Kamis, 11 Oktober 2018

Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita


A.       Definisi Kesehatan reproduksi pada remaja
1)      Reproduksi adalah proses melanjutkan keturunan pada manusia.
2)      Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
3)      Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang kita miliki oleh remaja (BKKBN, 2004).
4)      Kesehatan reproduksi remaja adalah kondisi sehat dari sistem,  fungsi dan proses reproduksi remaja, yang mana pengertian sehat tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan, namun juga sehat secara mental serta sosial kultural  (BKKBN, 2000).
B.       Definisi Remaja
1)   Remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Monks, 2004).
2)   Remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak kemasa dewasa dengan batas usia berkisar antara umur 12 sampai akhir belasan tahun, ketika pertumbuhan jasmani hampir selesai (Atkinson, 2002).
3)   Remaja adalah periode transisi antara masa anak-anak dengan dewasa dengan ciri pertumbuhan fisik hampir lengkap dan membentuk maturitas seksual dan menegakkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga (Atkinson , 2002).
C.       Batasan usia remaja
1)      WHO : remaja (adolescence) usia 10 – 19 tahun.
2)      PBB   : anak muda (youth) usia 15 – 24 tahun.
3)      Depkes RI      : usia 10 -19 tahun dan belum menikah.
D.       Perubahan Dalam Perkembangan Remaja
Pendapat umum mengatakan bahwa masa remaja adalah periode “Badai dan stres” yang ditandai oleh kemurungan, kekacauan di dalam diri, dan pemberontakan.
1.      Perspektif Biososial
Remaja merupakan periode didalam 2 situasi, antara masa anak-anak dengan dewasa, sehingga terkadang  terjadi sebuah kegoncangan, pemberontakan dengan otoritas dewasa.
2.      Perspektif Relasi Interpersonal
Dalam masa remaja terdapat perubahan dalam hubungan sosial. Biasanya ditandai dengan hubungan antara 2 remaja yang berbeda lawan jenisnya yang mendorong ke arah pendekatan, yang biasa disebut dengan pacaran. Perasaan cinta tersebut dikatakan sebagai perasaan yang bergairah yang diperkuat oleh fantasi yang menyenangkan dengan partner pacarnya.
3.      Perspektif Sosiologis dan Antropologis
Pada masa remaja sering kali terjadi konflik antara orang tua dan teman sebayanya yang berkaitan dengan mood remaja tersebut .
4.      Perspektif Psikologi
Masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan yaitu perasaan akan citra diri, harga diri, mood dan hubungan dengan orang tua dan anggota jenis kelamin lawan. Remaja dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut kehidupannya yang sekarang dan masa yang akan datang  (Atkinson, 2002).
E.       Karakteristik Perkembangan Remaja
Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja meliputi pada organ-organ reproduksi, serta perkembangan :
ü Ciri-ciri seks primer
1.         Pada laki-laki
1)   Penis mulai membesar, dan sudah bisa ereksi secara penuh.
2)   Scrotum (kantung penis) membesar dan tumbuh optimal.
3)   Mulai tumbuh rambut kemaluan (os. Pubis).
4)   Testis mencapai kematangan dan mulai memproduksi sperma.
2.         Pada wanita
1)   Labia mayor dan labia minor mulai menebal dan mencapai bentuk yang optimal.
2)   Klitoris mulai menebal dan semakin sensitif terhadap rangsangan.
3)   Rahim mulai berfungsi penuh dan dinding rahim mulai menebal.
4)   Rambut pubis mulai tumbuh dan menutupi vagina.
5)   Ovarium mencapai kematangan dan mulai mengeluarkan ovum (sel telur).
6)   Mulai terjadi menstruasi, yang menandai awal masa puber pada perempuan. Mulai saat ini, seorang remaja perempuan sudah bisa hamil (Dinkes tulungagung, 2005).
ü Ciri seks skunder
1.         Pada laki-laki
1). Tinggi badan mengalami percepatan pertumbuhan.
2). Suara semakin keras.
3). Tumbuh kumis.
4). Tumbuh jakun.
2.         Pada wanita
1). Payudara mulai membesarnya yang dimulai pada usia 8 tahun  hingga usia 12 tahun.
2). Suara menjadi lebih merdu.
3). Kulit mejadi lebih halus
4). Panggul mulai membesar dan garis tubuh mulai terbentuk.
5). Tinggi tubuh meningkat cepat, dimulai pada usia 9 tahun hingga
      puncaknya usia 12 – 14 tahun (Dinkes Tulungagung, 2005)
F.         Syarat – syarat Reproduksi Sehat
Kondisi reproduksi seseorang dikatakan sehat jika :
1.    Aman dari kemungkinan hamil tak diinginkan (KTD).
2.    Terlindung dari praktek reproduksi yang berbahaya.
3.    Bebas memilih alat kontrasepsi yang cocok baginya.Punya akses terhadap informasi kontrasepsi dan reproduksi.
4.    Punya akses perawatan kehamilan dan persalinan yang aman      (Wiknjosastro, 2005).
G.      Komponen Kebijaksanaan Reproduksi
§   Program kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Peristiwa kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan kurun kehidupan wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, dan makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga sulit digantikan. Untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan, harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan/partus dan pelayanan post natal atau masa nifas. Informasi yang akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi. Dengan demikian tidak perlu dilakukan pengguguran yang dapat mengancam jiwa.
§  Program Keluarga Berencana
Promosi KB dapat ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu sekaligus kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka serta masyarakat. Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya peningkatan kesehatan ibu melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran. Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan pandangan klien atau pengguna pelayanan.
§  Program Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat mempertanggungjawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut. Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja ini.
§  Program Pencegahan dan penanganan Penyakit Menular Seksual Termasuk HIV/ AIDS
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit infeksi yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, dsb, maupun penyakit infeksi yang tergolong PMS (penyalit menular seksual), seperti Gonorhoe, Sifilis, Herpes genital, Klamidia, dsb; ataupun kondisi infeksi yang berakibat infeksi rongga panggul (pelvic inflamatory diseases/ PID) seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), yang dapat berakibat seumur hidup pada wanita maupun pria, misalnya kemandulan, hal mana akan menurunkan kualitas hidupnya. Salah satu yang juga sangat mendesak saat ini adalah upaya pencegahan PMS yang fatal yaitu infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
§  Program Reproduksi pada Usia lanjut
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir kurun usia reproduksi (menopouse/adropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain. Hasil akhir yang diharapkan dai pelaksanaan kesehatan reproduksi yang dimodifikasikan dari rekomendasi WHO tersebut adalah peningkatan akses :
1.      Informasi secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi masalah kesehatan reproduksi , manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi, dan bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan.
2.      Paket pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab kebutuhan wanita maupun pria.
3.      Kontrasepsi (termasuk strerilisasi) yang aman dan efektif
4.      Kehamilan dan persalinan yang direncanakan dan aman
5.      Pencegahan dan penanganan tindakan pengguguran kandungan tidak aman.
6.      Pencegahan dan penanganan sebab-sebab kemandulan (ISR/PMS).
7.      Informasi secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot dan tulang, libido, dan perlunya skrining keganasan (kanker) organ reproduksi.
Pengukuran perubahan-perubahan yang positif terhadap hasil akhir diatas akan menunjukkan kemajuan pencapaian tujuan akhir; pelayanan kesehatan dasar yang menjawab kebutuhan kesehatan reproduksi individu, suami-istri dan keluarga, hal mana menjadi dasar yang kokoh untuk mengatasi kesehatan reproduksi yang dihadapi seseorang dalam kurun siklus reproduksinya.
H.       Faktor adanya kesehatan reproduksi remaja
1)      Jumlah besar
Di indonesia : ± 44 juta orang remaja, 25% dari total penduduk dengan usia 15 – 24 tahun.
