BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam
semua aspek kehidupan, ketika melakukan suatu hal tentu diperlukan suatu
landasan, Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu
perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation,
yang dalam bahasa Indonesia menjadi
fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972:
161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan
sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
Mendasar pada definisi diatas, landasan ini
menjadi hal yang sangat penting, dikarenakan landasan merupakan fondasi dari
semua aktivitas yang akan kita laksanakan.
Oleh sebab itu landasan ini
juga diperlukan dalam dunia pendidikan sebagai fondasi, dasar, pedoman maupun
sumber untuk melakasanakan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di
bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Secara
Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun,
mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e,
berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap
pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau
tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap
seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah
atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa
landasan, diantaranya landasan filosofis, landasan psikologi, landasan
sosiologis, landasan antropologis, landasan historis dan landasan yuridis.
Semua landasan itu mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk
suatu landasan yang komprehensif dan diharapkan akan menjadi fondasi yang kuat
dan kokoh dalam melaksanakan proses pendidikan.
Salah satu dari beberapa landasan dalam
dunia pendidikan adalah landasan historis dan yuridis. History atau sejarah
adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi
yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita,
bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109). Sedangkan yuridis berasal dari kata
Yuridisch yang berarti menuruti hukum yang telah diakui oleh pemerintah. Oleh
sebab itu landasan historis ini diperlukan dalam pendidikan sebagai gambaran
pendidikan masa lalu yang berguna untuk pijakan dalam penyempurnaan pendidikan
di masa yang akan datang dan landasan yuridis ini diperlukan agar dalam
melakukan proses pendidikan tidak melanggar norma hukum di Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana historis pendidikan dunia. ?
2.
Bagaimana historis pendidikan di Indonesia. ?
3.
Bagaimana keadaan sosial budaya dan implikasi
sosial budaya terhadap pendidikan. ?
4.
Apakah kelebihan dan kekurangan pendidikan
pada zaman kolonial belanda dan jepang. ?
5.
Apakah landasan yuridis dalam pendidikan di
Indonesia. ?
6.
Apakah Implikasi pancasila sebagai landasan
ideologi terhadap pendidikan di Indonesia. ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui historis pendidikan dunia
2.
Untuk mengetahui historis pendidikan di
Indonesia
3.
Untung mengetahui keadaan sosial budaya dan
implikasi sosial budaya terhadap pendidikan. ?
4.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
pendidikan pada zaman kolonial belanda dan jepang. ?
5.
Untuk mengetahui landasan yuridis dalam
pendidikan di Indonesia
6.
Untuk mengetahui Implikasi pancasila sebagai
landasan ideologi terhadap pendidikan di Indonesia. ?
D.
PEMBATASAN PENULISAN
Pembatasan penulisan
ini diperlukan untuk membatasi pembahasan pada pokok bahasan, oleh sebab itu
dalam penulisan ini, agar pembahasan tidak melebar, penyusun hanya berfokus
pada landasan historis dan landasan yuridis dalam pendidikan sesuai RPS
(Rencana Pembelajaran Semester) mata kuliah landasan pedagogik Program
Pascasarjana Universitas PRI Madiun Tahun 2019.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
1.
History Pendidikan Dunia
Sejarah
pendidikan dunia telah berlagsung sekitar 150 SM, Sejarah/historis adalah suatu
keadaan atau kejadian pada masa lampau dimana adanya peristiwa yang menjadi
sebuah acuan untuk mengembangkan suatu kegiatan atau kebijakan pada saat ini.
Mempelajari sejarah sangatlah penting karena dengan mempelajari sejarah manusia
memperoleh banyak informasi dan manfaat sehingga menjadi lebih arif dan
bijaksana dalam menentukan sebuah kebijakan.Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan
segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu.
Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model,
konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007:
109).
Seorang
ahli pendidikan sebelum menangani pendidikan maka terlebih dahulu
mereka memeriksa sejarah tentang pendidikan baik yang bersifat
nasional maupun internasional (Pidharta 2009 : 110). Dengan melihat sebuah
sejarah maka mereka bisa melihat tujuan dari pendidikan tersebut apakah sudah
cocok dengan kondisi pada saat ini.
Landasan
historis memberikan peranan yang penting karena dari sebuah landasan historis
atau sejarah bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini. Menuru4t Pidharta ,
(2007 : 109) sejarah/historis adalah keadaan
masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh
konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk
dan sebagainya.
Dengan
demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang
lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan.
Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu
bangsa.
History
atau sejarah dalam pendidikan didunia mengalami beberapa fase perkembangan,
yaitu :
a.
Zaman Realisme
Realisme
menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini,
pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi
juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117). Tokoh – tokoh
pendidikan pada masa ini diantaranya adalah : Franscis Bacon dan Johann Amos
Cornelius, prinsip–prinsip yang dikembangkan antara lain:
Ø Pendidikan lebih dihargai pengajaran
Ø Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
Ø Penanaman pengertian lebih penting dibanding hafalan
Ø Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
Ø Pelajaran harus diberikan satu persatu mulai dari yang mudah
Ø Anak-anak belajar dari alam
Ø Pendidikan diperoleh dari metode induktif yaitu mulai dari menemukan
fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan.
b.
Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk
berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat
diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul
karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja
Perancis yang memiliki kekuasaan absolut.
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada
abad ke-18 adalah John Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa atau a blank sheet of paper,
yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan
dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah
kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan
materialisme (Ibid.: 114-115).
Proses belajar menurut John Locke ada tiga langkah,
yaitu:
Ø Mengamati hal-hal yang ada di luar
diri manusia
Ø Mengingat apa yang telah diamati dan
dihafalkan
Ø Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan
yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri (Ibid.: 114)
c.
Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad
ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini
menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti
korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru,
sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam) (ibid.:
115-16). Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
Ø Asas pertumbuhan, pengajaran harus
member kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara
mempekerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.
Ø Asas aktivitas, melalui bekerja
anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian
akan menjadi pengetahuan mereka.
Ø Asas individualitas, dengan cara
menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga
mereka berkembang menurut alamnya sendiri. (Ibid.: 116)
d.
Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19.
Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga
aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh
aliran ini adalah: Pestalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm
Frobel di Jerman, dan Stanley Hall Amerika Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh
aliran ini meliputi:
Ø Mengaktualisasi semua potensi
anakyang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis,
serta meningkatkan derajat social manusia.
Ø Pengembangan ini dilakukan sejalan
dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui
observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
Ø Pendidikan adalah pengembangan
pembawaan (nature) yang
disertai asuhan yang baik (nurture).
Ø Pengembangan pendidikan mengutamakan
perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo,
2008: 114)
e.
Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai
upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan
Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran
ini adalah:
Ø Menjaga, memperkuat, dan
mempertinggi kedudukan negara,
Ø Mengutamakan pendidikan sekuler,
jasmani, dan kejuruan,
Ø Materi pelajarannya meliputi: bahasa
dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan,
sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu kegilaan
atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa negara,
seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta,
2007: 120-21).
f.
Zaman Liberalisme, Positivisme dan Indivudualisme
Zaman
ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme.
Sedangkan
positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah
August Comte (Ibid.: 121).
g.
Zaman Sosialisme
Aliran
sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp
dan George Kerchensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat.
Aliran
ini berpendapat, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu.
Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena
itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24)
2.
History Pendidikan Indonesia
Perjalanan
sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh sebelum
Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah 74 tahun
Indonesia merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan
Nasional seperti sekarang. Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin
dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan
bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta, 2007). Begitu juga dengan bidang
pendidikan, sejarah pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk
memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan
di Indonesia dimulai dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu
dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan
Indonesia:
a.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme
dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme
merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut
(Mudyahardjo, 2008: 215).
Bila
mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang dapat
digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan
masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang
berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa.
Borobudur setelah dibangun 3 abad
sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan
keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia,
karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number
one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang
jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya.
Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti
sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV,
radio, HP, Tablet, komputer (laptop),
dan internet.
b.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama
islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama
Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan
Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam
besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama
Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat
biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama
dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di
Langgar, Pesantren, dan Madrasah. Bentuk itulah sebenarnya awal terbentuknya
pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia
Ø Langgar : Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang
dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung
secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
Ø Pendidikan di pesantren : Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih
lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3
bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
Ø Pendidikan Madrasah : Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima
balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan
pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan
Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti
sekarang ini. Jenjang ini adalah :
ü Tingkat TK : Bustanul
ü Tingkat SD : Ibtidaiyah
ü Tingkat SMP : Tsanawiyah
ü Tingkat SMA : Aliyah
c.
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa
Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan
dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious)
dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada
akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat
rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat
peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda
pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka
menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai
salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus
Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556)
dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari
Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah,
memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan
yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang
pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam
Rohmawati (2008).
Sedangkan
pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali
tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah
Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost
Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602
(Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap
VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah
berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk
melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan,
Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
d.
Zaman Kolonial Belanda
Tujuan
bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis.
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja,
tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di
Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa pengantar yang dipergunakan
adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah
untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal,
2008).
Secara
umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
Ø Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa
Belanda untuk anak Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar
bahasa daerah, dan sekolah peralihan.
Ø Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan
kejuruan.
Menurut
Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di
Indonesia, yaitu:
1) Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda dan untuk
anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada.
2) Gradualisme yang ekstrim dengan
mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia.
3) Konkordansi yang memaksa semua
sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan
menghalangi penyesuaian dengan keadaan di Indonesia.
4) Kontrol
sentral yang ketat.
5) Tidak
adanya perencanaan pendidikan sistematis.
6) Pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun
sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara formal, sekolah-sekolah itu
tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan
agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah
setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat
diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak
mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur
telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Sejak
dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini
meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain
anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah
menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati, 2008). Golongan baru inilah yang
kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang
masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya
Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda
tahun 1928 (Rohmawati, 2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik mulai muncul
tokoh yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain :
1) Mohammad Syafei dengan
mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse School) di Sumatera Barat pada tahun
1926. Sekolah ini bertujuan membina anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa
asrama.
2) Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli
1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya kurang lebih
adalah yang di depan memberi contoh, yang ditengah
membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang memberikan daya semangat dan
dorongan.
3) Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu
pendiri organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912.
Pendidikan Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya
manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yaitu
seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat
jasmani dan rohani.
e.
Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan
bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita
untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan
alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat di hati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun demikian, ada beberapa segi
positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah
menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan
pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia
secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan,
di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa
Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945
cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem
pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi
pribumi pada masa Belanda.
2) Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun
3) Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
Ø Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Ø Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Ø Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
f.
Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah
Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu
bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa
Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan
perjuangan yang amat berat.
Tujuan
pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan.
Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang
terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan
yang diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat
dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak
pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak
dapat bersekolah.
g.
Zaman ‘Orde Lama’
Saat
gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai
digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik
spiritual maupun material (Rohmawati: 2008). Setelah diadakan konsolidasi yang
intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah,
Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing
para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan
dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara
(Rahmawati; 2008).
Pendidikan
Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang diharapkan dapat membangun
bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam
maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang
ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan
Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu :
Ø Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke
Ø Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
Ø Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan,
ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo,
2008: 403)
h.
Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S
pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di
bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi
operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar
(Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk
mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah
sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih
memiliki beberapa kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu
1)
Kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan
dunia kerja).
2)
Kesenjangan akademik (pengetahuan yang
diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari)
3)
Kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak
menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan
ilmu dan teknologi)
4)
kesenjangan temporal (kesenjangan antara
wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang
menonjol pada zaman ini adalah
1)
Kesadaran beragama dan kebangsaan meningkat
dengan pesat,
2)
Persatuan dan kesatuan bangsa tetap
terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
i.
Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang
berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang
berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor
politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar
saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini
pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin
terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk
miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian,
dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan
meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP
(Kurikulum Satuan Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur
tentang sistem pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.2003, Bab VI.
Secara undang-undang pemerintah telah berusaha menyelenggarakan pendidikan
dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu
berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran,
penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan peningkatan
mutu pendidikan.
3.
Keadaan Sosial Budaya Pada History Pendidikan Indonesia
Dalam history perkembangannya, pendidikan juga
menghadapi tantangan, salah satunya bagaiamana pendidikan harus menghadapi
keadaan sosial budaya masyarakat yang berbeda – beda di setiap zamannya, dari
pembahsan diatas di Indonesia sendiri dalam perkembangannya pendidikan
indonesia berada dalam tiga keadaan sosial budaya masyarakat yang berbeda,
antara sebagai berikut :
a.
Zaman Tradisional (Budha dan Islam)
Pada fase ini keadaan sosial dan budaya di
masyarakat indonesia masih sangat memegang teduh tradisi nenek moyang, oleh
sebab itu pendidikan belum dianggap begitu penting, karena dalam tatanan sosial
budaya masyarakat pada zaman itu terlalu memegang teguh warisan leluhur nenek
moyang, keadaan sosial budaya pada masaa tradisional dapat diliat dari beberapa
aspek, anatara lain :
1)
Bidang Keagamaan
2)
Bidang Politik
Kekuasaan kerajaan ditentukan secara
turun-temurun berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta.
3)
Bidang Sosial
Kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat
Indonesia mengenal aturan kasta, yaitu: Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para
sarjana), Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan), Kasta Waisya
(pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit). Kasta Sudra (rakyat jelata dan
pekerja kasar). Namun, unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan dalam
semua lapisan masyarakat.
4)
Bidang Sastra dan Bahasa
Pada masa ini dikenal dan digunakannya bahasa
Sanskerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia.
5)
Bidang Arsitektur
Pada masa ini masyarakat indoneisa sangat
pandai dalam hal arsitektur, salah satu buktinya adalah dengan di buatnya candi
borobudur.
Setelah masa hindu budha ini berakhir, maka
keadaan sosial budaya masyarakat indonesia pelan namun pasti juga berubah,
dimana tatanan sosial budaya lebih berorientasi pada agama islam, namun tradisi
hindunisme dan budhanisme masih sering dijumpai di msayarakat.
b.
Zaman Penjajahan (Belanda dan Jepang)
Pada masa ini keadaan sosial budaya masyarakat
Indoneia berada pada titik terndahnya, karena hampir semua tatanan kehidupan
berada dalam tekanan bangsa penjajah, hal ini dapat di liat dari adanya sistem
kerja paksa rodi untuk kolonial belanda dan romusha untuk jepang. Hal ini tentu
juga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Pada
zaman ini penjajah mencoba membawa kultur budaya dari negaranya untuk
diterapkan di Indonesia. Pada masa kolonial, kehidupan masyarakat Indonesia
berada di bawah garis kemiskinan, begitupun masyarakat Indonesia begitu susah
dalam mendapatkan pendidikan.
c.
