Selasa, 29 Oktober 2019

LANDASAN HISTORIS DAN YURIDIS DALAM PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
     Dalam semua aspek kehidupan, ketika melakukan suatu hal tentu diperlukan suatu landasan, Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia  menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali  sesuatu. Adapun menurut S. Wojowasito, (1972: 161), bahwa landasan dapat diartikan sebagai alas, ataupun dapat diartikan sebagai fondasi, dasar, pedoman dan sumber.
     Mendasar pada definisi diatas, landasan ini menjadi hal yang sangat penting, dikarenakan landasan merupakan fondasi dari semua aktivitas yang akan kita laksanakan.
     Oleh sebab itu landasan ini juga diperlukan dalam dunia pendidikan sebagai fondasi, dasar, pedoman maupun sumber untuk melakasanakan pendidikan itu sendiri.
     Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Secara Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
     Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa landasan, diantaranya landasan filosofis, landasan psikologi, landasan sosiologis, landasan antropologis, landasan historis dan landasan yuridis. Semua landasan itu mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu landasan yang komprehensif dan diharapkan akan menjadi fondasi yang kuat dan kokoh dalam melaksanakan proses pendidikan.
     Salah satu dari beberapa landasan dalam dunia pendidikan adalah landasan historis dan yuridis. History atau sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109). Sedangkan yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menuruti hukum yang telah diakui oleh pemerintah. Oleh sebab itu landasan historis ini diperlukan dalam pendidikan sebagai gambaran pendidikan masa lalu yang berguna untuk pijakan dalam penyempurnaan pendidikan di masa yang akan datang dan landasan yuridis ini diperlukan agar dalam melakukan proses pendidikan tidak melanggar norma hukum di Indonesia.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana historis pendidikan dunia. ?
2.      Bagaimana historis pendidikan di Indonesia. ?
3.      Bagaimana keadaan sosial budaya dan implikasi sosial budaya terhadap pendidikan. ?
4.      Apakah kelebihan dan kekurangan pendidikan pada zaman kolonial belanda dan jepang. ?
5.      Apakah landasan yuridis dalam pendidikan di Indonesia. ?
6.      Apakah Implikasi pancasila sebagai landasan ideologi terhadap pendidikan di Indonesia. ?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui historis pendidikan dunia
2.      Untuk mengetahui historis pendidikan di Indonesia
3.      Untung mengetahui keadaan sosial budaya dan implikasi sosial budaya terhadap pendidikan. ?
4.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendidikan pada zaman kolonial belanda dan jepang. ?
5.      Untuk mengetahui landasan yuridis dalam pendidikan di Indonesia
6.      Untuk mengetahui Implikasi pancasila sebagai landasan ideologi terhadap pendidikan di Indonesia. ?

D.       PEMBATASAN PENULISAN
Pembatasan penulisan ini diperlukan untuk membatasi pembahasan pada pokok bahasan, oleh sebab itu dalam penulisan ini, agar pembahasan tidak melebar, penyusun hanya berfokus pada landasan historis dan landasan yuridis dalam pendidikan sesuai RPS (Rencana Pembelajaran Semester) mata kuliah landasan pedagogik Program Pascasarjana Universitas PRI Madiun Tahun 2019.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
1.      History Pendidikan Dunia
Sejarah pendidikan dunia telah berlagsung sekitar 150 SM, Sejarah/historis adalah suatu keadaan atau kejadian pada masa lampau dimana adanya peristiwa yang menjadi sebuah acuan untuk mengembangkan suatu kegiatan atau kebijakan pada saat ini. Mempelajari sejarah sangatlah penting karena dengan mempelajari sejarah manusia memperoleh banyak informasi dan manfaat sehingga menjadi lebih arif dan bijaksana dalam menentukan sebuah kebijakan.Sejarah adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Seorang ahli pendidikan sebelum menangani pendidikan maka  terlebih dahulu mereka  memeriksa sejarah tentang pendidikan  baik yang bersifat nasional maupun internasional (Pidharta 2009 : 110). Dengan melihat sebuah sejarah maka mereka bisa melihat tujuan dari pendidikan tersebut apakah sudah cocok dengan kondisi pada saat ini. 
Landasan historis memberikan peranan yang penting karena dari sebuah landasan historis atau sejarah bisa membuat arah pemikiran kepada masa kini. Menuru4t Pidharta , (2007 : 109) sejarah/historis adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
History atau sejarah dalam pendidikan didunia mengalami beberapa fase perkembangan, yaitu :
a.      Zaman Realisme
Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114). Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117). Tokoh – tokoh pendidikan pada masa ini diantaranya adalah : Franscis Bacon dan Johann Amos Cornelius, prinsip–prinsip yang dikembangkan antara lain:
Ø Pendidikan lebih dihargai pengajaran
Ø Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
Ø Penanaman pengertian lebih penting dibanding hafalan
Ø Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
Ø Pelajaran harus diberikan satu persatu mulai dari yang mudah
Ø Anak-anak belajar dari alam
Ø Pendidikan diperoleh dari metode induktif yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan suatu kesimpulan.
b.   Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan absolut.
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa atau a blank sheet of paper, yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (Ibid.: 114-115).
Proses belajar menurut John Locke ada tiga langkah, yaitu:
Ø Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
Ø Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
Ø Berpikir, yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri (Ibid.: 114)
c.    Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam) (ibid.: 115-16). Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
Ø Asas pertumbuhan, pengajaran harus member kesempatan untuk anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.
Ø Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan  mereka.
Ø Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri. (Ibid.: 116)
d.   Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman, dan Stanley Hall Amerika Serikat.
Intisari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
Ø Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
Ø Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
Ø Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik (nurture).
Ø Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114)
e.    Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
Ø Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
Ø Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
Ø Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme di Jerman, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 120-21).
f.     Zaman Liberalisme, Positivisme dan Indivudualisme
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme.
Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Ibid.: 121).
g.    Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerchensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat.
Aliran ini berpendapat, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24)
2.    History Pendidikan Indonesia
Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia sangat panjang bahkan semenjak jauh sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945 sampai akhirnya sekarang setelah 74 tahun Indonesia merdeka yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang. Dengan demikian setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa lampau (Pidarta, 2007). Begitu juga dengan bidang pendidikan, sejarah pendidikan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding untuk memajukan pendidikan itu sendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari zaman kuno/ tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahanan, sampai saat ini. Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
a.        Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Bila mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan sejarah yang dapat digunakan sebagai perbandingan perkembangan pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari 1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun  3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya hanya berupa orang, tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, Tablet,  komputer (laptop), dan internet.
b.   Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di Langgar, Pesantren, dan Madrasah. Bentuk itulah sebenarnya awal terbentuknya pembelajaran klasikal maupun individual di Indonesia
Ø Langgar : Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar seorang anak.
Ø Pendidikan di pesantren : Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
Ø Pendidikan Madrasah : Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang ini adalah :
ü  Tingkat TK           : Bustanul
ü  Tingkat SD           : Ibtidaiyah
ü  Tingkat SMP        : Tsanawiyah
ü  Tingkat SMA        : Aliyah
c.    Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
d.   Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum. Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku). Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia digambarkan sebagai berikut:
Ø Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda untuk anak Belanda , Indonesia dan Cina. Sekolah dengan pengantar bahasa daerah, dan sekolah peralihan.
Ø Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
Menurut Nasution (1993) ada enam prinsip politik pendidikan kolonial Belanda di Indonesia, yaitu:
1)   Dualisme dalam pendidikan dengan adanya sekolah anak belanda dan untuk anak pribumi, untuk anak yang berada dan anak yang tidak berada.
2)    Gradualisme yang ekstrim dengan mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia.
3)    Konkordansi yang memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan di Indonesia.
4)    Kontrol sentral yang ketat.
5)    Tidak adanya perencanaan pendidikan sistematis.
6)   Pedidikan pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara formal, sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah (Rizal, 2008).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru (Rohmawati, 2008). Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 (Rohmawati, 2008). Setelah itu tokoh-tokoh pendidik mulai muncul tokoh yang berjuang di bidang pendidikan, antara lain :
1)   Mohammad Syafei dengan mendirikan INS (Indonesisch Nederlandse School) di Sumatera Barat pada tahun 1926. Sekolah ini bertujuan membina anak-anak ke arah hidup yang merdeka melalui pendidikan hidup mandiri. Model sekolahnya sendiri berupa asrama.
2)   Ki Hajar Dewantara yang merupakan pendiri Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani yang artinya kurang lebih adalah yang di depan memberi contoh, yang ditengah membangun keinginan dan bekerja sama dan yang dibelakang memberikan daya semangat dan dorongan.
3)   Kyai Haji Ahmad Dahlan yaitu pendiri organisasi Islam bernama Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 1912. Pendidikan Muhammadiyah oleh KHA Dahlan mempunyai tujuan yaitu lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-ulama intelek” yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas serta sehat jasmani dan rohani.
e.    Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka (Rohmawati, 2008). Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sistem pendidikan pada masa penjajahan Jepang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)   Pendidikan/ Sekolah Rakyat, lama studi 6 tahun termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi dari Sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masa Belanda.
