Sabtu, 26 Oktober 2019

MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA TENTANG PPDB (PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU)


MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
TENTANG PPDB (PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU)

Sembilan permasalahan PPDB zonasi itu dan harus dibenahi adalah:
1.      Penyebaran sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan, sementara banyak daerah yang pembagian zonasi pada awalnya, di dasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
2.      Ada calon siswa yang tidak terakomodasi, karena tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Sementara ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari pemukiman penduduk
3.      Orangtua mengantre hingga menginap di sekolah, padahal kebijakan PPDB zonasi dan sistem online, memastikan bahwa siswa di zona terdekat dengan sekolah pasti diterima. Jadi meski mendapatkan nomor antrian 1, namun jika domisili tempat tinggal jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil untuk diterima.
4.      Minimnya sosialisasi sistem PPDB ke para calon peserta didik dan orangtuanya, sehingga menimbulkan kebingungan. Sosialisasi seharusnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
5.      Masalah kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran secara online.
6.      Transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung. Permendikbud 51/2018 menentukan maksimal jumlah Rombel per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
7.      Penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan.
8.      Soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.
9.      Karena jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka beberapa pemerintah daerah membuat kebijakan menambah jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang).
Dampaknya, banyak sekolah swasta di wilayah tersebut kekurangan peserta didik. Di khawatirkan, kalau tidak dipikirkan maka sekolah swasta akan tutup. Di Magetan ada 27 SMK swasta yang mana sekolah tersebut berlomba – lomba untuk mencari murid yang sebanyak banyaknya, sebagian besar anak cenderung lebih memilih sekolah negeri ketimbang swasta alasan mereka klasik yakni biaya lebih murah karena ditanggung pemerintah dan calon siswa yang mengikuti grub teman sepermainannya, mereka malu atau gengsi bila mereka tidak sekolah di tempat yang mereka anggap kurang bonafit, walaupun sebenarnya sekolah negeri (SMK) dalam pelaksanaan PPDB tidak sesuai dengan aturan, mereka membuka pendaftaran gelombang kedua untuk memenuhi kelas mereka, bila ada siswa yang tidak diterima di jurusan yang mereka pilih maka akan diturunkan atau dimasukkan ke jurusan yang masih belum memenuhi kuota, malahan ada siswa yang jelas – jelas tidak diterima di sekolah tersebut ditelpon lagi agar sekolah di sekolah tersebut secara otomatis calon siswa pun mau mengikuti keputusan yang dibuat oleh sekolahan tersebut yang penting bisa sekolah disitu dengan konsekuensi mereka sekolah tidak sesuai jurusan yang mereka pilih sebelumnya demi gengsi mereka.
Sebenarnya dari pemerintah sudah menerapkan sistem papan pagu tiap kelas tapi sekolah negeri malah buka kelas baru agar siswa mereka dapat tertampung semakin banyak. Masalah PPDB yang terjadi ini juga tidak terlepas karena adanya sertifikasi guru dimana tiap guru harus memenuhi 24 jam agar bisa memperoleh sertifikasi serta dana BOS (Bnatuan Operasional Sekolah) dan ini yang terbaru ada dana BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) dimana kedua bantuan tersebut dihitung berdasarkan jumlah siswa perkepala sehingga semua sekolah berlomba – lomba mencari siswa sebanyak – banyaknya, bahkan mungkin bisa dikatakan sikut – sikutan, sekolah negeri tidak memperhatikan sekolah swasta.
Antrian pendaftar yang mengular di sekolah-sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat, menunjukkan pemahaman masyarakat terkait prinsip zonasi dan online rendah atau tidak dipahami. Salah satunya dipicu oleh banyak pesan di grup-grup WhatsApp (WA) yang tidak benar. Contohnya pesan WA yang menyatakan sebagai berikut: “Disarankan untuk mendaftar lebih awal karena, jika jarak zona, nilai UN dan USBN, serta usia calon siswa sama, maka yang akan diterima adalah yang mendaftar terlebih dahulu”. Kalimat terakhir dalam pesan itu sangat dipegang masyarakat dan jadi panduan, padahal itu tak benar. Kalimat yang dimaksud adalah yang menyatakan bahwa siswa “yang akan diterima adalah yang mendaftar terlebih dahulu”. Padahal dengan sistem zonasi ini, sekalipun siswa atau ortu siswa datang lebih awal atau mendapat nomor pendaftaran lebih dulu ke sekolah yang dituju, tetapi domisili tempat tinggalnya jauh dari sekolah, maka peluang siswa diterima di sekolah itu tetap kecil.
Sedangkan ortu siswa yang mendapatkan nomor antrian pendaftaran belakangan atau misalnya diatas 500, tetapi domisili tempat tinggalnya dekat dengan sekolah, maka peluangnya diterima di sekolah negeri itu tetap sangat besar. Selain itu dengan pendaftaran sistem online, sebenarnya pendaftar dapat melakukan pendaftaran sendiri lewat situs atau website sekolah tanpa harus mengantri di sekolah. Kecuali si pendaftar memang tidak bisa melakukan pendaftaran online karena tidak bisa mengoperasikan computer, walaupun terkadang masih banyak yang servernya down.
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 disebutkan bahwa domisili calon peserta didik ditentukan berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan PPDB. Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang dilegalisir oleh lurah/kepala desa setempat yang menerangkan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1(satu) tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili. Demikian juga dengan kelompok siswa dari masyarakat prasejahtera, dimana harus melakukan verifikasi terlebih dahulu kepada sekolah tempat mendaftar. Kepala Sekolah berkewajiban melakukan verifikasi faktual tentang keberadaan keluarga prasejahtera. Untuk kelompok prasejahtera, selain harus mematuhi zona domisili juga harus dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Peserta Program Keluarga Harapan (PKH), atau Memiliki surat keterangan hasil verifikasi dari kepala sekolah tempat mendaftar. Sebab sekarang tidak dikenal istilah Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang banyak menjadi masalah seperti pada PPDB 2019.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...