Zaman Kemerdekaan
Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan,
terjadi perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Semula
rakyat Indonesia adalah masyarakat kolonial dengan diskriminasi ras sebagai
ciri pokoknya. Kemerdekaan telah berhasil menghapus segala bentuk diskriminasi
terhadap seluruh warga negara Indonesia. Pemerintah RI menghapus semua perbedaan
perlakuan berdasarkan ras (warna kulit), keturuna, agama dan kepercayaan yang
dianut warganya. Pada masa ini kran pendidikan dibuka selebar – lebarnya
seperti yang tercermin dalam UUD 1945.
4.
Implikasi Keadaan Sosial Budaya Terhadap Pendidikan
Faktor sosial budaya juga berimplikasi dalam
pendidikan, oleh karena itu dalam dunia pendidikan harusnya dapat mengetahui
karakteristik sosial budaya dalam masyarakat, hal ini dirasa perlu untuk bisa
menentukan langkah yang dilakukan untuk pelaksanaan pendidikan. Dalam dunia
pendidikan aspek sosial budaya juga berimplikasi kepada :
a.
Penyusunan kurikulum
Aspek sosial budaya berperan penting terhadap
penyusunan kurikulum, karena kurikulum pembelajaran diharapkan dapat berjlan
berdampingan dengan aspek sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat
b.
Model pembelajaran
Dalam proses pembelajaran model pembelajaran
memiliki peranan yang penting, dikarenakan hal ini akan berimplikasi terhadap
pemahaman peserta didik trhadapt materi, model pembelajaran yang baik adalah
model pembelajaran yang sesuia dengan kultur sosial dan budaya peserta didik.
c.
Materi
pembelajaran
d.
Pendekatan terhadap peserta didik
e.
Pengenalan dan pengendalian karakter peserta
didik
5.
Kelebihan Dan kekurangan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda Dan
Jepang
Penyelenggaraan pendidikan pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan, begitupun dalam peneyelenggaraan pendidikan di masa
kolonial, karena penyelenggaraan pendidikan di masa kolonial merupakan salah
satu tonggak historis pendidikan di Indonesia. Berikut kelebihan dan kekurangan
pendidikan di masa kolonial :
a.
Kelebihan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda
1)
Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak
hanya
mengajarkan agama saja, tetapi juga
mengajarkan pengetahuan umum.
2)
Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau
Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku).
3)
Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah
bahasa Melayu dan Belanda.
4)
Mempunyai pendidikan lanjutan yang meliputi
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
b.
Kekurangan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda
1)
Diskriminasi terhadap anak belanda dan pribumi
2)
Mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana
mungkin bagi anak Indonesia.
3)
Memaksa semua sekolah berorientasi barat
mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan
keadaan di Indonesia.
4)
Tidak adanya perencanaan pendidikan
sistematis.
c.
Kelebihan Pendidikan Pada Zaman Jepang
1)
Pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan.
2)
Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto
Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu
Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3)
Terdapat pendidikan untuk guru :
Ø Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Ø Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Ø Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
d.
Kekurangan Pendidikan Zaman Jepang
1)
Menanamkan
ideologi jepang
2)
Menghilangkan
norma – norma keagamaan
B.
LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN
1.
Landasan Yuridis Penyelenggaraan
Pendidikan Nasional
Dalam
praktik pendidikan nasional diselenggarkan dengan mengacu kepada landasan
yuridis tertentu yang telah ditetapkan, baik yang berupa undang-undang maupun
peraturan pemerintah mengenai pendidikan. Bagi para pendidik dan tenaga
kependidikan perlu sekali memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan
nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan
yang diembannya. Yang dengan demikian dapat diharapkan akan tercipta tertibnya
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat
untuk dapat tercapainya tujuan dalam pendidikan nasional.
Dalam
kemerdekaan Bangsa Indonesia di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
sehari setelah itu pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara.
Dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disana tersurat dan
tersirat cita-cita nasional di bidang pendidikan yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sehubungan
dengan ini pasal 31 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar
“pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang
Dasar”. Landasan Yuridis atau hukum
pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka peraktek pendidikan dan atau
studi pendidikan.
Landasan
Yuridis Pendidikan Indonesia ialah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan, pemerintanh pengganti
undang-undang, peraturan pemerintahan, keputusan presiden, peraturan pelaksanaan
lainnya, seperti peraturan mentri, intruksi mentri dan lain-lain. Adapun landasan yuridis di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Dalam hal ini Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945 yang telah di amandemen, pasal 31 tentang
Pendidikan Nasional mengamanatkan :
1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan, ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang.
4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kehidupan
penyelengaraan kehidupan nasional.
5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa, untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada
pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan ialah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesrta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada
ayat 2 pendidikan nasional ialah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman.
Paradigma
lainnya yang diterapkan dalam Undang-Undang Sisdiknas yang baru ialah konsep
kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Demikian juga adanya
kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional
dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama yang memiliki ciri
khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan
mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama “Madrasah,
dan seterusnya”. Dengan demikian Undang-Undang Sisdiknas telah menempatkan
pendidikan sebagai suatu kesatuan yang sistemik “pasal 4 ayat 2”.