2)   Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun
3)   Sekolah guru, ada tiga macam sekolah guru :
Ø Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Ø Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Ø Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
f.     Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
g.    Zaman ‘Orde Lama’
Saat gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material (Rohmawati: 2008). Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara (Rahmawati; 2008).
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang diharapkan dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu :
Ø Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke
Ø Menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
Ø Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403)
h.   Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Beberapa kesenjangan, yaitu
1)   Kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja).
2)   Kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari)
3)   Kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi)
4)   kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah
1)      Kesadaran beragama dan kebangsaan meningkat dengan pesat,
2)      Persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
i.      Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya (ibid.: 143). Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas. Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
Sekarang sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.2003, Bab VI. Secara undang-undang pemerintah telah berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya untuk menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran, penyempurnaan terarah pada pembinaan pola dan strategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
3.    Keadaan Sosial Budaya Pada History Pendidikan Indonesia
Dalam history perkembangannya, pendidikan juga menghadapi tantangan, salah satunya bagaiamana pendidikan harus menghadapi keadaan sosial budaya masyarakat yang berbeda – beda di setiap zamannya, dari pembahsan diatas di Indonesia sendiri dalam perkembangannya pendidikan indonesia berada dalam tiga keadaan sosial budaya masyarakat yang berbeda, antara sebagai berikut :
a.        Zaman Tradisional (Budha dan Islam)
Pada fase ini keadaan sosial dan budaya di masyarakat indonesia masih sangat memegang teduh tradisi nenek moyang, oleh sebab itu pendidikan belum dianggap begitu penting, karena dalam tatanan sosial budaya masyarakat pada zaman itu terlalu memegang teguh warisan leluhur nenek moyang, keadaan sosial budaya pada masaa tradisional dapat diliat dari beberapa aspek, anatara lain :
1)        Bidang Keagamaan
2)        Bidang Politik
Kekuasaan kerajaan ditentukan secara turun-temurun berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta.
3)        Bidang Sosial
Kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan kasta, yaitu: Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana), Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan), Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit). Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar). Namun, unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan dalam semua lapisan masyarakat.
4)   Bidang Sastra dan Bahasa
Pada masa ini dikenal dan digunakannya bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia.
5)   Bidang Arsitektur
Pada masa ini masyarakat indoneisa sangat pandai dalam hal arsitektur, salah satu buktinya adalah dengan di buatnya candi borobudur.
Setelah masa hindu budha ini berakhir, maka keadaan sosial budaya masyarakat indonesia pelan namun pasti juga berubah, dimana tatanan sosial budaya lebih berorientasi pada agama islam, namun tradisi hindunisme dan budhanisme masih sering dijumpai di msayarakat.
b.        Zaman Penjajahan (Belanda dan Jepang)
Pada masa ini keadaan sosial budaya masyarakat Indoneia berada pada titik terndahnya, karena hampir semua tatanan kehidupan berada dalam tekanan bangsa penjajah, hal ini dapat di liat dari adanya sistem kerja paksa rodi untuk kolonial belanda dan romusha untuk jepang. Hal ini tentu juga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang memadai. Pada zaman ini penjajah mencoba membawa kultur budaya dari negaranya untuk diterapkan di Indonesia. Pada masa kolonial, kehidupan masyarakat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan, begitupun masyarakat Indonesia begitu susah dalam mendapatkan pendidikan.
c.         Zaman Kemerdekaan
Pada masa sesudah proklamasi kemerdekaan, terjadi perubahan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia. Semula rakyat Indonesia adalah masyarakat kolonial dengan diskriminasi ras sebagai ciri pokoknya. Kemerdekaan telah berhasil menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap seluruh warga negara Indonesia. Pemerintah RI menghapus semua perbedaan perlakuan berdasarkan ras (warna kulit), keturuna, agama dan kepercayaan yang dianut warganya. Pada masa ini kran pendidikan dibuka selebar – lebarnya seperti yang tercermin dalam UUD 1945.
4.    Implikasi Keadaan Sosial Budaya Terhadap Pendidikan
Faktor sosial budaya juga berimplikasi dalam pendidikan, oleh karena itu dalam dunia pendidikan harusnya dapat mengetahui karakteristik sosial budaya dalam masyarakat, hal ini dirasa perlu untuk bisa menentukan langkah yang dilakukan untuk pelaksanaan pendidikan. Dalam dunia pendidikan aspek sosial budaya juga berimplikasi kepada :
a.        Penyusunan kurikulum
Aspek sosial budaya berperan penting terhadap penyusunan kurikulum, karena kurikulum pembelajaran diharapkan dapat berjlan berdampingan dengan aspek sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat
b.      Model pembelajaran
Dalam proses pembelajaran model pembelajaran memiliki peranan yang penting, dikarenakan hal ini akan berimplikasi terhadap pemahaman peserta didik trhadapt materi, model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang sesuia dengan kultur sosial dan budaya peserta didik.
c.        Materi pembelajaran
d.      Pendekatan terhadap peserta didik
e.        Pengenalan dan pengendalian karakter peserta didik
5.    Kelebihan Dan kekurangan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda Dan Jepang
Penyelenggaraan pendidikan pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitupun dalam peneyelenggaraan pendidikan di masa kolonial, karena penyelenggaraan pendidikan di masa kolonial merupakan salah satu tonggak historis pendidikan di Indonesia. Berikut kelebihan dan kekurangan pendidikan di masa kolonial :
a.    Kelebihan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda
1)   Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya
mengajarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum.
2)   Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan (Maluku).
3)   Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda.
4)   Mempunyai pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan.
b.   Kekurangan Pendidikan Pada Zaman Kolonial Belanda
1)   Diskriminasi terhadap anak belanda dan pribumi
2)   Mengusahakan pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia.
3)   Memaksa semua sekolah berorientasi barat mengikuti model sekolah di Netherland dan menghalangi penyesuaian dengan keadaan di Indonesia.
4)   Tidak adanya perencanaan pendidikan sistematis.
c.    Kelebihan Pendidikan Pada Zaman Jepang
1)   Pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan.
2)   Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
3)   Terdapat pendidikan untuk guru :
Ø  Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
Ø  Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
Ø  Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
d.    Kekurangan Pendidikan Zaman Jepang
1)        Menanamkan ideologi jepang
2)        Menghilangkan norma – norma keagamaan

B.       LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN
1.    Landasan Yuridis Penyelenggaraan Pendidikan Nasional
Dalam praktik pendidikan nasional diselenggarkan dengan mengacu kepada landasan yuridis tertentu yang telah ditetapkan, baik yang berupa undang-undang maupun peraturan pemerintah mengenai pendidikan. Bagi para pendidik dan tenaga kependidikan perlu sekali memahami berbagai landasan yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Yang dengan demikian dapat diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya tujuan dalam pendidikan nasional.
Dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, sehari setelah itu pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara. Dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disana tersurat dan tersirat cita-cita nasional di bidang pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sehubungan dengan ini pasal 31 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang Dasar”. Landasan Yuridis atau hukum pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka peraktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Landasan Yuridis Pendidikan Indonesia ialah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan, pemerintanh pengganti undang-undang, peraturan pemerintahan, keputusan presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peraturan mentri, intruksi mentri dan lain-lain. Adapun landasan yuridis di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.   Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Dalam hal ini Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang telah di amandemen, pasal 31 tentang Pendidikan Nasional mengamanatkan :
1)       Setiap warga negara  berhak mendapatkan pendidikan.
2)       Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3)       Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
4)       Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kehidupan penyelengaraan kehidupan nasional.
5)       Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa, untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan bahwa pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesrta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada ayat 2 pendidikan nasional ialah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Paradigma lainnya yang diterapkan dalam Undang-Undang Sisdiknas yang baru ialah konsep kesetaraan antara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Demikian juga adanya kesetaraan antara satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan satuan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama yang memiliki ciri khas tertentu. Itulah sebabnya dalam semua jenjang pendidikan disebutkan mengenai nama pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Agama “Madrasah, dan seterusnya”. Dengan demikian Undang-Undang Sisdiknas telah menempatkan pendidikan sebagai suatu kesatuan yang sistemik “pasal 4 ayat 2”.
