-siswa banyak belajar dan bekerja di dalam
group proses
|
7
|
Memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap,
dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi
|
Memandang pengetahuan adalah non objektif, bersifat
temporer, selalu berubah, dan tidak menentu
|
8
|
Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan
|
Belajar adalah penyusunan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna
|
9
|
Kegagalan dalam menambah pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum
|
Kegagalan merupakan interpretasi yang berbeda yang
perlu dihargai
|
10
|
Evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban benar
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajar
|
Evaluasi menggali munculnya berfikir divergent,
pemecahan ganda, dan bukan hanya satu jawaban benar
|
11
|
Evaluasi dipandang sebagai bagian terpisah dari
kegiatan pembelajaran, biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan belajar
dengan menekankan pada evaluasi individu
|
Evaluasi merupakan bagian utuh dari pembelajaran
dengan cara memberikan tugas-tugas yang bermakna serta menerapkan apa yang
dipelajari yang menekankan pada keterampilan proses
|
BEHAVIORISTIK
|
KONSTRUKTIVISTIK
|
Pandangan
Tentang Pengetahuan, Belajar dan Pembelajaran
|
|
Pengetahuan: objektif, pasti, tetap
|
Pengetahuan : non- objektif,
temporer, selalu berubah
|
Belajar: perolehan pengetahuan
|
Belajar:
pemaknaan pengetahuan
|
Mengajar: memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
|
Mengajar:
menggali makna
|
Mind berfungsi sebagai alat penjiplak struktur pengetahuan
|
Mind
berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul makna yang unik
|
Si pembelajar diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengajar
terhadap pengetahuan yang dipelajari
|
Si
pembelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang
dipelajari
|
-
Segala sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, rapi.
-
Pengetahuan juga sudah terstruktur rapi
|
-
Segala
sesuatu bersifat temporer, berubah, dan tidak menentu.
-
Kitalah yang
memberi makna terhadap realitas
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran
|
|
Keteraturan
|
Ketidakteraturan
|
Si pembelajar dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetapkan
lebih dulu secara ketat
|
Si
pembelajar dihadapkan kepada lingkungan belajar yang bebas
|
Pembiasaan (disiplin) sangat esensial
|
Kebebasan merupakan unsur yang
sangat esensial
|
-
Kegagalan atau ketidak-mampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan
sebagai KESALAHAN, HARUS DIHUKUM
-
Keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas dipuji atau diberi HADIAH
|
Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan
atau ketidakmampuan dilihat sebagai interpretasi yang berbeda yang perlu
DIHARGAI
|
Ketaatan
kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
|
Kebebasan dipandang sebagai
penentu keberhasilan
|
Kontrol belajar dipegang oleh sistem di luar diri
si Pembelajar
|
Kontrol
belajar dipegang oleh si Pembelajar
|
-
Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
-
Seseorang dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali
apa yang telah dipelajari
|
Tujuan pembelajaran me-nekankan
pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktivitas kreatif-produktif dalam
konteks nyata
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran: Strategi Pembelajaran
|
|
Keterampilan terisolasi
|
Penggunaan
pengetahuan secara bermakna
|
Mengikuti urutan kurikulum ketat
|
Mengikuti
pandangan si Pembelajar
|
Aktivitas belajar mengikuti buku teks
|
Aktivitas belajar dalam konteks
nyata
|
Menekankan pada hasil
|
Menekankan
pada proses
|
Masalah
Belajar dan Pembelajaran: Evaluasi
|
|
Respon pasif
|
Penyusunan
makna secara aktif
|
Menuntut satu jawaban benar
|
Menuntut
pemecahan ganda
|
Evaluasi merupakan bagian terpisah dari belajar
|
Evaluasi
merupakan bagian utuh dari belajar
|
K.
Aplikasi Teori dalam Pembelajaran
1.
Behavioristik
Aliran psikologi belajar yang sangat besar
pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau
pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang
dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar
dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan
dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang
terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses
pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar
untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih
dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar
atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai
dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada
di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas
“mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan
kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan
pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif,
ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test.
Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar
menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa
pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
2.
Konstruktivisme
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini
merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ideide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk
pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat
menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu
proses belajar.
Paradigma konstruktivistik
memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam
mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Kegiatan
belajar dalam kelas konstruktivis adalah seorang guru
tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan meng’encourage’ (mendorong) siswa untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan.
Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa
jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau
tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai
persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran, merupakan penerapan pembelajaran
kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah
tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok, untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Sekali lagi,
penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penggunaan kelompok sejawat
untuk memodelkan cara berpikir dan sesuai dan saling mengemukakan dan
meluruskan kekeliruan pengertian atau miskonsepsi-miskonsepsi diantara mereka
sendiri. Dalam hal ini siswa dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya
mereka; metode ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh
siswa tetapi juga membuat proses berpikir siswa lain lebih terbuka untuk
seluruh siswa.
Istilah kooperatif memberikan gambaran bahwa adanya hubungan yang terjadi
antara dua orang atau lebih. Hubungan ini dapat berupa kerjasama dan saling
membutuhkan dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang mungkin timbul,
sehingga mereka yang terlibat didalamnya mempunyai keberanian dalam memecahkan
suatu permasalahan bahkan akan lebih mudah dipecahkan .Pembelajaran
konstruktivistik meliputi empat tahapan yaitu:
1.
Apersepsi, Pada tahap
ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan
dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa
baling-baling dapat berputar?
2.
Eksplorasi, Pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara
terhadap konsep yang mau dipelajari.
Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai
jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui
manipulasi benda langsung.
3.
Diskusi dan Penjelasan
Konsep, Pada tahap
ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan temuannya, pada tahap ini
pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat
kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta
memotivasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui
kegiatan tanya jawab.
4.
Pengembangan dan Aplikasi, Pada tahap
ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa
membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual
yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas.
Pendekatan konstruktivisme menghendakai siswa harus membangun pengetahuan
di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara mengajar
yang membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka. Guru dapat memberi
siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih
tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga
tersebut. Oleh karena itu agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan
pendidik maka pendekatan konstruktivisme merupakan solusi yang baik untuk dapat
diterapkan. Berikut akan dipaparkan perbedaan pembelajaran tradisional
(behavioristik) dengan pembelajaran yang konstruktivistik.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
·
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapatnya dengan bahasa sendiri.
·
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang
pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif.
·
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan
baru.
·
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan
yang telah dimiliki siswa.
·
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
L. Langkah –
Langkah Pembelajaran
1. Behaviorisme
Secara umum, langkah – langkah pembelajaran yang
berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Siciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran. Langkah-langkah tersebut melliputi :
a.
Menentukan tujuan-tujuan
pembelajaran.
b.
Menganalisis lingkungan
kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (entry
behavior) siswa.
c.
Menentukan materi pelajaran.
d.
Memecah materi pelajaran
menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik,
dsb.
e.
Menyajikan materi pelajaran.
f.
Memberikan stimulus, dapat
berupa : pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau
tugas-tugas.
g.
Mengamati dan mengkaji
respons yang diberikan siswa.
h.
Memberikan
penguatan/reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif),
ataupun hukuman.
i.
Memberikan stimulus baru.
j.
Mengamati dan mengkaji
respons yang diberikan siswa.
k.
Memberikan penguatan
lanjutan atau hukuman.
l.
Evaluasi hasil belajar.
2. Kontruktivisme
Secara umum, langkah – langkah pembelajaran yang
berpijak pada teori konstruktivisme dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran. Langkah – langkah tersebut melliputi :
a.
Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan
memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan
evaluasi.
b.
Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini,
ditetapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus
dikuasai siswa.
c.
Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa.
Identifikasi pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview
klinis dan peta konsep.
d.
Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa.
Pengetahuan awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu
dianalisa lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai
dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang miskonsepsi.
e.
Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi
Pengubahan Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan
pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa diwujudkan dalam bentuk
modul.
f.
Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi
Pengubahan Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang kelas.
Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan penyajian
pengalaman belajar, (b) menggali ide-ide siswa, (c) restrukturisasi ide-ide.
g.
Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi
program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model
belajar yang telah diterapkan.
h.
Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang
resisten. Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka dilakukaan
klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik yang dapat diubah
secara tuntas maupun yang resisten.
i.
Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis
miskonsepsi yang resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam merevisi
strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.
Peranan (Implementasi) Teori
Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas,
berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.
a.
Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong
siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas
intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan
kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung
jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah
(problem solver).
b.
Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan
kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan
dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun
keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c.
Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang
para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon
faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum
konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan
gagasan-gagasan atau pemikirannya.
d.
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi
dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang
bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan
gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang
mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan
mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka
sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka
dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
e.
Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan
mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali
siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan
konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa
untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan
pengalaman nyata.
f.
Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan
materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan
para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.
Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau
pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara
bersama-sama.
Selain itu yang paling penting
adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang
lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.
Dari uraian tersebut dapat
dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang
aktif, dimana pesrta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari
apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dalam mengkonstruksi pengetahuan
tersebut peserta didik diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis
dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari
jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan renungan, mengekspresikan
ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
M. Contoh Penerapan Teori Belajar Dalam Proses
Pembelajaran
1.
Teori Belajar Behavioristik
Sebagai contohnya pada peserta didik yang belum dapat melakukan cara
pembuatan larutan NaOH sebagaimana yang sudah diajarkan oleh seorang
pendidiknya meskipun dia si peserta didik sudah berusaha keras untuk mencoba
melakukan pembuatan larutan NaOH dengan cara yang baik. Si pendidik pun telah
mengajarkannya kepada peserta didik secara teliti, akan tetapi walaupun sudah
diajarkan dengan baik jika perserta didik tersebut belum dapat memahami atau
membuat apa yang sudah diajarkan, maka iapun belum bisa dianggap sudah belajar.
Karena daripada itu iapun belum bisa menunjukkan sesuatu perubahan perbuatan
yang dimana sebagai hasil dari belajar.
2.
Teori Belajar Konstruktivisme
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut
siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan
terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai
cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu
macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda
species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing
tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi,
klarifikasi, dan aplikasi)
a)
Fase Eksplorasi
-
Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan
pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
-
Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis
jika perlu).
-
Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang
sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak sesuai
dengan jawaban mereka semula.
b)
Fase Klarifikasi
-
Guru memperkenalkan macam-macam cacing dan
spesifikasinya.
-
Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang
cacing tanah.
-
Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang
cocok untuk dikembangbiakkan.
-
Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan
merencanakan penyelidikan.
-
Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk
menguji rencananya.
-
Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing
tanah dulu dan sekarang.
c)
Fase Aplikasi
-
Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya,
dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
-
Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk
para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
-
Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan
jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Behavioristik
merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Menurut teori ini, peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Refleks yang bisa meberikan respons kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran.
Kaum
behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk
merangsang pebelajar dalam berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai
aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori
Belajar Behavioristik.
1.
Thorndike : Koneksionisme.
2.
Watson : Conditioning
3.
Edwin Gut hrie : Conditioning
4.
Skinner : Operant Conditioning
5.
Pavlov : Classic
Conditioning
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut
pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Teori ini memliki banyak kelebihan dan
kekurangan. Sehingga apa yang menjadi kelebihannya bisa menjadikan motivasi
untuk menggairahkan belajar Dan kekurangannya kita renovasi agar bisa lebih
baik lagi.
1.
Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan
isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun.
Sedangkan Isme dalam berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan
aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
hasil konstruksi kita sendiri.
2.
Komparasi pembelajaran behaviorisme dengan
konstruktivisme meliputi pandangan tentang pengetahuan, belajar dan
pembelajaran, masalah belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran, serta
evaluasi.
3.
Pembelajaan menurut konstruktivisme yaitu kegiatan
belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini
merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka.
4.
Kendala - kendala dalam penerapan pembelajaran menurut
konstruktivisme yaitu : sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru, guru
kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran
berbasis konstruktivisme, adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau
pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar,
sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir, besarnya beban mengajar
guru, siswa terbiasa menunggu informasi dari guru, dan adanya budaya negatif di
lingkungan siswa.
Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu pendekatan
di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan
informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan
merevisinya bila perlu. Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur
dimana seseorang dapat membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan
terbentuk :
a)
Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam
belajar.
b)
Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan
kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
c)
Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
d)
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didiskusi
dengan guru dan siswa lainnya.
e)
Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan
mendorong terjadinya diskusi.
f)
Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan
materi-materi interaktif.