Selain itu
Undang-Undang Sisdiknas yang dijabarkan dari Undang-Undang Dasar 1945, telah
memberikan keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan
tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan
demikian Undang-Undang Sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbangan antara
iman, ilmu dan amal shaleh. Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum “pasal 36 ayat 3”, dimana
peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, kecerdasan, ilmu pengetahuan,
tekhnologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.
b.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1989
Tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang
dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih
mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama
adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang – undang ini
mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada
pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan
Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh
tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7
berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga
kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan
tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup
tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas,
peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber
belajar.” Dari bahasan diatas untuk
lebih jelasnya bahwa undang-undang tentang pendidikan nasional sebagai berikut:
Pasal 1 Ayat 2, Ayat 5, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal
20, Pasal 24, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36 Ayat 1, Pasal 39, Pasal 45, dan
Pasal 58.
Ø Pasal 1 Ayat 2 menerangkan,
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia.” Sedangkan Pasal 1 Ayat 5 berbunyi, “Tenaga kependidikan adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.”
Ø Pasal 5 bermakna, “Setiap warga
negara berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, di daerah terpencil, maupun
yang cerdas sekalipun.”
Ø Pasal 6 menjelaskan, “Memberdayakan
semua komponen masyarakat berarti pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah
dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerja sama saling melengkapi dan
memperkuat.”
Ø Pasal 12, “Peserta didik mempunyai
hak untuk mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya
yang diajarkan oleh pendidik yang seagama.”
Ø Pasal 13, “Jalur pendidikan formal
merupakan ppendidikan yang diselenggarakan di sekolah secara berjenjang dan
bersinambungan, sedang jalur pendidikan nonformal dan informal merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan.”
Ø Pasal 15, “Jalur pendidikan formal
yang terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus,
pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional.”
Ø Pasal 20, “Sekolah tinggi, institut,
dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik atau professional.”
Ø Pasal 24, “Tentang kebebasan
akademik, kebebasan mimbar akadmik, dan otonomi keilmuan.”
Ø Pasal 28, “Pendidikan anak usia dini
dapat terjadi pada jalur formal, nonformal, dan informal.”
Ø Pasal 29, “Meningkatkan kinerja
pegawai dan calon pegawai negri yang diselenggarakan oleh departemen atau
nondepartemen pemerintah.”
Ø Pasal 36 Ayat 1, “Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidian untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
Ø Pasal 39, “Tentang kewajiban tenaga
kerja.”
Ø Pasal 45, “Pengadaan dan
pendayagunan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan keluarga peserta didik.”
Ø Pasal 58, “Evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan oleh pendidik.”
c.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pemerintah
telah memberlakukan UU RI No.4 Tahun 1950 Tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah yuncto UU RI No. 12 Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989
undang-undang tersebut diganti dengan UU RI No.2 Tahun 1989 Tentang “Sistem
Pendidikan Nasional”. Adapun sejak tanggal 8 Juli 2003 Pemerintah memperbaharui
dan menggantinya dengan Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003
Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Pendidikan.
Pada Pasal 1 ayat 1 Undang-undang R.I. No.20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU R.I. Tahun 2003). Sistem
Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan nasional yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat
3 UU R.I No.20 Tahun 2003). Dasar, Visi, Misi, Fungsi, Tujuan, Strategi
Pendidikan Nasional, dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Ø Dasar Pendidikan Nasional dinyatakan pada pasal 2 UU RI Nomor 20 tahun 2003
bahwa : “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945”
Ø Visi dan Misi Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia beerkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang slalu
berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, Pendidikan Nasional :
1)
Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia
2)
Membantu dan
memfasilitasi penegmbangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3)
Meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral.
4)
Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global.
5)
Memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip
otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Penjelasan Atas UU RI No.20/2003) tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Ø Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU RI No. 20/2003,
serta berdasarkan visi dan misi tersebut diatas, “ Pendidikan Nasional
berfungsi mengembngkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sementara Tujuan
Pendidikan Nasional adalah untuk “Berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab” (pasal 3 dn penjelasan atas UU RI No.
20/2003).
Ø Strategi Pembangunan Nasional. Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi
tertentu. Adapaun Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :
1)
Pelaksanaan
pendidikan agama setra akhlak mulia.
2)
Pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3)
Peroses
pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
4)
Evaluasi,
akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan.
5)
Peningkatan
keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan.
6)
Penyediaan
sarana belajar yang mendidik.
7)
Pembiayaan
pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan.
8)
Penyelenggaraan
pendidikan yang terbuka dan merat
9)
Pelaksanaan
wajib belajar.
10) Pelaksanaan otonomi manajemen
pendidikan
11) Pemberdayaan para masyarakat
12) Pusat pembudayaaan masyarakat
13) Pelaksanaan pengawasan dalam sistem
pendidikan nasional (penjelasan atas UU RI No. 2/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Ø Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam konteks sistem pendidikan nasional ditegaskan
agar penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut
:
1)
Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa.
