A.
Manusia Dan Pendidikan
Manusia adalah Makhluk yang berakal budi/insanul kamil
artinya makhluk yang paling sempurna. Manusia sebagai makhluk yang berpolitik (zon politicon), makhluk yang bermasyarakat,
makhluk yang berbudaya, makhluk yang berbahasa, makhluk yang berbicara (Nata,
2009 : 29). Manusia yang lahir
dari proses Pendidikan.bukan hanya manusia yang dididik tetapi juga manusia
yang mendidik dalam hal ini dalam arti luas ,Pendidikan yaitu segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan indinidu sebagai pengalaman belajar dalam segala lingkungan dan
sepanjang hidup,selalu cenderung untuk mengetahui segala sesuatu di
sekelilingnya.dari rasa ingin tahu timbul pengetahuan.
Dalam hidupnya manusia digerakkan
sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai
sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung
jawab oleh kebutuhan. Untuk mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung jawab oleh kebutuhan untuk
mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh
tanggung jawab social dalam masyarakat. Manusia social dalam masyarakat.
Manusia bukan hanya mempuyai kemampuan –kemampuan tetapi juga mempunyai
keterbatasan-keterbatasan dan juga tidak hanya
mempuyai sifaf-sifat yang baik namum juga mempunyai sifat sifat yang
kurang baik.maka dari itu manusia sangat membutuhkan Pendidikan, karena melalui
pendidikan, karena melalui pendidikan manusia mempunyai kemampuam-kemampuan
mengatur dan mengontrol dirinya sendiri.melalui pendidikan pula perkembangan
kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik dan melaluai
pendidikan kemampuantingkah laku manusia dapat di dekati dan di analisis secara
murni,
Manusia memiliki
berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll. Semua itu
bercampur menjadi potensi dasar atau
bawaan manusia, sehingga disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan
potensi tersebut, baik secara maksimal atau tidak, dengan baik atau buruk.
Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya. Kaitanya dengan hal
tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius, manusia dapat
menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu
dengan pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi
kehidupan mereka.
Dalam hal ini, penulis
mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan manusia. Atau, apakah arti
penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi terhadap proses pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan
berkelanjutan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat
dan kecakapan, sesuai dengan tujuan pendidikan.Pendidikan adalah bagian dari
suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.
Melihat pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan dengan manusia itu sangat
erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia, menuju manusia
yang lebih baik. Berbicara tentang
pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia.
Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan
masalah kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan
kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan,
manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan
subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu sendiri.
Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa
mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana,
dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat
individualitasnya yang unik, maupun potensi-potensi yang justru akan dibina,
pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan
merusak kodrat manusia. Apabila digunakan secara negative.
Esensia kepribadian
manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas, sosialitas dan
moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan
yang diarahkan kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada
diri sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa tanggung
jawab, dan sebagainya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia melalui proses
pendidikan.
B.
Keharusan Pendidikan
Manusia sejak lahir
sangat membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Dapat
dibayangkan seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh ibunya,
tanpa sentuhan apapun sedikitpun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan,
kematianlah yang akan menjemputnya pada anak yang ditelantarkan
tersebut.Keharusan mendidik anak telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada
saat lahir dalam keadaan tidak berdaya, anak tidak langsung dewasa, sehingga
anak memerlukan perhatian dan bantuan orang lain. Dengan keterbatasan kemampuan
anak menyebabkan ia perlu mendapat pendidikan. Keterbatasan anak dikarenakan,
anak lahir dalam keadaan tidak berdaya, dan ia tidak langsung dewasa.
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan dikarenakan
sebagai berikut :
a.
Manusia Dilahirkan dalam Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan merupakan suatu keharusan.
Pada waktu lahir anak manusia belum bisa berbuat apa-apa. Sampai usia tertentu
anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir ke dunia, ia
memerlukan uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dan
kehidupannya, dan berdiri sendiri, berbeda dengan binatang yang begitu lahir
sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat sesuatu untuk
mempertahankan hidupnya. Misalnya anak harimau begitu lahir sudah dilengkapi
dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu lahir
setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau tersebut sudah bisa bergerak
untuk mencari susu induknya, walaupun belum memiliki kemampuan melihat secara
normal.
Beberapa jenis hewan yang baru keluar dari telurnya langsung
bergerak seperti pada kura-kura, buaya, dan sebagainya. Begitu juga pada
binatang lainnya khususnya binatang menyusui seperti kuda, kambing, kera dan
sebagainya.Hal tersebut tidak demikian pada manusia. Manusia perlu mendapat
bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya untuk sampai kepada dewasa.
Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di samping manusia
harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga harus memiliki
bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan, dan keterampilan
lainnya yang diperlukan untuk hidup.
Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang harus
dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri kepada
orang lain.Oleh karena itu, anak/bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan,
pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan belajar
setahap demi setahap untuk memperoleh bekal nilai-nilai moral, memiliki
kepandaian dan keterampilan, serta pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga
lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup
lama. Dilihat dari orang tua pendidikan juga merupakan suatu keharusan.
Tanpa ada yang memaksa, dengan sendirinya orang tua akan
mendidik anaknya. Hal tersebut disebabkan karena adanya rasa kasih sayang dan
rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap anaknya. Perasaan kasih sayang
merupakan fitrah kemanusiaan yang akan timbul dengan sendirinya pada manusia.
Rasa tanggung jawab menyebabkan orang tua, bahwa anak itu perlu memperoleh
bimbingan agar ia di kemudian hari dapat berdiri sendiri tanpa menggantungkan
diri kepada orang lain. Anak perlu mendapat pendidikan dan orang tua merasa
wajib untuk memberikan pendidikan bagi anaknya. Keduanya bertemu dalam kegiatan
pendidikan yang berlangsung secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari dalam
keluarga.
Pendidikan karena dorongan orang tua, yaitu hati nuraninya yang
terdalam yang memiliki sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi
fisik, sosial, emosi, maupun intelegensinya agar memperoleh keselamatan,
kepandaian, memperoleh kebahagiaan hidup yang dicita-citakan, sehingga ada
tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang dianugerahkan Tuhan Yang
Maha Kuasa untuk dapat dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.
b.
Manusia Lahir Tidak Langsung Dewasa
Untuk sampai pada
kedewasaan yang merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus, memerlukan
wazktu lama. Pada manusia primitif mungkin proses pencapaian kedewasaan
tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia modern dewasa ini. Pada
manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara konvensional, di mana
apabila seseorang sudah memiliki keterampilan unuk hidup, khususnya untuk hidup
berkeluarga, seperti dapat berburu, dapat bercocok tanam, mengenal nilai-nilai
atau norma-norma hidup bermasyarakat, sudah dapat dikatakan dewasa. Dilihat
dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun, pada masyarakat primitif sudah dapat
melangsungkan hidup berkeluarga. Pada masyarakat modern tuntutan kedewasaan
lebih kompleks, sesuai dengan makin kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan juga makin kompleksnya sistem nilai. Untuk mengarungi kehidupan yang
dewasa, manusia perlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal
tersebut dap[at diperoleh dengan pendidikan, di mana orang tua atau generasi
tua akan mewariskan pengetahuan, nialai-nilai, serta keterampilannya kepada
anak-anaknya atau pada generasi berikutnya.Manusia merupakan makhluk yang dapat
dididik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan makhluk
yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak berdaya, lahir
tidak langsung dewasa. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi
dengan sesamanya.
c.
Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia seandainya
tidak hidup bersama dengan manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan, di mana
pun hewan dibesarkan, tetap akan memiliki perilaku hewan. Seekor kucing yang
dibesarkan dalam lingkungan anjing akan tetap berperilaku kucing, tidak akan
berperilaku anjing, karena setiap jenis hewan sudah dilengkapi dengan insting
tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda antara jenis hewan yang satu
dengan jenis hewan lainnya.Manusia hidup bersama orang lain, tidak sendirian.
Mereka menentukan berbagai perjanjian agar hidup bersama itu menguntungkan
kedua belah pihak.
Menguntungkan bagi
masyarakat, dan juga menguntungkan bagi kehidupan individu masing-masing.
Manusia sebagai makhluk sosial, disamping memiliki dorongan untuk hidup secara
individual, ia juga menunjukan gejala-gejala sosial. Ia senang hidup bersama
dengan orang lain.Seorang manusia perlu mencapai suatu taraf kedewasaan
tertentu agar ia dapat hidup bersama dengan orang lain. Kalau tidak, akan
berbuat di luar perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu
berarti bahwa ia tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara biologis ia sudah
matang, tetapi untuk hidup bersama dengan orang lain, ia perlu mendapatkan pendidikan.
Kalau manusia bukan
makhluk sosial, atau ia tidak hidup bersama-sama dengan orang lain, pada
hakikatnya ia hidup sendiri-sendiri. Maka hidup manusia itu tidak ada bedanya
dengan kehidupan hewan. Dalam kehidupan seperti ini, manusia tidak dapat
dipengaruhi, karena ia telah membawa pola hidupnya yang tetap dan tidak perlu
lagi belajar dari orang lain atau melalui apapun. Ia sudah dalam keadaan matang
untuk mengikuti kehidupan yang polanya sudah ada (terjadi). Dalam keadaan
demikian, pendidikan tidak perlu lagi karena memang tidak diperlukan.
d.
Manusia sebagai Makhluk Individu yang Berdiri Sendiri
Pengertian makhluk
sosial tidak berarti bahwa individu (perorangan) tidak ada. Pengertian sosial
harus diartikan bahwa manusia hidup bersama dalam kepribadian sendiri-sendiri.
Ia masih tetap berdiri sendiri, namun bersama-sama dengan orang lain. Pergaulan
hidup, adalah hidup antara pribadi-pribadi (individu-individu) satu sama lain.
Tidak berarti bahwa individu itu luluh menyatu dengan yang lain, seperti halnya
boneka-boneka yang hanya bergerak dengan pola yang sama. Manusia memang hidup
bersama, namun tetap secara individu dan individu.Dengan adanya pribadi-pribadi
orang perorangan yang berbeda, karena itulah pendidikan diperlukan, karena
setiap orang yang bersifat individu itu perlu belajar hidup dengan individu
lannya. Pendidikan tidak mendidik agar setiap orang (individu) dapat
berperilaku sebagai individu bersama dengan individu lainnya.
e.
Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia mampu
atau tepatnya harus mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Setiap
tindakan manusia membawa akibat, dan sering kali akibat itu menimpa orang lain,
karena kita hidup bersama-sama dengan orang lain. Seekor hewan kalau berbuat
sesuatu tidak akan mengerti akibat yang timbul dari tindakan tersebut, karena
ia tidak mampu berpikir, dan tindakannya hanya didasarkan oleh insting
belaka.Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung jawaban
atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa
akibatnya. Pendidikan di samping mengajar orang agar menjadi tahu, dan
terampil, pendidikan juga mengembangkan sikap. Sikap yang utama adalah sikap
tanggung jawab, karena makhluk sosial manapun memang harus bertanggung jawab.
Bertanggung jawab
adalah sejajar dengan manusia sebagai makhluk sosial. Kalau sikap bertanggung
jawab tidak dimiliki setiap oleh setiap insan, maka kehidupan akan kacau,
kaerena manusia akan bertindak semaunya, setiap orang hanya akan menuruti
kehendaknya sendiri, dan tidak akan bertahan hidup lama.Pendidikan itu sendiri
merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap
generasi manusia sel anjutnya, karena kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan
bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab terhadap generasai berikutnya, mereka
akan terlantar. Disinilah pendidikan bertanggung jawab bagi kelanjutan
kehidupan dan hidup generasi berikutnya.Untuk melaksanakan pendidikan
diperlukan adanya kesediaan anak didik untuk menerima pengaruh. Pada saat anak
masih kecil kesediaan ini belum ada, baru timbul kemudian kalau anak itu merasa
dirinya tidak mampu melakukan sesuatu dan perlu bantuan orang lain, sehingga ia
perlu belajar dari orang lain. Selama anak belum mau menerima pengaruh orang
lain diluar dirinya, tidak akan muncul ketaatan terhadap pihak lain yang
berusah mempengaruhinya. Kalau anak sudah menyadari kekurangannya, ia akan mau
menerima pengaruh dan mau taat, dengan kata lain ia mau menerima kewibawaan
pendidik.
f.
Sifat Manusia dan Kemungkinan Terjadinya Pendidikan
Apa sebabnya
pendidikan hanya terjadi pada manusia? Pada tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk
hidup sama sekali tidak terjadi pendidikan. Pada tingkat hewan ada perilaku
yang mirip dengan pendidikan, namun sangat jauh berlainan dengan pengertian
pendidikan yang sebenarnya. Tindakan yang mirip pendidikan itu disebut
“dressur” ( pembiasaan dan dilatih terus menerus).Anak anjing meniru induknya,
dengan jalan bermain-main, dia melepaskan dorongan untuk berkelahi. Dia
berkelahi ( main-main ) dengan induknya, sedangkan induknya sengaja membuat
dirinya seperti bermain berkelahi juga.
Kejadian tersebut
seolah-olah pada induk anjing ada keinginan untuk “ mendidik “ anaknya.
Dorongan untuk bermain seperti itu pada anjing-anjing tersebut tidak didasarkan
atas kesadaran bahwa dirinya ( anak anjing ) tidak mampu, yang harus belajar
kepada anjing lain. Bukan itu yang menjadi alasan anak anjing dan induknya
bermain, namun didasarkan dorongan untuk berbuat, bergerak. Pada anjing-anjing
tersebut tidak ada kesengajaan untuk berbuat atas kesadaran atas kekurangan dan
ketidak mampuannya. Misalnya sang induk anjing sadar bahwa anaknya tidak mampu
dan masih banyak kekurangan dalam pengalamannya.
Dari anak anjing tidak
ada kesediaan menerima pengaruh dari induknya, tidak ada kewibawaan. Pada
manusia juga terjadi “ dressur “ pada saat anak belum memiliki kesadaran akan
kekurangan dirinya. Pada saat itu anak merasakan untuk meniru dan berbuat, akan
berbuat sesuatu. Anak usia sekitar 2 – 6 tahun misalnya, ia akan berbuat apa
saja, ia bergerak menurut kemauannya. Anak dibelikan sepeda oleh ayahnya agar
anak bisa naik sepeda dan ayahnya mendorong sepeda tersebut. Namun apa yang
terjadi anak tidak mau naik sepeda, bahkan ia akan turun dan mendorong sepeda
tersebut seperti ayahnya mendorong sepeda tadi.
Contoh lain anak akan
mengambil benda yang ia temukan disekelilingnya, melihat pisau (padahal pisau
itu sangat tajam) ia akan ambil dan digosok-gosokkan seperti menirukan ibunya
mengguanakan pisau tersebut, mungkin juga digosokan ke tangannya. Sang ibu
sangat cemas berkata setengah berteriak, “ Auuu…anakku sayang jangan pake pisau
itu, ibu pinjam ya sayang”. Sang anak tidak mau melepaskan pisau itu. Kalau
diambil secara paksa ia akan menangis, caranya cari pisau lain atau benda lain
yang menyerupai pisau yang tumpul lalu berikan kepadanya.Anak melihat orang
tuanya waktu mandi menggosok gigi, dengan gesitnya anak mengambil sikat gigi
ibunya dan ingin pakai pastanya.
Disinilah si ibu
mencoba melatih si anak untuk menggosok giginya, dan si anak dengan senangnya
menggosok giginya walaupun tidak benar. Anak makan dengan orang tuanya, ia
memperhatikan orang tuanya memakai sendok dan garpu, dengan cepatnya sang anak
mengambil sendok makan, walaupun cara memegangnya dan cara memasukan ke
mulutpun belum pas dan benar. Disini sang ibuu melatih anaknya membetulkan
bagaimana cara memegang sendok, dan bagaimana memasukannya kedalam mulutnya.Dalam
kejadian di atas, ayah melatih anaknya naik sepeda dan ibunya melarang anaknya
menggunakan pisau supaya jangan bermain dengan pisau, ibu melatih anaknya
menggosok gigi, sang ibu melatih anaknya menggunakan sendok, itu semuanya belum
temasuk pendidikan yang sebenarnya, karena anak belum memahami, menyadari apa
artinya perintah atau kemauan ayahnya untuk naik sepeda, dan anak juga tidak
paham mengapa ibunya melarang bermain dengan pisau, mengapa harus menggosok
gigi dan mengapa makan haruus pakai sendok. Yang dilakukan oleh kedua orang tua
anak itu bukan pendidikan dalam arti sesungguhnya melainkan merupakan suatu “
dressur “.Jadi dengan sifat anak suka meniru beridentifikasi dengan orang lain,
suka bermain, bisa menerima pengaruh dan menerima kewibawaan orang lain,
merupakan keharusan bagi orang tua ( pendidik ) membimbingnnya. Pendidikan
harus menjadi contoh bagi anak didiknya, memberi pengaruh yang positif untuk
mengisi kedewasaan anak kelak.
DAFTAR PUSTAKA
http://yohanasariikippgriptk.blogspot.com/2017/04/makalah-manusia-dan-pendidikan.html
kamus besar
Bahasa Indonesia,Nata 2009 Balai Pustaka
http://filsafat.kompasiana.com/2014/04/05/hubungan-antara-filsafat-pendidikan-dan-manusia-646654.html
http://gittawulanda.blogspot.com/2012/02/makalah-keharusan-dan-kemungkinan.html