Selain itu Undang-Undang Sisdiknas yang dijabarkan dari Undang-Undang Dasar 1945, telah memberikan keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian Undang-Undang Sisdiknas yang baru telah memberikan keseimbangan antara iman, ilmu dan amal shaleh. Hal itu selain tercermin dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional, juga dalam penyusunan kurikulum “pasal 36 ayat 3”, dimana peningkatan iman dan takwa, akhlak mulia, kecerdasan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, seni dan sebagainya dipadukan menjadi satu.
b.   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Nasional
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini. Yang dibahas adalah pasal – pasal penting terutama yang membutuhkan penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk mengembangkan pendidikan. Pertama – tama adalah Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 7. Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang – Undang Dasar 45. Undang – undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada pancasila dan Undang – Undang dasar 1945, yang selanjutnya disebut kebudayaan Indonesia saja. Ini berarti teori – teori pendidikan dan praktek – praktek
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia, tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia.“Selanjutnya Pasal 1 Ayat 7 berbunyi : Tenaga Pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan tertera dalam pasal 27 ayat 2, yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laporan, dan teknisi sumber belajar.”  Dari bahasan diatas untuk lebih jelasnya bahwa undang-undang tentang pendidikan nasional sebagai berikut: Pasal 1 Ayat 2, Ayat 5, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 20, Pasal 24, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 36 Ayat 1, Pasal 39, Pasal 45, dan Pasal 58.
Ø  Pasal 1 Ayat 2 menerangkan, “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia.” Sedangkan Pasal 1 Ayat 5 berbunyi, “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.”
Ø  Pasal 5 bermakna, “Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, di daerah terpencil, maupun yang cerdas sekalipun.”
Ø  Pasal 6 menjelaskan, “Memberdayakan semua komponen masyarakat berarti pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerja sama saling melengkapi dan memperkuat.”
Ø  Pasal 12, “Peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang dianutnya yang diajarkan oleh pendidik yang seagama.”
Ø  Pasal 13, “Jalur pendidikan formal merupakan ppendidikan yang diselenggarakan di sekolah secara berjenjang dan bersinambungan, sedang jalur pendidikan nonformal dan informal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan.”
Ø  Pasal 15, “Jalur pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional.”
Ø  Pasal 20, “Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik atau professional.”
Ø  Pasal 24, “Tentang kebebasan akademik, kebebasan mimbar akadmik, dan otonomi keilmuan.”
Ø  Pasal 28, “Pendidikan anak usia dini dapat terjadi pada jalur formal, nonformal, dan informal.”
Ø  Pasal 29, “Meningkatkan kinerja pegawai dan calon pegawai negri yang diselenggarakan oleh departemen atau nondepartemen pemerintah.”
Ø  Pasal 36 Ayat 1, “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidian untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
Ø  Pasal 39, “Tentang kewajiban tenaga kerja.”
Ø  Pasal 45, “Pengadaan dan pendayagunan sumber daya pendidikan yang harus dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga peserta didik.”
Ø  Pasal 58, “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik.”

c.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pemerintah telah memberlakukan UU RI No.4 Tahun 1950 Tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yuncto UU RI No. 12 Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989 undang-undang tersebut diganti dengan UU RI No.2 Tahun 1989 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Adapun sejak tanggal 8 Juli 2003 Pemerintah memperbaharui dan menggantinya dengan Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”.
Pendidikan. Pada Pasal 1 ayat 1 Undang-undang R.I. No.20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan  Pancasila dan UUD 1945 yang  berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU R.I. Tahun 2003). Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan nasional yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat 3 UU R.I No.20 Tahun 2003). Dasar, Visi, Misi, Fungsi, Tujuan, Strategi Pendidikan Nasional, dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Ø  Dasar Pendidikan Nasional dinyatakan pada pasal 2 UU RI Nomor 20 tahun 2003 bahwa : “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945”
Ø  Visi dan Misi Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia beerkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang slalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, Pendidikan Nasional :
1)        Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia
2)        Membantu dan memfasilitasi penegmbangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
3)        Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral.
4)        Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global.
5)        Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia  (Penjelasan Atas UU RI No.20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ø  Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU RI No. 20/2003, serta berdasarkan visi dan misi tersebut diatas, “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembngkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sementara Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (pasal 3 dn penjelasan atas UU RI No. 20/2003).
Ø  Strategi Pembangunan Nasional. Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Adapaun Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :
1)        Pelaksanaan pendidikan agama setra akhlak mulia.
2)        Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
3)        Peroses pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
4)        Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan.
5)        Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan.
6)        Penyediaan sarana belajar yang mendidik.
7)        Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan.
8)        Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merat
9)        Pelaksanaan wajib belajar.
10)    Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
11)    Pemberdayaan para masyarakat
12)    Pusat pembudayaaan masyarakat
13)    Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional (penjelasan atas UU RI No. 2/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Ø Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam konteks sistem pendidikan nasional ditegaskan agar penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1)      Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2)      Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang seistemik dengan sistem terbuka dan multi maksna.
3)      Pendidikan diselnggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4)      Pendidikan diselenggrakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5)      Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, berhitung, bagi segenap warga masyarakat.
6)      Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (pasal 4 UU RI No.20/2003)
7)      Hak dan kewajiban warga Negara, Orang Tua, Masyarakat dan Pemerintah
Dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan terdapat hak dan kewajiban warga negara. Sebagaimana terdapat dalam pasal 5 dan 6 UU RI Nomor 20 tahun 2003, disebutkan :
1)        Hak Warga Negara Sebagaimana dalam pasal 5 UU RI No. 20/2003 adalah :
ü  “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
ü  ”Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.”
ü  Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.”
ü  “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.”
ü  “Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.”
2)      Kewajiban Warga Negara Negara Sebagaimana dalam pasal 6 UU RI No. 20/2003 adalah
ü  “Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.”
ü  Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
3)      Hak Dan Kewajiban Orang Tua. Sebagaimana dalam pasal 7 UU RI No. 20/2003 adalah :
ü  Orang tua berhak memilki satuan pendidikan dalam memperoleh informasi tentang anaknya
ü  Orang tua bekewajiban kepada anaknya untuk memberikan pendidikan selama wajib belajar.
4)      Hak Dan Kewajiban Masyarakat. Sebagaimana dalam pasal 8 dan 9 UU RI No. 20/2003 adalah :
a)      Pasal 8
ü  “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.”
b)      Pasal 9
ü  “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”
5)      Hak dan Kewajiban Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam pasal 10 dan 11 UU RI No. 20/2003 adalah:
a)      Pasal 10
ü  “Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan me-ngawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
b)      Pasal 11
ü  “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”
ü  “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.”
       Oleh karena itu kalau di perhatikan dari hak dan kewajiban
warga Negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah maka kita tidak akan lagi menemukan anak yang buta huruf,tidak bias menulis dan membaca, yang putus sekolah kerena permasalahan ekonomi dan lain sebagainya. Karena fenomena-fenomena tadi menjadi tanggung jawab pemerintah, terlebih kalau angaran pendidikan di Negara kita sudah mencapai 20%.
Wajib Belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 34 UU RI No. 20/2003 menyatakan :
1)      Setiap warga Negara yang berusia tujuh tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
2)      Pemerintah dan pemrintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan daras tanpa memungut biaya.
3)      Wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dam masyarakat.
4)      Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dewasa ini diselenggarakan wajib belajar 9 tahun atau wajib belajar pendidikan dasar. Dengan demikian, setiap warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Penyelenggaraan pendidikan daras ini dapat bebrntuk SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat (Misalnya program paket A) serta SMP dan MTs atau bentuk lain sederajat (Misalnya program paket B).
d.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Pendidikan
Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak.
Pendidik adalah orang yang mengajar dan membantu siswa dalam memecahkan masalah pendidikannya. Sedangkan menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali guru/pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dosen  adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Guru dan Dosen profesional dan bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru dan Dosen profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak seperti membalik talapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan tenaga pendidik.
Undang – undang Guru dan Dosen terdiri dari :
1)      Guru
a)      Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Pasal 8-13)
b)      Hak dan Kewajiban (Pasal 14-20)
c)      Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Pasal 21-23)
d)     Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Pasal 24-31)
e)      Pembinaan dan Pengembangan (Pasal 32-35)
f)       Penghargaan (Pasal 36-38)
g)      Perlindungan (Pasal 39)
h)      Cuti (Pasal 40)
i)        Organisasi Profesi dan Kode Etik (Pasal 41-44)
2)      Dosen
a)      Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Pasal 45-50)
b)      Hak dan Kewajiban Dosen(Pasal 51-60)
c)      Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Pasal 61-62)
d)     Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Pasal 63-69)
e)      Pembinaan dan Pengembangan (Pasal 69-72)
f)       Penghargaan (Pasal 73-74)
g)      Perlindungan (Pasal 75)
h)      Cuti (Pasal 76)
Dalam UU no 14 tahun 2005 juga diatur tentang definisi guru profesional, diharapkan dengan meningkatnya karakter guru profesional yang dimiliki oleh setiap guru, maka kualitas mutu pendidikan akan semakin baik. Di antaranya karakteristik guru profesional yaitu:
1)      Taat pada peraturan perundang-undangan
2)       Memelihara dan meningkatkan organisasi profesi
3)      Membimbing peserta didik (ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan tugas mendidik)
4)      Cinta terhadap pekerjaan
5)      Memiliki otonomi/ mandiri dan rasa tanggung jawab
6)       Menciptakan suasana yang baik di tempat kerja (sekolah)
7)       Memelihara hubungan dengan teman sejawat (memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan)
8)       Taat dan loyal kepada pemimpin
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi, di antaranya yaitu:
1)      Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar.
2)      Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi, serta menjadi uswatun hasanah bagi peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa seorang guru harus ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri hadayani.
3)      Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian di bidang pendidikan. Meliputi: penguasaan materi, memahami kurikulum dan perkembangannya, pengelolaan kelas, penggunaan strategi, media, dan sumber belajar, memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan, memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik, dan lain-lain.
4)   Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua peserta didik dan masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/ komite sekolah, mampu berperan aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam kegiatan sosial.
e.    Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan : Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
f.    Implikasi Pancasila Sebagai Ideologi Terhadap Pendidikan di Indonesia
Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi utama dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988.17).Pancasila merupakan dasar Negara yang menjadi cirri khas dan dasar Negara bangsa Indonesia dan dapat membedakan suatu pandangan dari Negara lain. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk membangun pemikiran mengenai praktik pendidikan yang ada diindonesia dan telah disesuaikan dengan nilai yang harus dibangun kepada setiap rakyat yang bertempat tinggal di Indonesia. Di dalam pancasila terdapat isi yang harus dimaknai oleh peserta didik agar sejalan dengan pendidikan yang diharapkan dan berbasis pancasila, untuk menerapkan nilai-nilai pancasila yang ada di dalamnya diperlukan pemikiran yang sungguh- sungguh  mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu dapat dilaksanakan, dalam hal hal ini pendidikan tentunya yang berperan utama.
Pancasila sebagai pandangan bangsa Indonesia yang menjiwai dalm system pendidikan nasional Indonesia dengan perkataan lain bila dihubungkan pancasila dengan kenyataan yang ada dalam system pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan, karena pendidikan nasional itu, dasarnya adalah pancasila. Hal di atas merupakan alasan mengapa pancasila dijadikan sebagai filsafat pendidikan Indonesia karena sebenarnya bagi Indonesia warga Negara yang pintar tidak cukup untuk menjadikan manusia seutuhnya namun Indonesia ingin mewujudkan bangsa Indonesia yang pintar dean bermoral dengan didasarkan pada aspek nilai-nilai pancasila, dapat diuraikan dari setiap butir pancasila bahwa setiap butirnya memiliki tujuan yang sesuai sebagai dasar pelaksanaan pendidikan yang berkarakter dan berkualitas secara kognitif maupun moralnya, uraian nya sebagi berikut :
1)   Ketuhanan yang Maha Esa, dalam sila yang pertama pendidikan memilih pancasila sebagai dasar pendidikan karena pendidikan harus mampu menngutamakan hal-hal yang dapat memperkuat nilai-nilai keimanan bagi peserta didik agar selalu taqwa dan beriman sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, selain itu agar peserta didik mampu memaknai suatu pendidikan dengan didasarkan pada kewajiban mereka sebagai makhluk tuhan untuk selalu menuntut ilmu dan dengan adanya pendidikan yang didasarkan pada sila ini maka output yang akan dihasilkan yaitu terciptanya insan atau peserta didik yang berakhlak mulia.
2)   Kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam sila kedua pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena pendidikan harus mampu membentuk setiap peserta didik yang mampu untu memberikan perlakuan sebagaimana layaknya manusia dan nantinya seseorang yang telah mendapatkan pendidikan itu dapat menghargai hak manusia yang sesuai dengan makna dari sila ini, ketika seseorang dapat memahami hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain maka orang tersebut mampu memberikan perlakuan yang sesuai sehingga menjadikan setiap manusia menjadi beradab dan dapat memperlakukan setiap manusia sama tanpa pandang bulu.
3)   Persatuan Indonesia, dalam sila ketiga pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan  karena pendidikan harus mampu untuk menjadikan peserta didiknya dapat bersatu dengan peserta didik lainnya, hal Ini menunjukkan bahwa ketika terjadinya proses pendidikan maka ada saat mereka harus belajar dari lingkungan sosialnya, dari lingkungan social yang ada maka ia akan belajar sendiri menengenai pengetahuan maupun nilai-nilai yang ada  dalam suatu masyarakat dan  hal ini memungkinkan setiap orang untuk bersatu dan meminimalisir adanya diskrimantif antar perbedaan yang menjadi corak dari bangsa Indonesia, sehingga terbuktilah dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dapat dimaknai bahwa bangsa Indonesia memiliki keberagaman sehingga di dalam proses pendidikan harus ada proses saling bertukar pengetahuan dan sebagainya yang menungkinkan setiap orang dapat menjalin kebersatuan untuk memenuhi suatu kebutuhan pendidikan.