2)
Pendidikan
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang seistemik dengan sistem terbuka dan
multi maksna.
3)
Pendidikan
diselnggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.
4)
Pendidikan
diselenggrakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5)
Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, berhitung, bagi
segenap warga masyarakat.
6)
Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (pasal 4
UU RI No.20/2003)
7)
Hak dan kewajiban warga Negara, Orang Tua, Masyarakat dan Pemerintah
Dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan terdapat hak
dan kewajiban warga negara. Sebagaimana terdapat dalam pasal 5 dan 6 UU RI
Nomor 20 tahun 2003, disebutkan :
1)
Hak Warga Negara Sebagaimana dalam
pasal 5 UU RI No. 20/2003 adalah :
ü “Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
ü ”Warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.”
ü Warga negara di daerah terpencil
atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.”
ü “Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.”
ü “Setiap warga negara berhak mendapat
kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.”
2)
Kewajiban Warga Negara Negara
Sebagaimana dalam pasal 6 UU RI No. 20/2003 adalah
ü “Setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.”
ü Setiap warga negara bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
3)
Hak Dan Kewajiban Orang Tua.
Sebagaimana dalam pasal 7 UU RI No. 20/2003 adalah :
ü Orang tua berhak memilki satuan
pendidikan dalam memperoleh informasi tentang anaknya
ü Orang tua bekewajiban kepada anaknya
untuk memberikan pendidikan selama wajib belajar.
4)
Hak Dan Kewajiban Masyarakat.
Sebagaimana dalam pasal 8 dan 9 UU RI No. 20/2003 adalah :
a) Pasal 8
ü “Masyarakat berhak berperan serta
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.”
b) Pasal 9
ü “Masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”
5) Hak dan Kewajiban Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam pasal 10 dan 11 UU
RI No. 20/2003 adalah:
a) Pasal 10
ü “Pemerintah dan pemerintah daerah
berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan me-ngawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
b) Pasal 11
ü “Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
ü “Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.”
Oleh karena itu kalau di
perhatikan dari hak dan kewajiban
warga
Negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah maka kita tidak akan lagi
menemukan anak yang buta huruf,tidak bias menulis dan membaca, yang putus
sekolah kerena permasalahan ekonomi dan lain sebagainya. Karena
fenomena-fenomena tadi menjadi tanggung jawab pemerintah, terlebih kalau angaran
pendidikan di Negara kita sudah mencapai 20%.
Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh
warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
Pasal 34 UU RI No. 20/2003 menyatakan :
1) Setiap warga Negara yang berusia
tujuh tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
2) Pemerintah dan pemrintah daerah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan daras
tanpa memungut biaya.
3) Wajib belajar merupakan tanggung
jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah,
pemerintah daerah, dam masyarakat.
4) Ketentuan mengenai wajib belajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Dewasa ini diselenggarakan wajib
belajar 9 tahun atau wajib belajar pendidikan dasar. Dengan demikian, setiap
warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Penyelenggaraan pendidikan daras ini dapat bebrntuk SD dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat (Misalnya program paket A) serta SMP dan
MTs atau bentuk lain sederajat (Misalnya program paket B).
d.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru Dan Dosen Pendidikan
Guru sebagai
pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang
sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi
murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
anak.
Pendidik
adalah orang yang mengajar dan membantu siswa dalam memecahkan masalah
pendidikannya. Sedangkan menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali
guru/pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan
hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dosen adalah pendidik profesional
dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Guru dan
Dosen profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan
melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan
berakhlak. Guru dan Dosen profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi
terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang
harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti
membalik talapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua
pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan tenaga
pendidik.
Undang – undang Guru dan Dosen terdiri
dari :
1)
Guru
a) Kualifikasi, Kompetensi dan
Sertifikasi (Pasal 8-13)
b) Hak dan Kewajiban (Pasal 14-20)
c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Pasal
21-23)
d) Penempatan, Pemindahan dan
Pemberhentian (Pasal 24-31)
e) Pembinaan dan Pengembangan (Pasal
32-35)
f) Penghargaan (Pasal 36-38)
g) Perlindungan (Pasal 39)
h) Cuti (Pasal 40)
i)
Organisasi
Profesi dan Kode Etik (Pasal 41-44)
2)
Dosen
a) Kualifikasi, Kompetensi dan
Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Pasal 45-50)
b) Hak dan Kewajiban Dosen(Pasal 51-60)
c) Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Pasal
61-62)
d) Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan
dan Pemberhentian (Pasal 63-69)
e) Pembinaan dan Pengembangan (Pasal
69-72)
f) Penghargaan (Pasal 73-74)
g) Perlindungan (Pasal 75)
h) Cuti (Pasal 76)
Dalam UU no 14 tahun 2005 juga diatur tentang definisi guru profesional,
diharapkan dengan meningkatnya karakter guru profesional yang dimiliki oleh
setiap guru, maka kualitas mutu pendidikan akan semakin baik. Di antaranya
karakteristik guru profesional yaitu:
1) Taat pada peraturan
perundang-undangan
2) Memelihara dan meningkatkan organisasi
profesi
3) Membimbing peserta didik
(ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan tugas mendidik)
4) Cinta terhadap pekerjaan
5) Memiliki otonomi/
mandiri dan rasa tanggung jawab
6) Menciptakan suasana yang baik di tempat
kerja (sekolah)
7) Memelihara hubungan dengan teman sejawat
(memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan)
8) Taat dan loyal kepada pemimpin
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi
tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien,
serta mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru yang
profesional harus memiliki empat kompetensi, di antaranya yaitu:
1)
Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar.
2)
Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa,
arif, berwibawa, kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi, serta
menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik. Seperti yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru harus ing ngarso
sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri hadayani.
3)
Kompetensi profesional, yaitu kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian
di bidang pendidikan. Meliputi: penguasaan materi, memahami kurikulum dan
perkembangannya, pengelolaan kelas, penggunaan strategi, media, dan sumber
belajar, memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan, memberikan bantuan dan
bimbingan kepada peserta didik, dan lain-lain.

4)
Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru
untuk berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua
peserta didik dan masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan dapat bekerja
sama dengan dewan pendidikan/ komite sekolah, mampu berperan aktif dalam
pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam
kegiatan sosial.
e.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan : Undang-undang ini memuat 97 Pasal
yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi,
Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga
Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan,
Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan,
Ketentuan Penutup. Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
“Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f. Implikasi Pancasila
Sebagai Ideologi Terhadap Pendidikan di Indonesia
Pancasila
adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utama dan dari segi
materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo,
1988.17).Pancasila merupakan dasar Negara yang menjadi cirri khas dan dasar
Negara bangsa Indonesia dan dapat membedakan suatu pandangan dari Negara lain.
Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk membangun pemikiran mengenai
praktik pendidikan yang ada diindonesia dan telah disesuaikan dengan nilai yang
harus dibangun kepada setiap rakyat yang bertempat tinggal di Indonesia. Di
dalam pancasila terdapat isi yang harus dimaknai oleh peserta didik agar
sejalan dengan pendidikan yang diharapkan dan berbasis pancasila, untuk
menerapkan nilai-nilai pancasila yang ada di dalamnya diperlukan pemikiran yang
sungguh- sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat
dilaksanakan, dalam hal hal ini pendidikan tentunya yang berperan utama.
Pancasila
sebagai pandangan bangsa Indonesia yang menjiwai dalm system pendidikan
nasional Indonesia dengan perkataan lain bila dihubungkan pancasila dengan
kenyataan yang ada dalam system pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan,
karena pendidikan nasional itu, dasarnya adalah pancasila. Hal di atas
merupakan alasan mengapa pancasila dijadikan sebagai filsafat pendidikan
Indonesia karena sebenarnya bagi Indonesia warga Negara yang pintar tidak cukup
untuk menjadikan manusia seutuhnya namun Indonesia ingin mewujudkan bangsa
Indonesia yang pintar dean bermoral dengan didasarkan pada aspek nilai-nilai
pancasila, dapat diuraikan dari setiap butir pancasila bahwa setiap butirnya
memiliki tujuan yang sesuai sebagai dasar pelaksanaan pendidikan yang
berkarakter dan berkualitas secara kognitif maupun moralnya, uraian nya sebagi
berikut :
1) Ketuhanan yang Maha Esa, dalam sila
yang pertama pendidikan memilih pancasila sebagai dasar pendidikan karena
pendidikan harus mampu menngutamakan hal-hal yang dapat memperkuat nilai-nilai
keimanan bagi peserta didik agar selalu taqwa dan beriman sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing, selain itu agar peserta didik mampu memaknai
suatu pendidikan dengan didasarkan pada kewajiban mereka sebagai makhluk tuhan
untuk selalu menuntut ilmu dan dengan adanya pendidikan yang didasarkan pada
sila ini maka output yang akan dihasilkan yaitu terciptanya insan atau peserta
didik yang berakhlak mulia.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
dalam sila kedua pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan
karena pendidikan harus mampu membentuk setiap peserta didik yang mampu untu
memberikan perlakuan sebagaimana layaknya manusia dan nantinya seseorang yang
telah mendapatkan pendidikan itu dapat menghargai hak manusia yang sesuai
dengan makna dari sila ini, ketika seseorang dapat memahami hak dan kewajiban
diri sendiri dan orang lain maka orang tersebut mampu memberikan perlakuan yang
sesuai sehingga menjadikan setiap manusia menjadi beradab dan dapat
memperlakukan setiap manusia sama tanpa pandang bulu.
3) Persatuan Indonesia, dalam sila
ketiga pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena
pendidikan harus mampu untuk menjadikan peserta didiknya dapat bersatu dengan
peserta didik lainnya, hal Ini menunjukkan bahwa ketika terjadinya proses
pendidikan maka ada saat mereka harus belajar dari lingkungan sosialnya, dari
lingkungan social yang ada maka ia akan belajar sendiri menengenai pengetahuan
maupun nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat dan hal ini
memungkinkan setiap orang untuk bersatu dan meminimalisir adanya diskrimantif
antar perbedaan yang menjadi corak dari bangsa Indonesia, sehingga terbuktilah
dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dapat dimaknai bahwa bangsa
Indonesia memiliki keberagaman sehingga di dalam proses pendidikan harus ada
proses saling bertukar pengetahuan dan sebagainya yang menungkinkan setiap
orang dapat menjalin kebersatuan untuk memenuhi suatu kebutuhan pendidikan.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dalam sila keempat pendidikan
menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena mengharuskan suatu
pendidikan dapat menjadikan setiap orang menjadi lebih demokratis,aktif, dan
kritis di dalam memberikan solusi pada setiap masalah yang sedang terjadi di
Indonesia, tetapi dalam pandangan yang lain dapat dikatakan bahwa di dalam
proses pendidikan mengharapkan memunculkan output cendekiawan yang mampu
mengkritisi segala permasalahan yang dapat mengancam keutuhan NKRI hal ini
dapat dilakukan dengan usaha dari dalam maupun dari luar, maka biasannya
pendidikan di 3 pusat lingkungan tersebuut telah memberikan bergai usaha agar
seseorang dapat lebih kritis lagi seperti dimasyarakat bahwa terdapat
organisasi yang memungkinkan partisipasi oleh setiap orang untuk mengatasi
hal-hal yang bersangkutan dengan program atau kinerja dari setiap organisasi
tersebut, adanya penyuluhan mengenai pemilu dan sebagainya.
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia, dalam sila ke lima pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar
pendidikan karena mengungkapkan secara abstrak bahwa suatu pendidikan harus
mampu menciptakan bibit yang mampu memberikan keadilan social bagi lingkungan
yang ditempati nya dalam arti bahwa ketika seseorang sedang berbaur dengan
temannya maka orang itu tidak boleh membedakan yang satu dengan yang
lainnya.sehingga biasanya hal yang dapat dilakukan yaitu dengan menanamkan
sejak kecil bahwa seseorang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari
orang lain, sehingga jika memilih teman harus adil dan tidak boleh memnadang
pangkat maupun derajatnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Penulisan makalah ini berfokus membahas
mengenai landasan historis dan landasan yuridis pendidikan, mendasar pada hasil
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Adapun historis pendidikan di dunia adalah
sebagai berikut:
a.
Zaman Realisme dengan tokohnya
adalah : Franscis Bacon dan Johann Amos Cornelius
b.
Zaman rasionalisme:.Tokoh pendidikan pada zaman ini pada
abad ke-18 adalah John Locke.
c.
Zaman Naturalisme: Tokohnya J. J. Rousseau.
d.
Zaman Developmentalisme: Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johann
Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman, dan Stanley Hall Amerika
Serikat.
e.
Zaman Nasionalisme: Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan
Jefferson (Amerika Serikat).
f.
Zaman Liberalisme, Positivisme dan Indivudualisme: Tokoh aliran positivisme adalah August Comte
g.
Zaman Sosialisme: Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerchensteiner di Jerman
serta John Dewey di Amerika Serikat.
Mendasar
pada pembahasan diatas, perkembangan pendidikan di indonesia juga memiliki
historis yang panjang. Adapaun histori pendidikan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a.
Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
b.
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
c.
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
d.
Zaman Kolonial Belanda
e.
Zaman Kolonial Jepang
f.
Zaman Kemerdekaan (Awal)
g.
Zaman ‘Orde Lama’
h.
Zaman ‘Orde Baru’
i.
Zaman ‘Reformasi’: Pendidikan
di zaman ini ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan
yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi,.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan,
misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP
(Kurikulum Satuan Pendidikan).
Dalam dunia pendidikan aspek sosial budaya
juga berimplikasi terhadap:
a.
Penyusunan kurikulum
b.
Model pembelajaran
c.
Materi pembelajaran
d.
Pendekatan terhadap peserta didik
e.
Pengenalan dan pengendalian karakter peserta
didik
Adapaun landasan yuridis pendidikan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a.
Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII
yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga
negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang
kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan.
Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama
lain.
b.
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional :
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi
dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan
jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan,
sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa
pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan
nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
c.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan
misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang
ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi
dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan
kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang
dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan
pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan,
evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan
pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
d.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen :
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan
fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan
dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi
dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
B.
SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan.

DAFTAR
PUSTAKA
Pidarta Made. Landasan
Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). PT Rineka
Cipta Jakarta 2014
Imran,
M. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Dep.
P dan K, Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta 1989.
Made
Pidarta, dkk. “Usaha
Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di Indonesia” (hasil
penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya 1991.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra
Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan
Tinggi.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan
pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007.Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
http:///D:/landasan
kependidikan dan prob/Landasan Historis Pendidikan_Nyimas
Inda.Kusumawati_Komunitas Blogger Unsri.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar