STANDAR
PROSEDUR KERJA DI LABORATORIUM
I. PENDAHULUAN
Menurut
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara
lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.
Kegiatan
laboratorium kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,
ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium
menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK,
khususnya kemajuan teknologi laboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas
laboratorium semakin meningkat.
Petugas
laboratorium merupakan orang pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yang
merupakan bahan toksisk korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan
biologi. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah,
berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang
mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan
hewan percobaan.
Oleh
karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya
dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan termasuk Laboratorium
Kesehatan.
II.
FASILITAS LABORATORIUM
Laboratorium
Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan
pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan
berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan
masyarakat. Disain laboratorium meliputi:
1.
Disain laboratorium harus mempunyai sistem
ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang bagus.
2.
Disain laboratorium harus mempunyai pemadam
api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
3.
Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin
dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya
kebakaran.
4.
Untuk menahan tumpahan larutan yang mudah
terbakar dan melindungi tempat yang aman dari bahaya kebakaran dapat disediakan
bendungbendung talam.
5.
Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk
keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
6.
Tempat penyimpanan di disain untuk
mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah
besar.
7.
Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaam (P3K)
III.
MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya
bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas
kerja.
1.
Kapasitas Kerja
Status kesehatan
masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa
hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30–40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk
bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan
kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh
petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa
pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari,
dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya
pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja
bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
IV.
IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA
A.
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja
adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan
menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai
kepada yang paling berat.
Kecelakaan di
laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis,
jika yang menjadi korban pasien
2. Kecelakaan
kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium
itu sendiri.
Penyebab kecelakaan
kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya
(unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan,
bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan
berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,
yang dapat terjadi
antara lain karena:
a. Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang
tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan
kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan
perilaku kerja yang tidak baik
Beberapa contoh
kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
1. Terpeleset ,
biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan
terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
laboratorium.
Akibat :
- Ringan à memar
- Berat à fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
- Pakai sepatu anti
slip
- Jangan pakai
sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
- Hati-hati bila
berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau
tidak rata
konstruksinya.
- Pemeliharaan
lantai dan tangga
2. Mengangkat beban
Mengangkat beban
merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah
ergonomi.
Akibat : cedera pada
punggung
Pencegahan :
- Beban jangan
terlalu berat
- Jangan berdiri
terlalu jauh dari beban
- Jangan mengangkat
beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah
tungkai bawah sambil berjongkok
- Pakaian penggotong
jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
3. Mengambil sample
darah/cairan tubuh lainnya
Hal ini merupakan
pekerjaan sehari-hari di laboratorium
Akibat :
- Tertusuk jarum
suntik
- Tertular virus
AIDS, Hepatitis B
Pencegahan :
- Gunakan alat
suntik sekali pakai
- Jangan tutup
kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai
tapi langsung
dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya
gunakan destruction
clip).
- Bekerja di bawah
pencahayaan yang cukup
4. Risiko terjadi
kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan
yang mungkin mudah
menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi
bila terdapat 3
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah
terbakar dan panas.
Akibat :
- Timbulnya
kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian.
- Timbul keracunan
akibat kurang hati-hati.
Pencegahan :
- Konstruksi
bangunan yang tahan api
- Sistem penyimpanan
yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah
terbakar
- Pengawasan
terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
- Sistem tanda
kebakaran
· Manual
yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya
dengan segera
· Otomatis
yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
otomatis
- Jalan untuk
menyelamatkan diri
- Perlengkapan dan
penanggulangan kebakaran.
- Penyimpanan dan
penanganan zat kimia yang benar dan aman.
B.
Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di
laboratorium
kesehatan
Penyakit Akibat
Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab,
harus ada hubungan sebab akibat antara proses
penyakit dan hazard
di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat
berpengaruh dan
berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat
Kerja. Sebagai
contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan
keracunan timah.
Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor
manusia juga (WHO).
Berbeda dengan
Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(PAHK) sangat luas
ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973),
Penyakit Akibat
Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab
multifaktorial,
dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan
dan kondisi tempat
kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat,
mempercepat
terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat
kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan
faktor biologis
(kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor
kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik
pada kulit, zat
kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk
salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik
dalam dosis kecil
yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi,
radiasi dll.);
faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien,
gawat darurat,
karantina dll.)
1)
Faktor Biologis
Lingkungan kerja
pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang
biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic,
colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda
yang terkontaminasi
dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak
dengan darah dan
sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena
tergores atau
tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian
infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup
tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat
besar, sebagai
contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2
sampai 3 kali lebih
besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau
swasta, dan bagi
petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius
senantiasa kontak
dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
beracun mempunyai
peluang terkena infeksi
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja
harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan
desinfeksi.
2. Sebelum bekerja
dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat
badani, punya cukup kekebalan alami untuk
bekrja dengan bahan
infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan
pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
Laboratory Practice)
4. Menggunakan
desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang
benar.
5. Sterilisasi dan
desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan
spesimen secara benar
6. Pengelolaan
limbah infeksius dengan benar
7. Menggunakan
kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri
dari petugas.
2)
Faktor Kimia
Petugas di
laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent
yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal
sebagai zat yang
paling karsinogen.
Semua bahan cepat
atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan
mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering
adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan
oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi
(keton). Bahan
toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
trhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau
kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan
jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1. ”Material safety
data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh
seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet
isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat
pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas
laboratorium) dengan benar.
4. Hindari
penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
5. Menggunakan alat
pelindung pernafasan dengan benar.
3)
Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai
ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan
batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat, aman, nyaman
dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, secara populer
kedua pendekatan
tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man
and to fit the Man
to the Job
Sebagian besar
pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja
dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan
pada umumnya barang
impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran
pekerja Indonesia.
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah
lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan
dalam jangka panjang
dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis
(stress) dengan
keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja
(low back pain)
4)
Faktor Fisik
Faktor fisik di
laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja
meliputi:
1. Kebisingan,
getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan
ketulian
2. Pencahayaan yang
kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium,
ruang perawatan dan
kantor administrasi dapat menyebabkan
gangguan penglihatan
dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan
kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas
kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi
Khusus untuk
radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya
meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas
yang menangani.
Pencegahan :
1. Pengendalian
cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan
ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan
getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal
kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata
untuk sinar laser
6. Filter untuk
mikroskop
Faktor
Psikososial
Beberapa contoh
faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat
menyebabkan stress :
1. Pelayanan
kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di
tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai
dengan kewibawaan
dan keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada
unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja
yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
atau sesama teman
kerja.
4. Beban mental
karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor
formal ataupun
informal.
V.
PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN
MELALUI
PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Pengendalian
Melalui Perundang-undangan (Legislative Control)
antara
lain :
1. UU No. 14 Tahun
1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
2. Petugas kesehatan
dan non kesehatan
1. UU No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. UU No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan
4. Peraturan Menteri
Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
5. Peraturan
penggunaan bahan-bahan berbahaya
6.
Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
B.
Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative
control)
antara lain:
1. Persyaratan
penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non
medis yang meliputi
batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
2. Pengaturan jam
kerja, lembur dan shift
3. Menyusun Prosedur
Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk
masing-masing
instalasi dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaannya
4. Melaksanakan
prosedur keselamatan kerja (safety procedures)
terutama untuk
pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan
kecelakaan (boiler,
alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan
agar prosedur
tersebut dilaksanakan
5. Melaksanakan
pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan
kerja dan
mengupayakan pencegahannya.
C.
Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) al.:
1. Substitusi dari
bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
2. Isolasi dari
bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas
kesehatan dan non
kesehatan (penggunaan alat pelindung)
3. Perbaikan sistim
ventilasi, dan lain-lain
D.
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal
(Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat
tumbuh pada setiap
jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja
itu sendiri maupun
terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini,
maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi
penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja.
Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan
diagnosa penyakit
akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment)
Pencegahan sekunder
ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan
pekerja yang
meliputi:
1. Pemeriksaan
Awal
Adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon / pekerja
(petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran
tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah
calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya.
Pemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi:
ü
Anamnese
umum
ü
Anamnese
pekerjaan
ü
Penyakit
yang pernah diderita
ü
Alrergi
ü
Imunisasi
yang pernah didapat
ü
Pemeriksaan
badan
ü
Pemeriksaan
laboratorium rutin
Pemeriksaan
tertentu:
ü
Tuberkulin
test
ü
Psiko
test
2.
Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu
berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak
waktu antar
pemeriksaan berkala
Ruang lingkup
pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila
diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan
yang dihadapi dalam pekerjaan.
3.
Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala,
yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di
sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk
intern laboratorium
kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna
juga harus merambah
dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya
pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah
agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat
disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe
act dan unsafe
condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
VI.
PENUTUP
Kesehatan dan
keselamatan kerja di Laboratorium Kesehatan bertujuan
agar petugas,
masyarakat dan lingkungan laboratorium kesehatan saat bekerja
selalu dalam keadaan
sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk
dapat mencapai
tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama
yang baik dari semua
pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen
Kesehatan sebagai
lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan
masyarakat,
memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan
pedoman K3 di
laboratorium kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program
maupun lintas sektor
terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan
komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau
pengelola
laboratorium kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan
program ini.
Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan
yang menjadi sasaran
program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan
hanya sebagai obyek
tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.
Melalui kegiatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas
kesehatan dan non
kesehatan yang bekerja di laboratorium kesehatan dapat
bekerja dengan lebih
produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan
kepada masyarakat
dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar