BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan
peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan,
terkadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan utus
sebagian besar pada bagaian bawah uterus. Pada robekan ini kadang vagina atas
ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada
vagina bagian atas, hal itu dinamakan kolpaporeksis. Kadang sukar membedakan
antara ruptura uteri dan kolpaporeksis.
Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan
uterus ikut robek hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta; jika tidak ruptura
uteri inkompleta. Pinggir ruptura biasanya tidak rata; letaknya pada uterus
melintang, atau membujur, atau miring, dan bisa agak kekiri atau kekanan. Ada
kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kencing. Frekuensi ruptura
uteri di rumah sakit besar di indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1: 294
persalinan. Angka ini sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara maju
(antara 1: 1250 dan 1: 2000 persalinan). Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri
termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama
mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan
pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di
sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma
pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat
terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk
diwaspadai pada partus lama atau kasep.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura
uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya
regang miometrium.
Ruptura uteri spontan ialah ruptura uteri yang
terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tampa perut). (Wiknjosastro,
2005)
Ruptura uteri traumatik ialah ruptura uteri yang
disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan
dan sebagainya.
Ruptura uteri pada parut uterus ini terdapat paling
sering pada parut bekas seksio sesarea: peristiwa ini jarang timbul pada uterus
yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi), dan lebih jarang lagi
pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam.
Masalah
- Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini
- konservasi fungsi reproduksi
- Resiko ruptura uteri ulangan
2.2 Faktor
Predisposisi
- Multiparitas / grandemultipara
- Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
- Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta.
- Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
- Hidramnion
Cara
terjadinya atau jenis rupture uteri adalah :
- Ruptura uteri spontan
a. Terjadi
spontan dan seagian besar pada persalinan
b. Terjadi
gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah
rahim yang berlebihan
- Ruptur uteri trumatik
a. Terjadi
pada persalinan
b. Timbulnya
ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
- Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya
spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Pembagian
rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1. Ruptur
uteri kompleta
a. Jaringan
peritoneum ikut robek
b. Janin
terlempar ke ruangan abdomen
c. Terjadi
perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah
terjadi infeksi
2. Ruptura
uteri inkompleta
a. Jaringan
peritoneum tidak ikut robek
b. Janin
tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan
ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma
2.3 Gejala
3. Biasaya
ruptura uteri didahului oleh gejala-gejala ruptura membakat, yaitu his yang
kuat dan terus-menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah nyeri waktu
ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernapasan cepat, cincin van
bandl meninggi.
4. Setelah
terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar
melalui vagina ataupun kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus,
pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering
bagian-bagian janin dapat diraba langsung di awah dinding perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba
uteus kira-kira seesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggi.
5. Jika
kejadian ruptura uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defence musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian
janin.
2.4 Prognosis
Rupture uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun
janin. Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan. Setiap ibu
bersalin yang disangka akan mengalami distosia, kelainan letak janin, atau
pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea,
miomektomi dll, harus diawasi dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar
tindakan dapat segera dilakukan jika gejala-gejala ruptura uteri membakat,
sehingga ruptura uteri dapat dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.
2.5 Penanganan
/ Penatalaksanaan
Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan
spesialistis dan hanya mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
transfusi darah. Sikap bidan kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura
uteri di pedesaan adalah melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga
dapat melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat.
Oleh karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat
penting.
Mengahdapi
ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan :
6. Pemasangan
infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi keadaan syok
7. Memberikan
profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi dapat dikurangi.
8. Segera
merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat memberikan pertolongan
9. Jangan
melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya
perdarahan baru.
Menurut
Sarwono Prawirohardjo
Penanganan
ruptura uteri :
1.
Berikan seera cairan isotonik (ringer
loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
2.
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak
dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah
sakit rujukan
3.
Bila konservasi uterus masih diperlukan
dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus
4.
Bila luka menalami nekrosis yang luas
dan kondisi pasien mengkhawatirkan lakukan histerektomi
5.
Antibiotika dan serum anti tetanus.
Bila
terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila
terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat
terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan
perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5
ml IM. Demikian dalam menghadapi ruptura di daerah pedesaan,
bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa pendeta. Ruptura
uteri yang dapat mencapai polindes atau puskesmas adalah ruptura uteri yang
tidak disertai robekan pembuluh darah besar sehingga diselamatkan dari bahaya
kematian karena infeksi dan perdarahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar