Senin, 29 November 2021

LIMBAH LABORATORIUM DAN RUMAH SAKIT

 PENGERTIAN LIMBAH LABORATORIUM

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Menurut Recycling and Waste Management Act limbah didefinisikan sebagai benda bergerak yang diinginkan oleh pemiliknya untuk dibuang atau pembuangannya dengan cara yang sesuai, yang aman untuk kesejahteraan umum dan untuk melindungi lingkungan. Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan laboratorium.

Sumber limbah laboratorium dapat berasal diantaranya dari :

1.       Bahan baku yang telah kadaluarsa

2.       Bahan habis pakai (misal medium biakan/ perbenihan yang tidak terpakai)

3.       Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)

4.       Produk upaya penanganan limbah (misal jarum suntik sekali pakai)

1.       Macam – Macam Limbah Laboratorium

Berdasarkan jenisnya, maka klasifikasi pengumpulan limbah laboratorium adalah:

Kelas

Jenis

A

Pelarut organik bebas halogen dan senyawa organik dalam

larutan

B

Pelarut organik mengandung halogen dan senyawa organik

dalam larutan

C

Residu padatan bahan kimia laboratorium organik

D

Garam dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan

kemasan pada pH 6 -8

E

Residu bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan larutannya

F

Senyawa beracun mudah terbakar

G

Residu air raksa dan garam anorganik raksa

H

Residu garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah

I

Padatan anorganik

J

Kumpulan terpisah limbah kaca, logam dan plastik

 Berdasarkan sifatnya, limbah dibedakan menjadi:

1.       Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia. Limbah beracun dibagi menjadi:

  1. Limbah mudah meledak
  2. Limbah mudah terbakar.
  3. Limbah reaktif
  4. Limbah beracun
  5. Limbah yang menyebabkan infeksi
  6. Limbah yang bersifat korosif

2.       Limbah infeksius

Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular.

3.       Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida.

4.       Limbah umum

Berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan, dibedakan menjadi:

a.    Limbah padat

Limbah padat di laboratorium relatif kecil, biasanya berupa endapan atau kertas saring terpakai, sehingga masih dapat diatasi.

Limbah padat dibedakan menjadi:

1)    Limbah padat infeksius

2)    Limbah padat non infeksius

 

 

b.       Limbah gas

Limbah yang berupa gas umumnya dalam jumlah kecil, sehingga relatif masih aman untuk dibuang langsung di udara, contohnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).

c.       Limbah cair

Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP No.82 Thn 2001). Umumnya laboratorium berlokasi di sekitar kawasan hunian, sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah dapat membahayakan lingkungan sekitar. Limbah cair terbagi atas:

1)       Limbah cair infeksius

2)       Limbah cair domestic

3)       Limbah cair kimia

Berdasarkan atas dasar asalnya, dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1)       Limbah organik

Limbah ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami.

2)       Limbah anorganik

Limbah anorganik berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak dapat diperbaharui.

2.       Cara Pengelolaan Limbah Laboratorium

Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah tersebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :

  1. Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
  2. Netralisasi

Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI.

a.       Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi

Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.

b.       Reduksi-Oksidasi

Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi (redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.

c.       Penukaran ion

Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.

d.       Limbah infeksius

Ada beberapa metode penanganan limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu

1)       Metode Desinfeksi

Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak  aktif.

2)       Metode Pengenceran (Dilution)

dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.

3)       Metode Proses Biologis

dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.

4)       Metode Ditanam (Landfill)

Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah.

5)       Metode Insinerasi (Pembakaran)

Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O. Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).

6)       Limbah radioaktif

Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:

a)       Bentuk : cair, padat dan gas,

b)       Tinggi – rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),

c)       Tinggi – rendahnya aktifitas

d)       Panjang – pendeknya waktu paruh,

e)       Sifat : dapat dibakar atau tidak.

Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :

a)    Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.

b)    Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).

7)       Limbah umum

Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator

3.       Langkah Nyata Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengurangi Limbah Di Laboratorium

Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton, kloroform, dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah dan dilakukan destilasi, sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktan-reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa sisia bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan.

Pembuangan langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.

Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.

Pembakaran dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat toksik.

Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun

 LIMBAH RUMAH SAKIT

1.       Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain – lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan – bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk.

Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

2.       Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.

Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a.         Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

b.      Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

1)    Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)

2)    Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

c.       Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

d.      Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc

e.       Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

f.        Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

g.      Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.

h.      Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

3.       Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

a.       Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

b.       Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

c.       Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

d.       Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

e.       Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. 

4.       Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

a.       Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

Golongan A :

1)       Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.

2)       Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.

3)       Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D :

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

1.       Pemisahan

Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :

a)       Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

b)       Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

2.       Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

a)       Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

b)       Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

c)       Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.

d)       Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus

e)       Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

f)        Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

3.       Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :

a)       Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

b)       Tidak akan menjadi sarang serangga

c)       Mudah dibersihkan dan dikeringkan

d)       Sampan tidak menempel pada alat angkut

e)       Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

a)              Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut.

b)       Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

c)       Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

 

b.      Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

1)         Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

a)       Pump Swap (pompa air kotor).

b)       Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

c)       Bak Klorinasi

d)       Control room (ruang control

e)       Inlet

f)        Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

g)       Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

2)       Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

a)       Pump Swap (pompa air kotor)

b)       Oxidation Ditch (pompa air kotor)

c)       Sedimentation Tank (bak pengendapan)

d)       Chlorination Tank (bak klorinasi)

e)       Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur, biasanya 1 – 2  petak).

f)        Control Room (ruang kontrol)

3)       Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

a)       Pump Swap (pompa air kotor)

b)       Septic Tank (inhaff tank)

c)       Anaerobic filter.

d)       Stabilization tank (bak stabilisasi)

e)       Chlorination tank (bak klorinasi)

f)        Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

g)       Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

a)       Volume septic tank

b)       Jumlah anaerobic filter

c)       Volume stabilization tank

d)       Jumlah chlorination tank

e)       Jumlah sludge drying bed

f)        Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :

1.       Pengumpulan (Pemisahan Dan Pengurangan)

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2.       Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

3.       Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4.       Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

a.    Incinerasi

b.    Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°

c.    Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)

d.    Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)

e.    Inaktivasi suhu tinggi

f.      Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60

g.    Microwave treatment

h.    Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)

i.      Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5.       Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.

Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

5.       Penanganan dan Metode Pengolahan Limbah Rumah Sakit pada Farmasi yang Paling Efektif dan Aman

Dalam pengelolaan limbah padat baik medis maupun non medis, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah.

Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Dalam hal ini banyak fakta yang dapat kita temukan bahwa penanganan limbah medis lebih dominan menggunakan system inceneration, karena dari segi biaya lebih murah selain itu dapat mengurangi massa dan volume sehingga untuk penanganan berikutnya menjadi lebih mudah. Limbah dapat ditangani dalam waktu yang relatif lebih singkat daripada pengolahan secara biologi maupun sistem landfill dan area yang dibutuhkan relatif lebih kecil.

Pengelolaan limbah dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan  efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

           


                                                                                      Gambar alat insenerator

 

  1. Prinsip Kerja Incenerator

Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:

a.         Tahapan pertama adalah  limbah atau sampah dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.

b.         Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana temperature belum terlalu tinggi.

c.         Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C ~ 600 C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu antara antara 600 C ~ 1200 C.

Suplay oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi proses pembakaran yg sempurna, asap yg keluar dari cerobong menjadi transparan.

Proses Insinerator :

Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relative singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.

Keseluruhan kinerja incinerator yang saat ini diterapkan di beberapa negara maju dapat dibagi pada beberapa tahapan proses yaitu :

1.       Proses penyimpanan sampah dan pengumpanan sampah

2.       Proses pembakaran;

3.       Proses penanganan sisa pembakaran;

4.       Proses pembersihan asap

 Skema Pengolahan Limbah Farmasi Rumah Sakit Dengan Insenerasi

          Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “ dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu pembakaran. Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium  dan motor listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.

Ruang Bakar Tingkat Kedua :

Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis. Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor.

Panel Kontrol Digital :

Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “ dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.

Cerobong Cyclon :

Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon kembali. Dengan pembakaran sampah secara sempurna temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah terhadap lingkungan.

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...