Berdasarkan pandangan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu
proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru
lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang
belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi
pengalaman mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75), menyatakan
bahwa dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak
bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong
siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan.
Ketika siswa memberikan jawaban,
guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar.
Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang
dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat
masuk akal siswa. Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh
pengetahuannya yang berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan
penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang
cara terbaik untuk menyelesaikan setiap masalah.
Beberapa prinsip pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivis diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas
dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk
mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa
dapat dievaluasi.
Lebih jauh dikatakan bahwa dalam
konstruktivis aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan
masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas menggunakan apa yang
’biasa’ muncul dalam materi kurikulum kelas ’biasa’. Dalam konstruktivis proses
pembelajaran senantiasa ”problem centered approach” dimana guru dan siswa
terikat dalam pembicaraan yang memiliki makna matematika. Beberapa ciri itulah
yang akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.
1.
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek semata, akan tetapi juga dari
kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya.
2.
Teori belajar konstruktivistik bermula dari gagasan
Piaget dan Vigotsky, Piaget dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah
melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi
baru. Hakekat dari teori konstruktivistik adalah bahwa siswa harus secara
individu menemukan dan menerapkan informasi-informasi kompleks ke dalam situasi
lain apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
3.
Peletak dasar teori pembelajaran kontrotivisme adalah
Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli Psikologi Amerika
Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka
merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun
dalam bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.
B.
Saran
Kami menyadri
bawasannya, penyusun dari hasil revisi makalah ini hanyalah manusia yang tidak
luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan
Yang Maha Kuasa, sehingga dalam penulisan dan penyusunannya revisi dari makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sebagai pemakalah
memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tetapi satu harapan kami, kiranya dengan
adanya makalah ini, bisa menambah wawasan para pembaca tentang Aliran Teori
Behavioristik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya,
B. Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT, Bumi
Aksara
Bambang Warsita. 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta Budiningsih,
C., Asri. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Kamalfachri, “Teori Behavioristik” dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm,
data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology
Hall S.Calvin & Lindzey, Gardner. 1993. Psikology Kebribadian 3,Teori – Teori Sifat Dan Behavioristik (Diterjemahkan
Dari Bukutheories Of Personality. New york, Santa barbara Toronto, 1978). Yogyakarta: Kanisius
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Pranada Media Group
Slavin. 2000. Belajar dan Pembelajaran
Sukardjo. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan
Aplikasinya. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada
Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada Press
Bell, Margareth E. 1994. Belajar
dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Davies, Ivon K. 1987. Pengelolaan
Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Gredler, Margaret E. Bell.
1994. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
http://nudistaku.blogspot.com/2013/11/makalah-teori-belajar-behavioristik_9.html
diakses pada tanggal 7 November 2019
https://syauqi-santri-alhikam.blogspot.com/2017/09/contoh-makalah-teori-pembelajaran.html
diakses pada tanggal 7 November 2019
http://pustakailmiah78.blogspot.com/2016/04/teori-belajar-konstruktivisme-makalah.html
diakses pada tanggal 7 November 2019
https://restudesriyanti.wordpress.com/2017/03/10/konstruktivisme-dalam-pembelajaran/
diakses pada tanggal 9 November 2019
http://pendidikanislamghozali.blogspot.com/2016/01/makalah-teori-konstruktivisme_39.html
diakses pada tanggal 9 November 2019
https://www.kompasiana.com/nur_pgsd/55003fe28133119c17fa74ff/analisis-berbagai-teori-belajar
diakses pada tanggal 9 November 2019
http://artizenryoma.blogspot.com/2015/10/teori-behaviorisme-dan-implikasinya.html
diakses pada tanggal 9 November 2019
http://ibrohimhaminullah.blogspot.com/2013/03/makalah-teori-belajar-konstruktivisme.html
diakses pada tanggal 12 November 2019
https://www.nesabamedia.com/teori-belajar-behavioristik/
diakses pada tanggal 12 November 2019
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
- Telkomsel
- XL axiata
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.IONPK.CLUB :-*
add Whatshapp : +85515373217 ^_~