Selasa, 29 Oktober 2019

Ruptura Uteri



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, terkadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan utus sebagian besar pada bagaian bawah uterus. Pada robekan ini kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal itu dinamakan kolpaporeksis. Kadang sukar membedakan antara ruptura uteri dan kolpaporeksis.
Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek hal itu dinamakan ruptura uteri kompleta; jika tidak ruptura uteri inkompleta. Pinggir ruptura biasanya tidak rata; letaknya pada uterus melintang, atau membujur, atau miring, dan bisa agak kekiri atau kekanan. Ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding kandung kencing. Frekuensi ruptura uteri di rumah sakit besar di indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1: 294 persalinan. Angka ini sangat tinggi jika di bandingkan dengan negara maju (antara 1: 1250 dan 1: 2000 persalinan). Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Definisi
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang miometrium.
Ruptura uteri spontan ialah ruptura uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tampa perut). (Wiknjosastro, 2005)
Ruptura uteri traumatik ialah ruptura uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya.
Ruptura uteri pada parut uterus ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea: peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam.
Masalah
  1. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini
  2. konservasi fungsi reproduksi
  3. Resiko ruptura uteri ulangan
2.2  Faktor Predisposisi
  1. Multiparitas / grandemultipara
  2. Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
  3. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta.
  4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
  5. Hidramnion
Cara terjadinya atau jenis rupture uteri adalah :
  1. Ruptura uteri spontan
a.       Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan
b.      Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
  1. Ruptur uteri trumatik
a.       Terjadi pada persalinan
b.      Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
  1. Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1.      Ruptur uteri kompleta
a.       Jaringan peritoneum ikut robek
b.      Janin terlempar ke ruangan abdomen
c.       Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d.      Mudah terjadi infeksi
2.      Ruptura uteri inkompleta
a.       Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b.      Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c.       Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d.      Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
2.3  Gejala
3.      Biasaya ruptura uteri didahului oleh gejala-gejala ruptura membakat, yaitu his yang kuat dan terus-menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernapasan cepat, cincin van bandl meninggi.
4.      Setelah terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina ataupun kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di awah dinding perut, ada  nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba uteus kira-kira seesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggi.
5.      Jika kejadian ruptura uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala meteorismus dan defence musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.
2.4  Prognosis
Rupture uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin. Oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan. Setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, miomektomi dll, harus diawasi dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika gejala-gejala ruptura uteri membakat, sehingga ruptura uteri dapat dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.
2.5  Penanganan / Penatalaksanaan
Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap bidan kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan adalah melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga dapat melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat. Oleh karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat penting.
Mengahdapi ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan :
6.      Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi keadaan syok
7.      Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi dapat dikurangi.
8.      Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat memberikan pertolongan
9.      Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan baru.
Menurut Sarwono Prawirohardjo
Penanganan ruptura uteri :
1.        Berikan seera cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
2.        Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3.        Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus
4.        Bila luka menalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan lakukan histerektomi
5.        Antibiotika dan serum anti tetanus.
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM. Demikian dalam menghadapi ruptura di daerah pedesaan, bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa pendeta. Ruptura uteri yang dapat mencapai polindes atau puskesmas adalah ruptura uteri yang tidak disertai robekan pembuluh darah besar sehingga diselamatkan dari bahaya kematian karena infeksi dan perdarahan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...