2)      Masa labil
Masa transisi, mengalami perubahan fisik, emosi maupun psikologis, mudah terpengaruh teman sebaya.
3)      Generasi harapan bangsa
Kualitas remaja saat ini sangat mempengaruhi kualitas generaasi mendatang, kualitas remaja dipengaruhi status kesehatanya, termasuk kesehatan reproduksi.
I.          Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
ü  Memberikan informasi penting tentang reproduksi, seksual, KB, aborsi, PMS, dan HIV/ AIDS, peran gender.
ü  Memberikan pelayanan KRR oleh petugas kesehatan yang peduli remaja.
ü  Pemberdayaan remaja melalui ketrampilan untuk menjalani hidup
J.         Kunci keberhasilan Kesehatan Reproduksi Remaja
ü  Memberikan informasi tentang seksual yang tepat dan lengkap
ü  Menyediakan pelayanan perduli remaja
ü  Melibatkan remaja di dalam perencanaan program
ü  Melatih petugas khusus untuk menangani remaja
ü  Menjaga kerahasiaan informasi remaja
ü  Menigkatkan dukungan masyarakat untuk pengembangan remaja
K.      Kegiatan Reproduksi Remaja
ü  Memberi pendidikan siswa di sekolah dan diluar sekolah
ü  Mengembangkan ketrampilan untuk hidup
ü  Melaksanakan semua kegiatan kunci
ü  Melayani KB, HIV, remaja hamil
ü  Melayani remaja yang tidak terjangjau pelayanan kesehatan
ü  Mencegah masalah KRR : kehamiln, PMS, dan HIV/ AIDS
ü  Melakukan advokasi untuk mendapat dukungan masyarakat
ü  Memasukkan kesetaraan gender
ü  Menghilangkan hambatan pada pelayanan kesehatan reproduksi
L.       Pembinaan Kesehatan reproduksi Remaja
·         Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan remaja sebagai generasi penerus dan calon orang tua yang bertanggung jawab
·         Tujuan khusus
ü  Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku hidup sehat remaja
ü  Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam pelayanan KRR
ü  Meningkatkan peran serta masyarakat terhadap KRR
M.     Sasaran Kesehatan reproduksi remaja
ü  Kelompok remaja berusia 10 – 19 tahun disekolah dan diluar sekolah
ü  Orang tua atau keluarga yang punya anak remaja
ü  Pemimpin formal (guru) dan informal (tokoh agama, tokoh masyarakat).
ü  LSM, organisasi profesi, donor.
ü  Pembuat keputusan
ü  Anggota legislatif.
·         Desa
ü  Konseling dan informasi tentang kesehatan dan reproduksi remaja
ü  Pemeriksaan fisik untuk diagnosa anemi dan KEK
ü  Rujukan khusus reproduksi remaja
·         Puskesmas
ü  Konseling dan informasi tentang kesehatan dan reproduksi remaja
ü  Pemeriksaan fisik untuk diagnosa anemi dan KEK
ü  Pelayanan kesehtan remaja melalui jalur sekolah
ü  Penanganan kasus reproduksi remaja dan rujukannya
·         Rujukan primer
ü  Konseling dan informasi tentang kesehatan dan reproduksi remaja
ü  Pemeriksaan kesehtan remaja
ü  Pengembangan kerjasama dengan sekolah setingkat SMP/ SMU di Kabupaten
ü  Pelayanan komprehensif KRR
N.       Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
ü  Sepanjang siklus kehidupan: pembuahan, bayi, anak, balita, anak usia sekolah, remaja, usia subur, usia tua.
ü  Wanita dan pria
ü  Termasuk hak reproduksi, kesejahteraan, martabat, pemberdayaan wanita dan tanggung jawab pria.

1.2  Konsep Kesehatan Reproduksi Wanita          
     Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian sebab :
  1. Wanita menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihadapi pria  
berkaitan dengan fungsi reproduksinya.
  1. Kesehatan wanita secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang
dikandung dan dilahirkan.
  1. Kesehatan wanita sering dilupakan dan ia hanya sebagai objek dengan
mengatasnamakan "pembangunan" seperti program KB, dan pengendalian jumlah penduduk.
d. Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda Intemasional diantaranya Indonesia menyepakati hasil-hasil Konferensi mengenai kesehatan reproduksi dan kependudukan (Beijing dan Kairo).
Berdasarkan konsep di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita diberi kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.
A.       Definisi Kesehatan Reproduksi Wanita.
Empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu :
1. Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)
2. Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision making)
3. Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and women)
4. Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive security)
Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi.
Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka.
B.       Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam, bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya tujuan kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain:
a.       Gender
Adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu kontruksi sosial mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran Gender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan wanita juga berbeda-beda.
b.   Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
-   Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
-   Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
    tidak layak.
-  Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
c.    Pendidikan yang rendah.
Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga gender berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai pendidikan yang memadai seseorang dapat ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.
d.    Kawin muda
Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada wanita masih
banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini banyak kebudayaan yang menganggap kalau belum menikah di usia tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya. Ini berarti wanita muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Di samping itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada akhirnya akan bergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan pengambilan keputusan.
e.     Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk.
Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan, budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada. Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Di samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak dari pria, kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental. Wanita juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakit menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang berbeda dengan pria. Salah satu situasi yang rawan adalah, pekerjaan wanita yang selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan sebagainya. Seperti diketahui air adalah media yang cukup berbahaya dalam penularan bakteri penyakit.
f.  Beban Kerja yang berat.
            Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja 3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat, lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis, stress, dan sebagainya. Kesehatan wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja, tetapi juga jenis pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan. Di India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum waktunya pada musim panen karena wanita terus-terusan bekerja keras. Di bidang pertanian baik pria maupun wanita dapat terserang efek dari zat kimia (peptisida), tetapi akan lebih berbahaya jika wanita dalam keadaan hamil, karena akan berpengaruh terhadap janin dalam kandungannya. Resiko-resiko yang harus  dialami bila wanita bekerja di industri-industri misalnya panas yang berlebih - lebihan, berisik, dan cahaya yang menyilaukan, bahan kimia, atau radiasi. Peran gender yang menganggap status wanita yang rendah berakumulasi dengan indikator-indikator lain seperti kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban kerja yang berat mengakibatkan wanita juga kekurangan waktu, informasi, untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya.
C.       Kebijaksanaan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi.
Kebijaksanaan Pemerintah berkaitan dengan Reproduksi Wanita Indonesia dalam usaha mengendalikan jumlah penduduknya, pemerintah membuat keluarga berencana (KB) sebagai salah satu solusinya. Untuk itu Indonesia pada tahun 1996 mendapat penghargaan dari PBB berupa United Nation Population Award atas prestasinya dalam mengendalikan jumlah penduduknya melalui KB. Ironisnya keberhasilan ini tidak diimbangi dengan kesehatan ibu dan anak. Hal ini masih ditandai dengan tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Tingginya kematian bayi menggambarkan rendahnya posisi ibu wanita dalam keluarga, kurangnya perhatian keluarga dan lingkungannya, serta kurangnya pengetahuan wanita untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya. Untuk mengantipasi ini pemerintah telah mencanangkan gerakan nasional yang disebut Gerakan Sayang Ibu (GSI). Gerakan ini harus dapat mencegah tiga terlambat yaitu :
1.      Terlambat mengenali bahaya dan mengambil keputusan mencari rujukan
2.      Terlambat mencapai fasilitas rujukan (transportasi).
3.      Terlambat memperoleh pertolongan yang adikuat ditempat rujukan.
GSI diharapkan melakukan kordinasi yang kokoh dengan pemerintah, masyarakat, serta dengan dukungan kepedulian dan partisipasi kaum pria (suami). Selanjutnya melalui GSI masyarakat dan pemerintah melakukan upaya bersama yang terdiri :
1.      Upaya peningkatan status dan peran wanita,
2.      Upaya pemberdayaan bumil, keluarga clan masyarakat,
3.      Upaya pelayanan KB bagi wanita subur yang membutuhkan
4.      Upaya pelayanan ante natal care yang universal,
5.      Upaya pendataan dan pengembangan rujukan berbasis masyarakat
6.      Upaya pelayanan gawat darurat obstetrik bagi setiap bumil
Adapun sasaran dalam hal kesehatan reproduksi yang ditargetkan oleh pemerintah adalah :
1.      Ditargetkan penurunan AKI dari 226/100.000 pada tahun 2010 dan 102/100.000 pada tahun 2015.
2.      Peningkatan cakupan pemeriksaan ante natal care dari 81 % menjadi 90%,
3.      Peningkatan cakupan pelayanan nifas termasuk penyuluhan ASI ekslusif,
            serta pemberian tablet besi dan vitamin A.
4.      Peningkatan kesertaan KB dn kualitas pelayanan KB menuju angka idealisme dan fertilitas, jarak antar persalinan, dan usia ibu pada kehamilan pertama.
5.      Peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 50% menjadi 55,5%
6.      Peningkatan rujukan kasus resiko tinggi kehamilan dari 20% menjadi 50%.
D.       Definisi Peran
v  Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat.
v  Peran wanita dalam mengambil keputusan adalah kedudukan wanita dimana dia dapat mengambil keputusan untuk menentukan kelangsungan hidup terutama dalam hal kesehatan reproduksi.
E.       Status Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan
       Salah satu permasalahan dasar dalam upaya penurunan kematian ibu adalah lemahnya posisi perempuan didalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga berbagai keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh bapak atau suami. Laki-laki cenderung lebih didahulukan dari pada perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dll .
F.        Pengambilan Keputusan Di dalam Rumah Tangga
Terdapat hubungan antara posisi perempuan dalam rumah tangga dan masyarakat dengan fenomena kematian ibu. Meskipun perempuan miskin, bila memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan kehamilan dan dalam proses melahirkan anaknya cenderung menjadi tidak begitu beresiko. Resiko kehamilan dan persalinan bisa dikurangi apabila ibu bisa mendapatkan makanan bermutu dan beban kerjanya dikurangi dengan melakukan pembagian tugas bersama suami atau keluarga lainnya.
        Pengambilan keputusan didalam keluarga atau urusan domestic keluarga, suami masih sebagai pengambilan keputusan yang dominan serta mempunyai anggapan suamilah yang harus dihormati dalam pengambilan keputusan karena sudah berlaku umum dalam masyarakat serta dianut secara turun menurun sebagai kepala keluarga.
G.      Pengambilan Keputusan Untuk Ikut KB
Upaya pemberdayaan perempuan dimana Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) khususnya dalam bidang KB/KR. Dalam hal ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan ketahanan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat. Konsep pengarusutamaan gender juga mendukung upaya meningkatkan kesadaran keikutsertaan perempuan dan laki-laki dalam KB/KR.
Perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan metode kontrasepsi yang diinginkan, antara lain karena ketergantungan kepada keputusan suami, informasi yang kurang lengkap dari petugas kesehatan, penyediaan alat dan obat kontrasepsi yang tidak memadai di tempat pelayanan.
                
Pengambilan keputusan: partisipasi laki-laki dalam program KB sangat kecil dan kurang, namun control terhadap perempuan dalam hal memutuskan untuk ber-KB sangatlah dominant.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBUKUAN SECARA KOMPUTERISASI

Pengertian Komputerisasi Akuntansi dapat digambarkan sebagai sistem akuntansi yang menggunakan sistem komputer dan perangkat lunak akuntansi...