4)   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dalam sila keempat pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena mengharuskan suatu pendidikan dapat menjadikan setiap orang menjadi lebih demokratis,aktif, dan kritis di dalam memberikan solusi pada setiap masalah yang sedang terjadi di Indonesia, tetapi dalam pandangan yang lain dapat dikatakan bahwa di dalam proses pendidikan mengharapkan memunculkan output cendekiawan yang mampu mengkritisi segala permasalahan yang dapat mengancam keutuhan NKRI hal ini dapat dilakukan dengan usaha dari dalam maupun dari luar, maka biasannya pendidikan di 3 pusat lingkungan tersebuut telah memberikan bergai usaha agar seseorang dapat lebih kritis lagi seperti dimasyarakat bahwa terdapat organisasi yang memungkinkan partisipasi oleh setiap orang untuk mengatasi hal-hal yang bersangkutan dengan program atau kinerja dari setiap organisasi tersebut, adanya penyuluhan mengenai pemilu dan sebagainya.
5)   Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam sila ke lima pendidikan menjadikan pancasila sebagai dasar pendidikan karena mengungkapkan secara abstrak bahwa suatu pendidikan harus mampu menciptakan bibit yang mampu memberikan keadilan social bagi lingkungan yang ditempati nya dalam arti bahwa ketika seseorang sedang berbaur dengan temannya maka orang itu tidak boleh membedakan yang satu dengan yang lainnya.sehingga biasanya hal yang dapat dilakukan yaitu dengan menanamkan sejak kecil bahwa seseorang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain, sehingga jika memilih teman harus adil dan tidak boleh memnadang pangkat maupun derajatnya.

BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Penulisan makalah ini berfokus membahas mengenai landasan historis dan landasan yuridis pendidikan, mendasar pada hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: 
Adapun historis pendidikan di dunia adalah sebagai berikut:
a.      Zaman Realisme dengan tokohnya adalah : Franscis Bacon dan Johann Amos Cornelius
b.      Zaman rasionalisme:.Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke.
c.       Zaman Naturalisme: Tokohnya J. J. Rousseau.
d.      Zaman Developmentalisme: Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel di Jerman, dan Stanley Hall Amerika Serikat.
e.       Zaman Nasionalisme: Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
f.       Zaman Liberalisme, Positivisme dan Indivudualisme: Tokoh aliran positivisme adalah August Comte
g.         Zaman Sosialisme: Tokoh-tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerchensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat.
Mendasar pada pembahasan diatas, perkembangan pendidikan di indonesia juga memiliki historis yang panjang. Adapaun histori pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.         Zaman Pengaruh Hindu dan Budha (Purba)
b.        Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
c.         Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
d.        Zaman Kolonial Belanda
e.         Zaman Kolonial Jepang
f.          Zaman Kemerdekaan (Awal)
g.         Zaman ‘Orde Lama’
h.        Zaman ‘Orde Baru’
i.           Zaman ‘Reformasi’: Pendidikan di zaman ini ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi,. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM (Total Quality Management), KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).
Dalam dunia pendidikan aspek sosial budaya juga berimplikasi terhadap:
a.    Penyusunan kurikulum
b.   Model pembelajaran
c.    Materi pembelajaran
d.   Pendekatan terhadap peserta didik
e.    Pengenalan dan pengendalian karakter peserta didik
Adapaun landasan yuridis pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.   Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan Bab XIII yaitu pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berisi tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, sedangkan pasal 31 ayat 2-5 berisi tentang kewajiban negara dalam pendidikan. Pasal 32 berisi tendang kebudayaan. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain.
b.   Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional :
Undang-undang ini memuat 59 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , hak-hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, satuan jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, hari belajar dan libur sekolah, bahasa pengantar, penilaian, peran serta masyarakat, badan pertimbangan pendidikan nasional, pengelolaan, pengawasan, ketentuan lain-lain, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
c.    Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
d.   Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen :
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum (istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.


B.       SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan.
 

DAFTAR PUSTAKA

Pidarta Made. Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). PT Rineka Cipta Jakarta 2014
Imran, M. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Dep. P dan K, Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta 1989.
Made Pidarta, dkk.  Usaha Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di Indonesia” (hasil penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya 1991. 
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007.Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http:///D:/landasan kependidikan dan prob/Landasan Historis Pendidikan_Nyimas Inda.Kusumawati_Komunitas Blogger Unsri.htm


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...