PENGERTIAN LIMBAH LABORATORIUM
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal
sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Menurut Recycling
and Waste Management Act limbah didefinisikan sebagai benda bergerak
yang diinginkan oleh pemiliknya untuk dibuang atau pembuangannya dengan cara
yang sesuai, yang aman untuk kesejahteraan umum dan untuk melindungi
lingkungan. Limbah laboratorium adalah limbah yang berasal dari kegiatan
laboratorium.
Sumber
limbah laboratorium dapat berasal diantaranya dari :
1.
Bahan baku yang telah kadaluarsa
2.
Bahan habis pakai (misal medium biakan/ perbenihan yang
tidak terpakai)
3.
Produk proses di laboratorium (misal sisa spesimen)
4.
Produk upaya penanganan limbah (misal jarum suntik sekali
pakai)
1. Macam – Macam Limbah Laboratorium
Berdasarkan jenisnya, maka klasifikasi pengumpulan limbah
laboratorium adalah:
Kelas |
Jenis |
A |
Pelarut
organik bebas halogen dan senyawa organik dalam larutan |
B |
Pelarut
organik mengandung halogen dan senyawa organik dalam
larutan |
C |
Residu
padatan bahan kimia laboratorium organik |
D |
Garam
dalam larutan: lakukan penyesuaian kandungan kemasan
pada pH 6 -8 |
E |
Residu
bahan anorganik beracun dan garam logam berat dan larutannya |
F |
Senyawa
beracun mudah terbakar |
G |
Residu
air raksa dan garam anorganik raksa |
H |
Residu
garam logam; tiap logam harus dikumpulkan secara terpisah |
I |
Padatan
anorganik |
J |
Kumpulan
terpisah limbah kaca, logam dan plastik |
Berdasarkan sifatnya, limbah dibedakan menjadi:
1.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Suatu
limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan
manusia. Limbah beracun dibagi menjadi:
- Limbah mudah meledak
- Limbah mudah terbakar.
- Limbah reaktif
- Limbah beracun
- Limbah yang menyebabkan infeksi
- Limbah yang bersifat korosif
2.
Limbah infeksius
Limbah
infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit
menular.
3.
Limbah radioaktif
Limbah
radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radionucleida.
4.
Limbah umum
Berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan, dibedakan
menjadi:
a.
Limbah padat
Limbah padat di laboratorium relatif
kecil, biasanya berupa endapan atau kertas saring terpakai, sehingga masih
dapat diatasi.
Limbah padat dibedakan menjadi:
1)
Limbah padat infeksius
2)
Limbah padat non infeksius
b.
Limbah gas
Limbah yang berupa gas umumnya dalam
jumlah kecil, sehingga relatif masih aman untuk dibuang langsung di udara,
contohnya limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan
etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).
c.
Limbah cair
Limbah
cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP
No.82 Thn 2001). Umumnya laboratorium berlokasi di sekitar kawasan hunian,
sehingga akumulasi limbah cair yang meresap ke dalam air tanah dapat
membahayakan lingkungan sekitar. Limbah cair terbagi atas:
1)
Limbah cair infeksius
2)
Limbah cair domestic
3)
Limbah cair kimia
Berdasarkan atas dasar asalnya,
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1)
Limbah organik
Limbah
ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah
tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui
proses yang alami.
2)
Limbah anorganik
Limbah
anorganik berasal dari sumber daya alamyang tidak dapat di uraikan dan tidak
dapat diperbaharui.
2. Cara Pengelolaan Limbah Laboratorium
Tujuan
penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap
kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah
tersebut. Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
- Limbah berbahaya dan beracun,
dengan cara :
- Netralisasi
Limbah
yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2
Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4
atau HCI.
a.
Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
Kontaminan logam berat dalam ciaran
diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat
mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
b.
Reduksi-Oksidasi
Terhadap
zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi
(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
c.
Penukaran ion
Ion
logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat
diserap oleh resin anion.
d.
Limbah infeksius
Ada beberapa metode penanganan
limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu
1)
Metode Desinfeksi
Adalah
penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang
dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak aktif.
2)
Metode Pengenceran (Dilution)
dengan
cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi
terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat
menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan
sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
3)
Metode Proses Biologis
dengan
menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan menimbulkan
dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
4)
Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya
dalam tanah.
5)
Metode Insinerasi (Pembakaran)
Pemusnah
limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa
kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.
Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit,
jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar
tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung
dari jenis limbah).
6)
Limbah radioaktif
Masalah
penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil
mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah
didekontaminasi. Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a)
Bentuk : cair, padat dan gas,
b)
Tinggi – rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
c)
Tinggi – rendahnya aktifitas
d)
Panjang – pendeknya waktu paruh,
e)
Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada
2 sistem penanganan limbah radioaktif :
a)
Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai
proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
b)
Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah
radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).
7)
Limbah umum
Limbah
umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat
dan dibakar di insinerator
3. Langkah Nyata Yang Dapat Dilakukan
Untuk Mengurangi Limbah Di Laboratorium
Penggunaan
kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah
melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai
untuk pelarut yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton,
kloroform, dan dietil eter dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah
dan dilakukan destilasi, sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan
mol reaktan-reaktan yang bereaksi secara tepat sehingga tidak menimbulkan
residu berupa sisia bahan kimia. Selain menghemat bahan yang ada, hal ini juga
akan mengurangi limbah yang dihasilkan.
Pembuangan
langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan
untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang
dapat larut dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah
laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus
dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa
yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan
sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya
dinetralkan dan dibuang.
Dengan
pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan
organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan
organik tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.
Pembakaran
dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk
bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan
senyawa-senyawa yang bersifat toksik.
Dikubur
didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air.
Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun
1. Pengertian
Limbah
(menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses
produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor 1204/MENKES/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah
rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair
rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur
dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain – lain. Sementara limbah padat rumah
sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.
Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat
tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan
kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan – bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masih buruk.
Limbah
benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai
/ merobek permukaan tubuh. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas
yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator,
dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah
sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
2. Karakteristik Limbah Rumah Sakit
Sampah
dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan
kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah
rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis
baik padat maupun cair.
Limbah
medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari,
farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam
dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a.
Limbah benda tajam
Limbah
benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.
Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera
melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radioaktif.
b. Limbah infeksius
Limbah
infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
1)
Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
2)
Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah
jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah sitotoksik
Limbah
sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.
Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam
incinerator dengan suhu diatas 1000oc
e. Limbah farmasi
Limbah
farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan
dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
f.
Limbah kimia
Limbah
kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
g. Limbah radioaktif
Limbah
radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi.
h. Limbah Plastik
Limbah
plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis. Selain sampah
klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis
atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal
dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol),
sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus,
sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan
rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan
jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis
mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti
halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang
tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti
BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat
karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut
diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan
berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen
Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional
Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di
bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di
dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.
3. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap
Lingkungan dan Kesehatan
Pengaruh
limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti:
a.
Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari
sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.
b.
Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam
yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat
menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c.
Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
d.
Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai
jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg,
Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e.
Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.
4. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
a. Limbah padat
Untuk
memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :
Golongan
A :
1)
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi
dari kamar bedah.
2)
Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
3)
Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan swab dan dreesing.
Golongan
B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan
gelas dan benda-benda tajam lainnya.
Golongan
C :
Limbah
dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
Golongan
D :
Limbah
bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan
E :
Pelapis
Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
Dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,
pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
1. Pemisahan
Golongan
A
Dressing bedah yang kotor, swab dan
limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam
bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi
dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya
diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat
penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis. Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila
mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah
tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
a) Sampah dari haemodialisis
Sampah
hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat
sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif. (Catatan: Autoclaving adalah
pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk
limbah infeksius).
b) Limbah dari unit lain :
Limbah
hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak
mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.
Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator.
Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi
atau bagian laboratorium.
Golongan
B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya
dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan
benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari
satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum
diangkut dan dimasukkan denganincinerator.
2. Penampungan
Sampah
klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara
menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
a)
Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
b)
Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang
disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang
telah ditentukan secara terpisah.
c)
Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang
tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.
d)
Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari
binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus
e)
Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)
f)
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan
(jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah
lain sambil menunggu pengangkutan.
3. Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakan kereta dorong. Kereta atau troli yang digunakan untuk
pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :
a)
Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
b)
Tidak akan menjadi sarang serangga
c)
Mudah dibersihkan dan dikeringkan
d)
Sampan tidak menempel pada alat angkut
e)
Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila
tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain
:
a)
Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat
truk pengangkut.
b)
Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah
lain yang dibawa.
c)
Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan
tidak terjadi kebocoran atau tumpah.
b. Limbah Cair
Limbah
rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan
an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:
1)
Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization
Pond System)
Sistem
pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk
rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang
cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a)
Pump Swap (pompa air kotor).
b)
Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
c)
Bak Klorinasi
d)
Control room (ruang control
e)
Inlet
f)
Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
g)
Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
2)
Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch
Treatment System)
Sistem
ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini
terdiri dari :
a)
Pump Swap (pompa air kotor)
b)
Oxidation Ditch (pompa air kotor)
c)
Sedimentation Tank (bak pengendapan)
d)
Chlorination Tank (bak klorinasi)
e)
Sludge Drying Bed (tempat pengeringan lumpur,
biasanya 1 – 2 petak).
f)
Control Room (ruang kontrol)
3)
Anaerobic Filter Treatment System
Sistem
pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic
tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya
akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam
organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak
klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi
zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang
dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic
Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
a)
Pump Swap (pompa air kotor)
b)
Septic Tank (inhaff tank)
c)
Anaerobic filter.
d)
Stabilization tank (bak stabilisasi)
e)
Chlorination tank (bak klorinasi)
f)
Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
g)
Control room (ruang kontrol)
Sesuai
dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic
Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut,
misalnya :
a)
Volume septic tank
b)
Jumlah anaerobic filter
c)
Volume stabilization tank
d)
Jumlah chlorination tank
e)
Jumlah sludge drying bed
f)
Perkiraan luas lahan yang diperlukan
Secara
singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai
berikut :
1.
Pengumpulan (Pemisahan Dan
Pengurangan)
Proses
pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3
serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label
yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan
pembuangan.
2.
Penampungan
Penampungan
sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload.
Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi
kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna
seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius,
kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong
berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong
berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
3.
Pengangkutan
Pengangkutan
dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya
digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara
berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus.
Pengangkutan
eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site).
Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan
tidak bocor.
4. Pengolahan
dan Pembuangan
Metoda
yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan
peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
a.
Incinerasi
b.
Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap
jenuh bersuhu 121 C)°
c.
Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene
oxide atau formaldehyde)
d.
Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan
cairan kimia sebagai desinfektan)
e.
Inaktivasi suhu tinggi
f.
Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
g.
Microwave treatment
h.
Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau
ukuran sampah)
i.
Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk.
5.
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di
rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan
volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta
perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator
adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah
termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non
infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang
rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan
terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara
bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar)
atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu
dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan
gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah
pencemar udara yang sesuai.
5. Penanganan dan Metode Pengolahan
Limbah Rumah Sakit pada Farmasi yang Paling Efektif dan Aman
Dalam
pengelolaan limbah padat baik medis maupun non medis, rumah sakit diwajibkan
melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda
beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam
plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna
kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam
kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna
merah.
Disamping
itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya
sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Dalam hal ini
banyak fakta yang dapat kita temukan bahwa penanganan limbah medis lebih
dominan menggunakan system inceneration, karena dari segi biaya lebih murah
selain itu dapat mengurangi massa dan volume sehingga untuk penanganan
berikutnya menjadi lebih mudah. Limbah dapat ditangani dalam waktu yang relatif
lebih singkat daripada pengolahan secara biologi maupun sistem landfill dan
area yang dibutuhkan relatif lebih kecil.
Pengelolaan
limbah dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa
persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995.
Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang
dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai
penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi
penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang
tinggi.
Gambar alat insenerator |
|
- Prinsip Kerja Incenerator
Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:
a.
Tahapan pertama adalah limbah atau sampah dalam sampah
menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.
b.
Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak
sempurna, dimana temperature belum terlalu tinggi.
c.
Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar
pertama digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C ~ 600
C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu antara
antara 600 C ~ 1200 C.
Suplay
oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga
materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan
terjadi proses pembakaran yg sempurna, asap yg keluar dari cerobong menjadi
transparan.
Proses Insinerator :
Insinerator
dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relative singkat
mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran
sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double chamber),
sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan
menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak
memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Keseluruhan
kinerja incinerator yang saat ini diterapkan di beberapa negara maju dapat
dibagi pada beberapa tahapan proses yaitu :
1.
Proses penyimpanan sampah dan pengumpanan sampah
2.
Proses pembakaran;
3.
Proses penanganan sisa pembakaran;
4.
Proses pembersihan asap
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “ dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu pembakaran. Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan motor listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama
dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas
karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang
mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua,
kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar
habis. Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu
mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam
temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai
1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan
sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift
conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya
untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat
dikontrol secara “ automatic “ dengan sistem close loop. Pada
panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai
kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan
terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang
bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus
yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang
Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran
siklon di dalam cerobong. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan
menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat
dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara
menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus
tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam
bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat
pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan
disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk
dipompakan ke cerobong siklon kembali. Dengan
pembakaran sampah secara sempurna temperatur operasi relatif lebih
tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar cerobong, dan asap
berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah terhadap
lingkungan.